Policy mix adalah pendekatan strategis yang menggabungkan kebijakan moneter (yang dikelola oleh bank sentral) dan kebijakan fiskal (yang dikelola oleh pemerintah) untuk mencapai tujuan ekonomi makro seperti stabilitas inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan keseimbangan nilai tukar. Kombinasi ini menjadi penting karena kedua kebijakan memiliki fungsi yang saling melengkapi.
Kebijakan moneter menjaga kestabilan harga, nilai tukar, dan likuiditas di pasar, sedangkan kebijakan fiskal berfokus pada alokasi sumber daya melalui belanja pemerintah, subsidi, dan pengelolaan utang. Tanpa koordinasi, kedua kebijakan ini bisa berjalan saling bertentangan, misalnya, kebijakan fiskal ekspansif yang memicu inflasi tinggi bertabrakan dengan kebijakan moneter ketat untuk menurunkan inflasi.
Sinergi antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah menjadi kunci untuk memastikan efektivitas policy mix. Misalnya dalam kondisi inflasi tinggi, BI dapat menaikkan suku bunga untuk menekan tekanan harga, sementara pemerintah menyesuaikan belanja untuk mengurangi defisit anggaran tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah dapat memfokuskan belanja pada infrastruktur atau pengembangan sumber daya manusia, sementara BI menjaga likuiditas untuk mendukung investasi swasta. Ketika perekonomian melambat, kebijakan fiskal ekspansif dapat menstimulasi permintaan agregat, sedangkan kebijakan moneter mendukung dengan menjaga suku bunga tetap rendah.
Dalam lingkungan ekonomi global yang penuh ketidakpastian, seperti fluktuasi harga komoditas, perubahan kebijakan suku bunga global, dan risiko geopolitik, policy mix menjadi lebih relevan untuk menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia. Dengan volatilitas nilai tukar, kebijakan moneter harus menjaga stabilitas rupiah, sementara kebijakan fiskal perlu mengurangi risiko fiskal dengan meningkatkan penerimaan domestik.
Saat terjadi kenaikan suku bunga global seperti oleh The Fed, kombinasi kebijakan fiskal yang menjaga defisit rendah dan kebijakan moneter yang fleksibel dapat mengurangi dampak capital outflow. Dalam jangka panjang, policy mix dapat mendorong diversifikasi ekonomi, mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah, dan memperkuat sektor manufaktur dan jasa.
Policy mix membantu mengurangi ketergantungan Indonesia pada sektor tertentu, seperti ekspor komoditas mentah, dengan menciptakan kebijakan moneter dan fiskal yang mendukung diversifikasi. Misalnya, kebijakan suku bunga yang stabil memberikan insentif bagi investasi di sektor-sektor baru, sementara alokasi fiskal yang strategis dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan sektor manufaktur, jasa, dan pariwisata.
Policy mix dapat diarahkan untuk mendorong investasi di sektor teknologi dan inovasi. Subsidi fiskal untuk penelitian dan pengembangan (R&D), serta insentif bagi perusahaan berbasis teknologi, dapat menjadi motor transformasi ekonomi. Di sisi lain, kebijakan moneter yang stabil memberikan jaminan iklim usaha yang kondusif bagi startup dan perusahaan teknologi untuk berkembang.
Stabilitas ekonomi memberikan landasan kuat bagi daya saing produk domestik di pasar internasional. Inflasi yang terkendali menjaga harga produk tetap kompetitif, sementara nilai tukar yang stabil mengurangi ketidakpastian biaya ekspor dan impor. Stabilitas ini juga meningkatkan kepercayaan mitra dagang dan investor, sehingga produk Indonesia lebih mudah diterima di pasar global.
Dukungan fiskal yang terarah, seperti subsidi, insentif pajak, atau investasi langsung, sangat penting untuk mengembangkan sektor strategis seperti teknologi, manufaktur, dan energi terbarukan. Misalnya, pengembangan teknologi hijau dan manufaktur berbasis inovasi dapat meningkatkan daya saing Indonesia di sektor global yang bernilai tambah tinggi, sekaligus mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas mentah.
Kebijakan moneter yang stabil, termasuk pengelolaan suku bunga dan inflasi, menciptakan iklim investasi yang kondusif. Stabilitas makroekonomi ini menarik investasi domestik dan asing ke sektor-sektor strategis. Dengan pembiayaan yang lebih terjangkau dan kepastian ekonomi, pelaku usaha dapat lebih mudah mengembangkan kapasitas produksi dan meningkatkan kualitas produk mereka untuk pasar internasional.
Kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang harmonis sangat penting untuk mendukung inklusi ekonomi. Subsidi bunga untuk pembiayaan UMKM dan insentif fiskal untuk investasi di daerah tertinggal dapat meningkatkan aktivitas ekonomi lokal. Kebijakan ini harus disertai dengan penguatan kapasitas UMKM agar lebih kompetitif.
Pembangunan infrastruktur merupakan katalis utama bagi konektivitas nasional. Dengan mendanai proyek-proyek strategis seperti jalan tol, pelabuhan, dan transportasi publik, kebijakan fiskal dapat mengurangi biaya logistik, meningkatkan efisiensi rantai pasok, dan membuka akses ke pasar baru, terutama di daerah terpencil.
Kebijakan moneter yang menurunkan biaya kredit atau memperluas skema kredit mikro dapat memperkuat inklusi keuangan. Bank sentral harus mendukung inovasi teknologi finansial (fintech) yang dapat menjangkau populasi yang tidak terlayani oleh perbankan tradisional, terutama di daerah rural.
Insentif fiskal seperti subsidi untuk energi terbarukan, pengurangan pajak bagi perusahaan ramah lingkungan, atau kredit pajak karbon dapat mempercepat transisi ke ekonomi hijau. Kebijakan moneter juga dapat berkontribusi dengan menyediakan skema pembiayaan hijau berbiaya rendah melalui bank sentral atau mendorong sektor keuangan untuk mendukung proyek berkelanjutan.
Untuk mendukung pembangunan berkelanjutan sambil menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah harus menargetkan investasi pada sektor yang memiliki dampak jangka panjang seperti infrastruktur hijau, konservasi sumber daya alam, dan teknologi rendah emisi. Selain itu, regulasi yang mendorong praktik bisnis berkelanjutan harus diterapkan secara bertahap untuk mengurangi risiko pada sektor ekonomi tradisional.
Menciptakan ekosistem inovasi memerlukan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga riset. Pemerintah dapat menyediakan insentif untuk R&D teknologi hijau, mendukung startup ramah lingkungan, dan membangun infrastruktur seperti laboratorium teknologi. Di sisi regulasi, diperlukan standar yang jelas untuk teknologi hijau guna menarik investasi yang lebih besar.
Ketergantungan pada utang jangka panjang dapat mengurangi fleksibilitas fiskal, terutama saat pendapatan negara tidak cukup untuk membayar kewajiban. Ini berisiko menekan stabilitas ekonomi di masa depan. Pemerintah harus memastikan utang digunakan untuk proyek produktif yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi, serta menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas aman.
Ketegangan geopolitik, volatilitas pasar, dan perubahan kebijakan negara maju (seperti kenaikan suku bunga Fed) memerlukan kebijakan yang fleksibel dan berbasis data. Tantangan terbesar adalah menyeimbangkan kebutuhan stimulus jangka pendek untuk stabilisasi dengan reformasi struktural jangka panjang. Pemerintah perlu memperkuat cadangan devisa, mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu, dan mendorong diversifikasi ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H