Setelah selesai wukuf, kami kembali bersiap untuk menjalankan tahap selanjutnya dari rangkaian ibadah haji ini, yaitu bermalam di Muzdalifah. Untuk menuju ke Muzdalifah keberangkatan jemaah haji pun di atur waktunya secara bertahap, saya dan rombongan berangkat setelah magrib dengan menggunakan bis yang telah di sediakan. Sebelum berangkat, ada sedikit 'insiden' di maktab tempat kami tinggal, yaitu ada seorang jemaah yang 'kesurupan', ya, walaupun berada di tanah suci dan sedang menjalankan ibadah haji, ternyata 'setan' masih bisa juga menyusup ke tubuh salah seorang jamaah, dan ternyata sang setan pun rupanya setan indonesia karena dia meracau nya pun menggunakan bahasa indonesia bukan bahasa arab.  Saya tidak tahu bagaimana akhirnya karena beda bis keberangkatan dengan jamaah yang kesurupan itu, yang saya lihat walaupun sudah naik ke bis dia tetap berteriak teriak tidak jelas. [caption id="attachment_127784" align="aligncenter" width="663" caption="suasana di Muzdalifah ketika jamaah mabit"][/caption] Mabit di Muzdalifah adalah kewajiban dari beberapa kewajiban dalam haji karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mabit dan shalat Shubuh di Muzdalifah lalu berdzikir setelah shalat hingga langit kekuning-kuningan, dan beliau bersabda : "Ambillah manasikmu dariku". Maka orang yang haji tidak dinilai telah melaksanakan kewajiban ini jika dia shalat Maghrib dan Isya di Muzdalifah dengan jama' kemudian meninggalkan Muzdalifah. Sebab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memberikan keringanan meninggalkannya melainkan kepada orang-orang yang kemah setelah tengah malam. Dan jika seseorang tidak mabit di Muzdalifah, maka dia wajib membayar dam karena meninggalkan kewajiban. Dan telah maklum bahwa diantara ulama terdapat perbedaan pendapat tentang hukum mabit di Muzdalifah, ada yang mengatakan rukun, ada yang mengatakan wajib, dan juga ada yang mengatakan sunnah. Tapi yang terkuat dari beberapa pendapat tersebut adalah, bahwa mabit wajib dalam haji, dan bagi orang yang meninggalkannya wajib menyembelih kurban dan hajinya sah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dan bahwa mabit di Muzdalifah tidak diberikan keringanan untuk meninggalkannya sampai tengah malam bagian kedua melainkan kepada orang-orang yang lemah. Adapun orang-orang yang kuat maka yang sunnah bagi mereka adalah tetap di Muzdalifah hingga shalat Shubuh dan memperbanyak dzikir serta berdo'a kepada Allah setelah shalat hingga langit kekuning-kuningan kemudian bertolak ke Mina sebelum terbit matahari karena mengikuti sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Siapa yang tidak mampu sampai di Muzdalifah melainkan sehabis tengah malam dari orang-orang yang lemah, maka cukup bagi mereka muqim di Muzdalifah pada sebagian waktu kemudian meninggalkan Muzdalifah karena mengambil rukhsah (dispensasi). Dan Allah adalah yang memberikan pertolongan kepada kebaikan. Karena hanya 'semalam' saja di muzdalifah, di sana tidak disediakan tenda, jadi kita hanya bergeletakan saja di sebuah tempat lapang, saya kurang tahu buat yang pergi haji dengan fasilitas haji plus, tapi bagi haji reguler, kita hanya masuk ke sebuah area tanah lapang dan bermalam dengan beratapkan langit, buat yang beruntung bisa mendapatkan karpet atau alas tikar atau plastik yang tersedia, dan saya kebetulan termasuk yang 'tidak beruntung' karena hanya beralas tanah dan berbantalkan tas yang di bawa, tapi saya tetap menikmati mabit ini sebagai bagian dari pengalaman beribadah haji. Sambil menunggu subuh, kita juga bisa sekalian memunguti batu yang akan kita pakai melempar jumroh, batu ini banyak terdapat di sini dengan berbagai ukurannya. Menjelang pagi akhirnya  selesailah bermalam di muzdalifah, saya sendiri tidak tidur, hanya tidur tiduran saja, walaupun saya lihat banyak juga jamaah yang bisa dengan nyenyak nya tidur. Kami kemudian bersiap siap ke Mina untuk melempar jumroh. Kembali terjadi desakan dan antrian untuk naik ke bis, walaupun di batasi pagar sehingga agak tertib, tapi untuk mencapai ke pagar antrian itulah terjadi desak desakan antara para jamaah. Saya dan istri pun terpisah dari rombongan kami, tetapi walaupun demikian, kita bisa tiba di Mina dan kembali berkumpul dengan teman teman satu rombongan. BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H