Nenek moyangku orang pelaut
gemar mengarung luas samudra
menerjang ombak tiada takut
menempuh badai sudah biasaangin bertiup layar terkembang
ombak berdebur di tepi pantai
pemuda b'rani bangkit sekarang
ke laut kita beramai-ramai
Mungkin kita sudah tak asing dengan lirik lagu anak-anak diatas, karena mungkin hampir semua dari kita yang pernah duduk di Sekolah Dasar (SD) pernah menyanyikan lagu ini.
Mungkin penulis lagu ini punya alasan kuat ingin membangun spirit para generasi penerus bangsa ini sejak dari usia dini. Dengan sedikit memberi semangat dan kebanggan bahwa leluhur atau nenek moyang kita dulunya adalah para pelaut tangguh. Mereka adalah penakluk lautan di seluruh gugusan pulau-pulau yang ada dinegeri kita.
Jauh sebelum nama Indonesia dikenal, sebuah gugusan kepulauan ini disebut Hindia. Masyarakatnya yang bertani dan berdagang, memahami betul arti bagaimana tinggal di gugusan pulau. Kemampuan melaut dikuasai sehingga mereka bisa berlayar memasarkan hasil bumi sampai ke seantero Asia dan Australia. Layar-layar kapal phinisi tidak akan koyak sampai menyentuh daratan Madagaskar dan Afrika. Namun perlahan budaya melaut tergerus.
Peradaban yang kian maju menjadi pembawa perubahan yang drastis dalam semua elemen masyarakat khususnya dikalangan pemuda.
Pemuda yang lahir dalam kurun era 1981-1995 disebut Generasi Millennium atau Generasi Y, yang muncul setelah Generasi Baby Boomers (1946-1964) dan Generasi X (1965-1980). Generasi ini tumbuh bersamaan dangan munculnya teknologi komunikasi canggih dan internet. Karakter khas mereka adalah cendrung menuntut, tidak sabar serta memiliki kemampuan komunikasi yang buruk. Meski terkenal cuek dan cenderung mengabaikan peraturan kantor saat bekerja, namun generasi Y ini dipuji karena semangat dan energi mereka yang luar biasa dalam bekerja.
Namun dalam realitasnya Pemuda Indonesia memiliki keterbatasan partisipasi dalam pembangunan, selain itu pemuda Indonesia juga menghadapi akses pendidikan yang tidak merata, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, tingginya angka pengangguran, serta makin rendahnya kepedulian pemuda terhadap isu-isu sosial di sekitarnya. Begitu pula dengan isu yang menghangat dewasa ini tentang global warming, yang ternyata mengancam kedaulatan negara kepulauan khususnya negara kita. Ketidak-pedulian pemuda kita akan dampak dari pemanasan global dengan pola hidup yang tidak berpihak pada lingkungan, mengakibatkan lingkungan kita rusak dan kebocoran lapisan ozon kita semakin besar.
Dengan jumlah penduduk kita yang besar, sumbangsih terhadap kerusakan itu juga besar. Dengan semakin panasnya bumi, es di kutub utara dan selatan semakin mencair, sehingga meningkatkan volume air laut. Jika hal itu terus berlanjut garis pantai kita akan semakin masuk ke dalam, itu berarti semakin menarik ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kita. Kedaulatan negara kita terancam.
Melihat tantangan besar pemuda pada masa yang akan datang dengan melihat kenyataan seperti itu, perlu meningkatkan wawasan kemaritiman demi mewujudkan visi “Revolusi Mental” yang digadang pemerintahan Presiden Jokowi saat ini. Dan sesuai isu yang hangat dewasa ini tentang arah pembangunan bangsa yang fokus pada kemaritiman yang kuat (nawacita poin ketiga) maka perlu menanamkan “Spirit Wawasan Kemaritiman” sebagai karakter bangsa kepada para pemuda agar tidak tergerus oleh budaya asing yang merangsek masuk ke dalam sendi kehidupan pemuda saat ini, karena keberlangsungan kejayaan pendahulu, tak akan tercapai tanpa melahirkan generasi muda berkualitas yang memahami potensi wilayahnya.
Penulis : Roy Chardo Sitanggang
Ditulis sebagai bahan Essay Persyaratan mengikuti Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H