Mohon tunggu...
Siswagandi Bin Ismail
Siswagandi Bin Ismail Mohon Tunggu... -

Swastawan, satu istri tiga anak. Berusaha memperbaiki diri, peduli, sampai akhir kemudian nanti tiada lagi jasad di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Joni Adalah Sisi Lain Kemanusiaan

21 Oktober 2014   18:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:15 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

=JONI adalah SISI LAIN KEMANUSIAAN=

Joni, adalah anak tunggal dari pasangan om Yohanes (almarhum) dan ibu joni. Joni hanya mengenyam pendidikan sebatas SLTP yang tidak tamat dikarenakan faktor ekonomi dan faktor pengetahuan orang tua bahwa pentingnya pendidikan bagi anak-anak untuk bekal kemudian nanti jika anak sudah beranjak dewasa.

Om Yohanes orangtua bapak kandung Joni, semasa hidupnya menjadi penjaga parkir di se seputaran pasar (depan RS.Theresia Jambi). Almarhum berperawakan kecil, kulit hitam, dan rambut sangat kribo, jika ada yang ingat dengan penampilan beliau, beliau selalu tegak sebagai tukang parkir di depan seputaran RS.Theresia dengan “sisir bambu” selalu terselip di belakang pinggangnya..

Photo; Sisir bambu

Om Yohanes sebelumnya tinggal di bangunan 6x5m rumahnya sendiri, yang om Yohanes dapatkan dari usaha-usahanya sebagai tukang parkir, yang kebetulan om Yohanes sekeluarga mendapatkan kemurahan hati dari “tuan tanah/pak Gito”, beliau secara rela menyerahkan tanah seluas +/-100m2 karena atas jasa om Yohanes menunggu dan merawat hamparan tanah milik pak Gito yang saat itu dijualnya kepada Pengembang untuk dibangun perumahan. Ibu joni adalah ibuk nya joni yang melahirkan joni, dan ibu joni adalah kekasih dari om Johanes, dan Om Johanes setia kepada ibu joni sampai pada saat maut menjeputnya, dan melanjutkan kehidupan berikutnya di akherat.

Pendidikan memang berperan penting dalam sisi kehidupan manusia, baik pendidikan formal maupun informal. Jika Joni berpendidikan formal hanya sebatas SLTP tidak tamat, pendidikan informal pun tidak dia dapatkan dari sekolah maupun lingkungan keluarga, juga lingkungan masyarakat, karena paradigma tentang pendidikan ini berbeda. Bisa saja karena kondisi ekonomi keluarga om johanes, sehingga pendidikan Joni pun hanya sebatas bisa berbaca tulis.

Sepeninggalan almarhum om Johanes, Joni dan Ibu Joni tinggal dirumah warisan om Johanes yang berada di lingkungan orang-orang “berada” dilokasi komplek perumahan, dan bersentuhan langsung dengan warga masyarakat perumahan. Dengan kondisi ekonomi yang lemah (karena ibu Joni hanya sebagai buruh cuci, buruh pijat), Joni dan ibu Joni menjalani hidup dari hari ke-hari.

Joni kini meranjak dewasa, sudah bisa beradaptasi dengan kemiskinan, karena sejak bayi Joni akrab sekali dengan kemiskinan. Joni semakin sadar bahwa tidak mudah untuk menjalani hidup ini, apalagi dengan serba kekurangan.

Joni pun sudah terbiasa ikut-ikut kerja bangunan sebagai “kenek” dengan rombongan tukang-tukang dilingkungan RT tempat tinggal Joni, karena tidak ada keahlian yang dimiliki Joni. Dengan modal badan krempeng, kemauan yang kuat Joni menjalani, demi menyambung hidup Joni dan Ibuk Joni.

Jadi pekerja bangunan tenyata tidak serta merta membuat Joni betah untuk menghasilkan uang, mungkin karena fisik yang krempeng, sehinga joni pun bermasalah dengan pekerjaannya itu, sampai akhirnya tidak lagi menjadi buruh bangunan.

Mengisi keseharian, Joni ikut dengan rombongan pemain seni “kuda kepang” yang terkadang “main” di undangan-undangan yang mengundang Joni CS untuk bermain kuda kepang. Dari sini Joni banyak mendapatkan disamping penghasilan, tentu pergaulan Joni semakin luas dengan teman-teman nya sesama “pemain”.

Sudah dipastikan bahwa tidak setiap hari juga ada yang membutuhkan Joni CS untuk bermain “kuda kepang”, sehingga secara ekonomi, jadi “pemain” kuda kepang tidak bisa menopang kehidupan keseharian Joni dan Ibuknya, dan masalah ekonomi akan menjadi masalah terbesar bagi Joni dan ibuknya.

Hari berganti, mingu, bulan, bahkan tahun berganti, Joni dan Ibuknya menjalani hidup mereka berdua dengan “cara” mereka berdua, suka-duka. Pergaulan dikomplek perumahan pun menjadi kebutuhan dan kegiatan sehari-hari, bahkan teman-teman Joni pun sering berkunjung ke rumah Joni hampir setiap hari.

Tidak Menyangka!

Setelah kurang lebih dua bulan saya dan keluarga tinggal diKomplek Perumahan tersebut. Suatu malam sudah larut lewat dari pukul 22.00wib, SAYA dijemput oleh ketua pengurus Lingkungan Perumahan Pak H.Zuber Usman untuk melihat datang ke rumah Joni dan Ibuknya, yang informasi dari tetanga sekitar bahwa ada suara perempuan yang “teriak-teriak”, sehingga menimbulkan kecurigaan para tetangga, sampai akhirnya kami berkumpul didepan rumah joni untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.

Terlihat sepi dirumah Joni, dan salah satu dari kami mengetok pintu rumah joni, dan keluar Ibu Joni beserta Joni. Pak Zuber langsung menanyakan apa yang terjadi dengan suara teriakan perempuan tadi?, Joni pun menjelaskan bahwa perempuan yang berteriak itu adalah pacarnya Joni yang sedang duduk didepan rumah Joni dan melihat ada “penampakan” sehingga dia takut dan berteriak. Pak Zuber bertanya “Cewek yang teriak tadi dimano sekarang”?. “Sudah balik” jawab joni dan ibuknya hampir serempak.

Pak Zuber pun menjelaskan, bahwa sebenarnya sudah banyak warga yang resah dengan tamu-tamu yang berkunjung kerumah Joni, karena yang berkunjung itu rata-rata anak muda pasangan pasangan cewek cowok. Dan rombongan warga pun lambat laun pulang kerumah masing-masing, hanya saya bertiga dengan Joni beserta Ibuknya ngobrol-ngobrol tentang penampakan tadi.

Tidak lama kemudian, Pak Zuber datang lagi kedepan rumah Joni, beserta dengan warga lain juga. Pak Zuber dan pak Maskat atas masukan beberapa warga, mereka tidak percaya bahwasanya sudah tidak ada orang lain lagi didalam rumah Joni, sehingga terjadi kesepakatan untuk menggeledah rumah Joni. Ternyata, diluar perkiraan saya, bahwa memang ada perempuan “cewek Joni” di dalam kamar (karena hanya satu kamar di rumah Joni). Selanjutnya kami melakukan musyawarah, karena desakan warga untuk segera mengakhiri “kecurigaan” mesum di rumah Joni.

Terjadi kesepakatan, bahwasanya malam ini juga, pacar Joni diantar pulang kerumah orang tuanya, terus kemudian esok hari diadakan pembicaraan dengan keluarga perempuan untuk melaksanakan pernikahan. Ini menurut keterangan Joni dan Ibu Joni, mereka pacaran sebenarnya akan segera melaksanakan pernikahan secara Islam, tetapi karena kendala ekonomi sehingga pernikahan itu selalu tertunda.

Setelah kesepakatan itu, esok hari nya mendapat kabar dari pak Zuber, bahwa perempuan/cewek Joni tersebut notabene masih berstatus ISTRI ORANG. Sehingga sangat tidak mungkin menikahkan Joni dengan orang yang masih berstatus Istri Orang.

Dari hari itu, dan berita itu, sampai sekarang belum ada kelanjutan dari kesepakatan yang kami buat malam itu. Bahkan setiap saya lewat didepan rumahnya Joni masih ada selalu temen-temen joni yang datang kesana, tidak tahu apa kegiatan mereka disana.

Khawatir.

Dari berbagai informasi yang saya dapatkan, dan selalu muncul pertanyaan,

1.Apakah faktor ekonomi menjadi penyebab dasarnya “hidup bebas tanpa norma”, karena menurut selentingan informasi ibuk-ibuk komplek, bahwa setiap datangnya temen-temen joni selalu membawa “bingkisan”, baik itu makanan, gula, teh, kopi. Yang menghawatirkan saya adalah, jika benar faktor ini menjadi musabab, maka akan terjadi “home esek-esek” yang setiap mereka yang datang memberikan SEWA atas penyediaan tempat bagi mereka temen-temen joni yang berbuat mesum.

2.Apakah faktor pendidikan juga yang menjadi musabab, karena “ketidak tahuan” joni dan ibuk joni tentang norma agama, tentang dosa-dosa, tentang pergaulan masyarakat. Ini karena sudah beberapakali diberi pengertian terhadap mereka berdua, tetapi ini tetap saja berlanjut.

3.Peran Masyarakat sekitar?, apa yang harus kami lakukan terkait dengan persoalan sosial masyarakat tersebut. Karena Kehisudpan sosial kemasyarakatan sepertinya tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi ini.

4.Pemerintah? (RT,RW,Lurah,Camat,Wako,Gub,Presiden), dimana pemerintah harus berbuat, karena kemiskinan, baik miskin harta, miskin ilmu adalah disamping tangung jawab pemerintah, adalah tanggung jawab kita semua.

============================

Demikian tentang sekelumit persoalan sosial kemasyarakatan, yang kebetulan bersentuhan langsung dengan saya, mohon pencerahan, mohon arahan, mohon solusi alternatif, mohon masukan, atas semua yang saya tulis ini..

Penulis;

SISWAGANDI Hukama

LSM-AMPERA

2014

Sisir bambu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun