Mohon tunggu...
Siti Hadija Junaidi
Siti Hadija Junaidi Mohon Tunggu... profesional -

Minat menulis mulai ada sejak saya SD.Secara intens hobi tsb tersalurkan ketika saya menjadi mahasiswa dan aktif sebagai Jurnalis Kampus.Namun setiap kali selesai menulis, saya selalu merasa harus lebih banyak belajar lagi demi menghasilkan tulisan yg menarik dan bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tak Cukup dengan Cinta [saja] - Bagian Pertama

5 Juni 2010   08:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:43 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

- Bagian Pertama -

Sambil terisak kawanku bercerita. Ia tak sanggup lagi mempertahankan rumah tangga yang ia bangun dengan cinta dan kasih sayang. Cinta yang membuat ia meninggalkan semua yang ia miliki demi hidup bersama kekasih hati yang ia yakini mampu memberikan kebahagian bagi ia dan hidupnya kelak, entah di dunia maupun kehidupan sesudah di dunia ini.

Di relung hati terdalam, sebenarnya ia masih sangat mencintai pujaan hatinya. Terutama masa depan si kecil, buah cinta mereka. Betapa ia tak tega jika kelak buah hatinya menjadi seorang anak yatim. Namun kenyataan-kenyataan yang tak mudah ia jalani membuat ia dilematis melanjutkan bahtera cintanya.

Memori ku seakan memutar kembali mesin waktu, mengingat saat-saat kawanku memenangkan cinta yang ia puja. Tak peduli orang tua, keluarga terlebih sekedar masa depan pendidikannya. Semua seperti tak berarti, yang ia percayai mampu membahagiakan hidupnya hanyalah sang kekasih hati. Sederet kekurangan sang kekasih sedikitpun tak menggoyahkan keyakinannya.

“ Aku tlah meyakini dialah cinta sejatiku. Segala konsekuensi siap aku terima, walau pahit sekalipun, “ ucapnya.

Aku seperti kehilangan kata untuk menyadarkannya bahwa saat itu perasaannya tengah melayang di negeri awan. Tak sekedar kata, berbagai upaya yang aku lakukan tak sanggup membawa kembali pikirannya ke bumi.

Kini, hampir tak berbeda dengan alasan klise para selebriti, ia meminta berpisah baik-baik dan menjalani kehidupan masing-masing, dengan sebuah alasan : lebih banyak buruknya ketimbang baiknya jika mereka melanjutkan hubungan. Beginilah akhir hubungan mereka padahal awalnya dilandasi dengan cinta mati. Si kecil, sang buah hati ikatan batin mereka, tak mampu lagi merekatkan hati dan cinta mereka.

Ia harus bersyukur karena ayah ibu yang pernah ia tinggalkan tak menyisakan amarah sedikitpun. Pintu hati dan kasih sayang mereka masih setia menopangnya. Hari ini, ia mencoba menata kembali kehidupannya, tanpa belahan jiwa lagi. Bahagia adalah pilihan. Dan ia mencoba menemukan kembali kebahagiaannya dengan menjadi ibu sekaligus ayah bagi buah hati yang tak mengerti dengan pilihan orang tuanya. Mungkin kelak sang buah hati tak pernah memahami upaya ayah ibunya mempertahankan bahtera rumah tangga mereka, sebagaimana kawanku pernah menggugat pilihan ayah ibunya untuk hidup terpisah tanpa bercerai.*

May, 2nd 2010

On 6.40 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun