Mohon tunggu...
Siswo Budi Utomo
Siswo Budi Utomo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi Manfaat untuk Bekal Akhirat

Never stop dreaming

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari tanpa Hujan

15 September 2021   17:42 Diperbarui: 16 September 2021   04:39 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hallo Kompasianer, sedikit bercerita mengenai pengalaman saya yang tinggal di Gresik bagian selatan, berbatasan dengan Krian-Sidoarjo. Dimana di kampung saya sangat sulit air. Pernah pada masa-masa dulu, kemaraunya lebih panjang. Untuk mandi saja kami harus membeli air.

Saat waduk desa mengering, itu pertanda kami harus membeli air. Mereka yang punya sumur di wilayah RT kami adalah yang bisa mengebor sumur dengan kedalaman setidaknya 70m. Membuat sumur tersebut tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Sumur-sumur yang kedalamannya 30 -40 m hanyalah sumur yang mengandalkan resapan air hujan.

Kadang kalau saya bercakap-cakap untuk membahas cuaca (weather) ketika mengajar kelas speaking bahasa Inggris secara online dengan student saya, mereka bilang  "disini hujan". Saya selalu irih pada mereka. Dalam hati selalu berkata, "bersyukurlah kamu yang sekarang mengalami cuaca hujan".

Saya saja untuk mengisi kolam ikan kadang menghitung debit air yang saya beli. Kalau debitnya sudah tidak cukup untuk bulan ini, maka ikan-ikan hias saya harus mengalah (tidak perlu ditambahin airnya). Kadang kalau air di kolam menguap, saya harus  olahraga, hehehe. Olahraga untuk ambil air dari waduk desa lalu saya tambahkan ke kolam saya.

Saat waduk dekat rumah dialirkan (baca dikuras) karena waktunya panen ikan, itu adalah petaka bagi  ikan saya dan saya, heheheh. Saya harus menambah jatah anggaran bulanan untuk membeli air. 

Bagi kami, tidak ada air atau hidup pada daerah yang sulit air  itu tidak mengenakkan sama sekali.  Apalagi kampung kami sebagian besar penduduknya adalah petani. 

Ketika hitungan kalender meleset,  hujan yang dinanti tak kunjung datang,  Anak-anak selalu mengumandangkan do'a dan pujian agar turun hujan. " Allahu ya kariim anzil 'alaina, minassama........." begitulah suara do'a-do'a dan pujian  yang dilakukan sambil menunggu imam mushola datang.

Penampakan ketika tidak turun hujan, tanah-tanah bergaris  membentuk lubang seolah retak-retak. Rumput-rumput benar-benar kering sampai mudah untuk terbakar api. Debu-debu makin bertebaran kesana kemari dan yang pasti kami harus menahan diri meski panas mencapai 33 derajat selsius, untuk tetap mandi sehari 2 kali saja dengan hemat air.

Petani-petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, Ladang/Sawahnya juga tidak berfungsi saat masa kemarau. Mereka beralih pada pekerjaan lain. Hmmmm, hal yang tidak mudah sejujurnya. Untuk beralih ke pekerjaan lain itu tidak semua orang sanggup menjalankannya. Dalam setiap pekerjaan baru  atau pekerjaan yang sudah ditinggalkan, untuk memulai lagi ke dalam pekerjaan tersebut tentunya membutuhkan persiapan, usaha, serta aktif untuk melakukan upaya-upaya yang mengantarkan pada penghasilan yang bisa diandalkan.

Pola pikir kita mungkin berbeda dengan mereka yang tidak mengandalkan air hujan untuk sumurnya. Kalau saya secara pribadi seumpama ada orang yang bertanya, "Pilih mana antara membeli emas atau tendon air yang besar"," Pilih menabung uang untuk ganti motor atau menabung uang untuk membangun sumur?", "Seandainya ada usaha yang ingin dijalankan di rumah, Pilih usaha pertanian, peternakan atau usaha sector lain?"," Seandainya ada calon kepala desa yang memiliki program pengelolaan air dengan calon lain yang programnya pembangunan pasar atau jalan, pilih mana?" Sepertinya anda sudah bisa menebak pilihan saya, karena di dusun kami, kami mengalami masalah sulit air itu , sudah terjadi sejak saya masih kecil.

Walaupun begitu saya masih bersyukur karena selama satu tahun, normalnya merasakan hujan sebanyak 4-6 bulan. Setelah kemarau pasti datang hujan. Sejujurnya daerah lain di jawa timur juga demikian, tetapi yang membedakan hanyalah  penduduk di dusun kami (dan mungkin desa secara keseluruhan)  sumurnya dan irigasi pertaniannya bergantung pada kali kecil dan tidak dilalui oleh sungai besar. 

Hari tanpa Hujan adalah penderitaan. Walaupun demikian,  Saya masih bisa bersyukur karena ketika saya membaca berita-berita di luar negeri yang mana di Zimbia dan Zimbabwe (Afrika Selatan) mengalami kekeringan. Dikutip dari https://earthobservatory.nasa.gov/images/146015/drought-threatens-millions-in-southern-africa. Dua negara tersebut mengalami masa kemarau yang terpanjang pada sepanjang tahun 2019.

Rasa-rasanya tahun 2019 adalah tahun kenangan di daerah saya juga sebagai tahun  yang durasi musim hujannya hanya 4 bulan. Dari Awal desember 2019 sampai 2020 Akhir bulan maret. Kebetulan sekali di Afrika juga terjadi kemarau panjang. Di saat yang sama, ternyata saya bisa bersyukur ketika melihat masih ada yang lebih berat cobaan yang dialami dibandingkan kampung kami yang tidak mengalami keadaan darurat seperti di 2 Negara Afrika Selatan

Beberapa hal yang dilaporkan ketika kekeringan di Afrika  pada sepanjang tahun 2019 adalah:

Menurut Federation of Red Cross and Red Crescent (IFRC), setidaknya 11 juta orang mengalami kelangkaan makanan akibat kekeringan tersebut. Hasil pertanian yang berupa bulir-buliran (padi, ketan, jagung dan semacamnya), turun sebanyak 30%; di Zimbabwe hampir mengalami kehabisan makanan pokok jagung, dimana turun hingga 53%, Peternakan di Afrika selatan pada waktu itu mengalami kerugian diakibatkan oleh adanya kelaparan. Binatang ternak yang hidup pada waktu itu juga terpaksa untuk segera dikomsumsi untuk mengatasi kelangkaan makanan pokok.

Keadan 'water level' di sungai Zambezi, dimana sungai tersebut ibarat mata air yang memberi rahmat bagi penduduk setempat, water levelnya lebih rendah dari pada sepanjang dekade. Ikan-ikan pada mati semua. Tidak hanya itu krisis energi juga terjadi di Afrika selatan pada waktu itu. Sumber energi listrik yang memanfaatkan energi air sungai tidak bisa bekerja seperti biasanya. Hidroelectrik Karbia Dam dimana ia biasanya mensuplai separuh listrik untuk Negara Zambia dan Zimbabwe, pada waktu itu hanya sanggup mensuplai antara 10-20% pada suatu wilayah di sana.

Penutup:

Begitulah Hari Tanpa Hujan, Akan terjadi kekeringan panjang.

Bila rekan-rekan ingin melihat artikel mengenai cuaca:

Berbagai cuaca di negeri ini dan di Eropa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun