Mohon tunggu...
Sis Top515
Sis Top515 Mohon Tunggu... karyawan swasta -

biasa di panggil sistop

Selanjutnya

Tutup

Money

Kembali ke Era Sharing Ekonomi

14 November 2016   13:11 Diperbarui: 14 November 2016   13:23 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sharing economy bagi saya bisa di definisikan sebagai alat untuk mengurangi tingkat ke-aku-an dari sebuah asset yang di miliki dengan tujuan menghasilkan pendapatan. Ini terinspirasi dari islam yang memandang harta sebagai (sarana bertahan dan beramal) titipan bukan kepemilikan mutlak. Sehingga menjadi keniscayaan bagi mereka pemilik asset untuk men-sharing-kan assetnya agar timbul sumber penghasilan baru.

Contoh sharing economy bisa dilihat dari jaman awal islam mulai lahir dan berkembang, adalah pada saat pasca hijrah umat islam (Nabi Muhammad dan sahabat2nya) dari Mekkah ke Madinah. Para muhajirin (orang yang berhijrah/pindah) umumnya tidak membawa bekal apapun karena situasi genting di mekkah sebelum mereka hijrah dan/atau di rampas kafir quraish. Tahu kondisi para muhajirin yang secara ekonomi sedang terpuruk maka nabi Muhammad mempersaudarakan antara muhajirin dengan kaum anshor (penduduk madinah yg dgn tangan terbuka menerima para muhajirin).

Alkisah dipersaudarakanlah  salah seorang sahabat bernama Abdurahman bin auf (muhajirin) dengan Sa’ad bin al-Rabi (anshor) penduduk asli madinah yang secara ekonomi memiliki banyak  kekayaan. Begitu resmi mereka di persaudarakan tawaran dari Sa’ad sungguh sangat menggiurkan, “Saudaraku! Saya adalah penduduk madinah yang memiliki banyak harta, pilihlah dan ambilah harta yang kau butuhkan, kemudian aku juga mempunyai 2 orang istri lihatlah salah satunya yang mana yang menarik hatimu sehingga aku bisa men-talaqnya untukmu”. Tawaran tersebut tidak langsung di iyakan oleh abdurahman bin auf, dia menolak dengan halus dan berkata “mudah-mudahan allah memberikan berkah atas harta dan keluargamu”.

Langkah pertama dari tawaran saudara baru dari  abdurahman adalah minta di tunjukkan pasar. Bisa di bilang ini type khas seorang entrepreneur mencari/membaca peluang. Di pasar ia mengamati dengan cermat dan seksama, dari amatannya bahwa para pedagang di pasar itu menyewa lapak/tempat jualan di pasar tersebut kepada seorang yahudi (seperti lazimnya di beberapa pasar sekarang).Lalu di lihatlah peluang bahwa di sebelah pasar tersebut ada tanah yang kurang berharga, dari tanah itulah peluang muncul, dan abdurahman berani mengambil risiko untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan meminta saudara barunya untuk membeli tanah di samping pasar.

Dibuatlah petak-petak pada tanah sebelah pasar yang telah di beli oleh Sa’ad, lalu oleh abdurahman auf petak-petak pada tanah tersebut dan tidak di sewakan, melainkan para pedangang pasar di persilakan memakai petak tanah tersebut tanpa uang sewa tetapi dengan bagi hasil dari perdagangan pedagang tersebut dengan tariff se ikhlasnya. Dengan demikian pedagang tidak perlu mengeluarkan biaya sewa yang tinggi dan belum tentu bisa di tutup dari hasil ia berdagang. Dari sharing asset berupa tanah yang di petak-petak tadi abdurahman bin auf bisa di bilang telah memahami konsep sharing economy. Dan ini sudah ada 1400 th yang lalu men!!!

Jika sekarang muncul lagi sharing economy gaya baru dengan improvement melalui media digital seperti Airbnb, uber maupun gojek adalah bentuk kreativitas model dan cara aplikasinya. Bagi pencetus ide dan pengeksekusi gagasan sharing economy ini sangat layak di juluki entrepreneur. Kenapa layak? Karena setidaknya 3 kriteria pokok entrepreneur menurut hermawan kertajaya terpenuhi. 1. Opportunity 2. Take the risk dan 3. Sharing

Kriteria opportunityatau bisa membaca peluang mutlak harus ada pada seorang entrepreneur karena dari situlah bermula pemikiran yang akan menghasilkan kesempatan dan (kemungkinan) sukses berbisnis. Berani mengambil risiko tingkatan berikutnya setelah seorang entrepreneur menemukan peluang, kenapa disebut berani mengambil risiko? Karena peluang yang telah dapat ditangkap melalui analisa mendalam tadi belum tentu bisa menghasilkan keuntungan meski memiliki nilai jual yang luar biasa. Contohnya Go-jek meski telah berhasil memberikan 200.000 lebih lapangan kerja dan para tenaga kerjanya bahkan banyak yang bilang telah berhasil meningkatkan kesejahteraannya namun secara perusahaan belum menghasilkan laba.

Terakhir atau yang ke 3 adalah sharing, ini bisa di artikan bahwa seorang entrepreneur tak harus memiliki semua kemampuan di aspek bisnis (misal: manajemen, modal, pemasaran) oleh karena itu di butuhkan kemampuan untuk berani sharing agar bisnis yang di jalani bisa survive bahkan bisa lebih berkembang.

Pertanyaannya adalah why? Kenapa harus sharing economy

Berkembangnya jaman trend akan keinginan tiap konsumen selalu berubah mengikuti selera, saat saya masih kecil kira2 tahun 80 s.d awal 90an model swalayan seperti saat ini (mall, indomart dll) bukanlah pilihan yang menarik. Yang umum pada saat itu pembeli datang dan menyebut tiap item yang mau di beli dan penjual dengan sigap akan mengambilkan lalu menghitung jumlah pembayarannya. Ketika era itu berlalu dan bermunculan konsep swalayan dimana pembeli memasuki toko lalu memilih item barang apa saya yang dibutuhkan, bagi sebagian wanita ini hal yang sangat mengasyikkan 4jam keliing melototi item barang sambil wira-wiri bisa menjadi pengobat stress hehe. Seperti kita tahu tren swalayan saat ini masih mendominasi cara berbelanja saat ini.

Dan lagi-lagi dengan improvement digital kedua cara belanja di atas bisa dijalani dengan sambil duduk di kursi rumah ataupun kursi mobil via layanan belanja on line, baik barang baru ataupun bekas. Tanpa perlu tawar-menawar atau bahkan bisa menawar sampai penjual gregeten karena terlalu sadis nawarnya (maklum budget tipis selera besar) karena via online semua bisa di akomodir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun