Mohon tunggu...
Beni Siswanto
Beni Siswanto Mohon Tunggu... Guru - Entrepreneur

Belajar untuk lebih baik......

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar, Merdekakah Guru Honorer?

13 Desember 2019   05:31 Diperbarui: 13 Desember 2019   06:02 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini Kementerian Pendidikan mengeluarkan semacam empat kebijakan baru dengan mengusung tagline "merdeka belajar".  Kebijakan tersebut berisi empat point yang terdiri dari kebijakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional, penghapusan UN, penyederhanaan RPP, dan kebijakan zonasi. Dalam kebijakan yang dirumuskan tersebut menteri Nadim belum menyentuh ranah kesejahteraan guru honorer.

Saya adalah guru yang ketika Presiden Jokowi menunjuk mantan Founder Gojek tersebut menjadi menteri memiliki ekspektasi yang begitu tinggi kepada beliau. Saya berharap dalam massa kerja 100 hari yang pertama Menteri Nadim dapat menelurkan kebijakan yang membuat teman-teman guru honorer menjadi tersenyum. 

Saya berharap Menteri Nadim dapat membuat lompatan besar seperti yang dilakukan menteri M Nuh saat ditunjuk oleh Presiden SBY menjadi menteri langsung membuat program yang disebut bidik misi. Sebuah program beasiswa bagi anak tidak mampu dan berprestasi. Program tersebut menurut saya adalah program yang benar kongkrit dan dapat memberikan dampak yang luar biasa terhadap kualitas SDM di Indonesia.

Indonesi sudah merdeka 74 tahun yang lalu. Dalam kemerdekaan tersebut ada janji yang sangat mulia dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yaitu mencerdasakan kehidupan bangsa. Salah satu instrumen yang dapat mencerdaskan bangsa adalah guru. Guru memiliki peran yang tidak bisa digantikan oleh apapun dalam hal pendidikan. Namun sangat ironi saat ini guru semua belum merasakan "kemerdekaan finansial". Bukan berarti guru guru ini matrialistis atau mata duitan. Namun ini kebutuhan dasar mereka sebagai makhluk hidup. Para guru juga punya keluarga dan punya anak yang harus mereka hidupi dan cerdaskan lewat sekolah kesemua itu perlu biaya. Bagaimana mereka bisa memenuhi itu semua jika gaji mereka hanya Rp. 300.000 perbulan.

Situasi ini sunggu sangat ironi sekali dengan janji kemerdekaan yang sudah digaungkan 74 tahun yang lalu. Banyak guru-guru honorer yang menjadi tulang punggung bangsa dalam melunasi janji kemerdekan hidup dengan gaji yanh sangat minim. Bahakan ada guru yang mengaku saat dulu dia kuliah mereka memperoleh uang saku hingga 1 juta rupiah perbulan dari orang tua namun saat bekerja mereka hanya digaji 300 ribu. Ini adalah sedikit fakta yang mengagetkan kita semua. 

Menurut saya hingga saat ini negara belum benar-benar hadir dalam meyelesaikan permasalahan guru honorer dengan gaji yang tidak manusiawi. Bagimana mereka bisa mengajar dengan baik jika perut mereka lapar dan bagaimana nasib anak -anak mereka kedepan jika ayahnya hanya seorang guru yang bergaji 300 ribu. Permasalahan guru honorer hanya ramai saat menjelang pemilu namun sepi setelah pemilu.

Kita semua berharap kepada negara melalui Menteri Pendidikan agar dapat membuat kebijakan yang to the point terhadap permasalah guru ini. kebijkan tersebut benar benar langsung membereskan masalah kesejahteraan guru honorer. Pendidikan bukan hanya masalah kurikulum, zonasi, RPP, UN dan USBN. 

Namun jangan lupa ada guru-guru yang masih mencemaskan masa depan anak anak mereka disaat orang orang VIP dalam bidang pendidikan membahas habis-habisan masalah kurikulum dan lain sebagainya. Selain itu kebijakan tersebut jangan hanya berupa retorika dan bentuk aturan-aturan saya namun berupa upaya teknis yang dapat mengentaskan masalah kesejahteraan guru.

Saya sangat ingin, guru guru di Indonesia dihargai di masyarakat bukan karena jasanya saja. Namun perlu diingat ini adalah indonesia, orang akan memiliki kedudukan sosial yang dianggap baik jika punya penghasilan yang tinggi seperti dokter dan lainya. 

Saya ingin juga guru memiliki derajat yang sama dengan profesi lain bahkan lebih tinggi karena guru adalah induk dari semua profesi. Profesi yang lain tidak akan ada jika guru tidak ada. Sudah selayaknya guru memperoleh kedudukan yang mulia dalam masyarakat kita.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun