Mohon tunggu...
Pendekar Syair Berdarah
Pendekar Syair Berdarah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jancuker's, Penutur Basa Ngapak Tegalan, Cinta Wayang, Lebih Cinta Keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Perang Barathayuda Ke – 2 Dibawah Pohon Melinjo

30 Juli 2011   04:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:15 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lanjutan nyang Kemaren : Balada Derita Acik di Pinggir Jalan

Di rumah Ki Dalang.

Mas Bowo sudah ga srante, sepada motornya tak distandarkan sesuai SNI : STANDAR NASIONAL INDONESIA, ia geletakan saja didepan pagar urmah Ki Dalang yang masih terkunci.

Nun jauh diberanda rumah yang terlihat banget – banget angker itu, terlihat pemandangan seperti bara merah api di malam gelap, Mas Bowo yang sudah mem-bensin langsung saja terpantik dan terbakar, hembusan angin semakin menambah kobar api yang membakar Mas Bowo. Tanpa kulo nuwun, sampu rasun, permisi, utawi ekskiyusmi. Tanpa perlu menunggu pintu teralis besi itu dibukakan si empunya rumah. Mas Bowo langsung nekat naik ke atas pagar.

Tidak sopan, biasanya kejadian ini hanya terjadi apabila tuan rumah terkunci dari luar, atau seperti yang biasa Hansip Dorma lakukan saat Ki Dalang tidak dirumah, maling mangga.

Tapi, apa yang mau disalahkan rasa cinta Bowo yang begitu besar, dan rasa amarahnya pada Ki Dalang dan Devi, membuatnya tak mempedulikan apapun. Jangankan cuma naik pagar besi, naik gunung saja bakal Mas Bowo lakukan untuk haninya Devi.

“Deviiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…..yeaahhh...” pekik Mas Bowo bak teriakan khas eks. vocalis Seurieus Band “Candil”

Dua, pasangan yang masih asyik nembang lagu “Anyam – anyaman ” karya dalang kenthir “Sujiwo Tejo” idolanya Ki Dalang Edi “Edan” Siswoyo. Terperanjak kaget, didepan mereka sudah berdiri Mas Bowo dengan nafas terengah – engah. Dua tanganya mengepal keras, hingga otot – otot yang menjalar di sekujur tangan Mas Bowo pating pecotot. Dari hidungnya mengepul – ngepul asap putih kemarahan. Mas Bowo benar seperti Banteng spanyol yang siap menerjang kain merah yang sedang dipegang oleh Sang Matador.

Dengan secepat kilat, Mas Bowo sudah naik ke atas beranda rumah dan menenteng baju Ki Dalang, dan menyeret tubuh seksi dan proporsional itu kebawah rindang pohon melinjo.

“Sabar mas… sabaaarrr…” bujuk Ki Dalang sambil mengangkat tanganya tanda menyerah.

Devi yang sudah lebih dahulu menghambur dari pangkuan Ki Dalang, merangsek dan menarik – narik Mas Bowo yang sudah kalap. Untuk melepaskan cengkramanya, matanya terus melotot memandang Ki Dalang.

Meski sebenarnya Ki Dalang bukanlah lawan mas Bowo, tapi seberapa hebat pun kekuatan Ki Dalang masih lebih hebat kekuatan yang sedang menitis di raga Mas Bowo, tak lain adalah kekuatan cinta.

Dengan Ajian Pancasonya, Ajian Braja Musti, Adjie Pangestu, dan Aji Notonegoro yang dimiliki Ki Dalang bisa saja, tubuh kecil dan kurus Mas Bowo dibuat rempeyek, tapi Ki Dalang tahu ia bersalah, dan ilmu kadigdayan yang dimilikinya bukanlah untuk Adigang, Adigung, Adiguna, bersombong, dan kekuatan cinta Mas Bowo pada Devi adalah Tunggaling Aji mahadaya yang paling mahadaya.

Jadilah, tiga kali bogem mentah mendarat di dua kelopak mata Ki Dalang, dan bibirnya. Meski tak seberat bobot pukulan Mas Chris John Petinju Juara Dunia asal Purbalingga itu. Tapi, pukulan Mas Bowo cukup membuat bibir tebal Ki Dalang menjadi jontor, dan dua kelopak matanya lebam – lebam membiru, nanti malam jadi hitam pasti hehehehe.

Barathayuda kedua dibawah pohon melinjo terjadi. Diiringi tetabuhan musik gamelan yang sangat rusuh, dan disaksikan erangan tangis si mba jamu seksi Devi Juniarsih yang masih dalam status berpacaran dengan Mas Bowo.

Ki Dalang hanya bisa terdiam tangan kananya masih memegang – megang mulutnya yang sudah ndower.

Sementara tangis Devi kian jerit, sembari merangkul Mas Bowo yang masih bersungut – sungut, nafasnya masih memburu kacau tanpa irama.

Dengan menyepak Pot Bunga yang berjejer di sekitar tempat adu jotos tadi, Bowo berlalu pergi meninggalkan gadis yang pernah dihujaninya dengan ribuan sajak puja-puji, dan bujuk rayu, berlalu ia tanpa kata, hanya jalannya saja yang sudah berubah, pincang. Lah wong pot bunga dari cor – coran beton ko ditendang….?

Perhatian buat yang sering melampiaskan kemarahan dengan menendang, memukul, perhatikan dulu media yang akan dijadikan sasaran pelampiasan kemarahan, kalau bisa cari plastik kresek saja untuk di tendang, atau bantal saja untuk dipukul, jangan kaca yah…?

Ki Dalang sempat mesem kecil diantara rasa sakitnya melihat raut muka Mas Bowo yang sengaja dikuat - kuatkan, setelah menendang pot bunga beton.

Devi, si dewi shinta yang jadi rebutan Prabu Rama Wijaya dan Rahwana. Bakul wadah jamu, dan botolnya berserakan di lantai beranda Ki Dalang sebagianya pecah. Ki Dalang yang masih menahan sakit mencoba untuk bangun dan membantu Devi mengumpulkan kembali botol beras kencur, kunyit, dan sachet – sachet jamu yang bertebaran. Tapi, tanganya ditampik oleh Devi, rambu tanpa kata kalau Devi tak membutuhkan bantuan Ki Dalang.

****************************************************************

DESA RANGKAT  menawarkan kesederhanaan cinta untuk anda,  datang, bergabung  dan berinteraksilah bersama kami (Klik logo kami)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun