Tak hanya menjadi simpanan saja, Kiran dijadikan pemulus segala peluang untuk karier Pak Tomo. Tomo mengajak Kiran ke pertemuan penting. Berkenalan dengan para pejabat dan berujung harus melayani para pejabat itu.
Misi Kiran hanya satu. Membuktikan kemunafikan orang-orang yang berkedok agama ke hadapan publik. Sampai akhirnya ia mendapatkan pengakuan bahwa selama ini dia benar dan tidak berbohong.
Setelah menonton film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa, penulis merasa bahwa isu yang diangkat bukan hanya sekadar nilai-nilai agama saja. Justru lebih kompleks dan luas lagi. Mulai dari cara pandang laki-laki terhadap perempuan, politik tai kucing, patriarki, dan tidak dipercayanya suara orang-orang kecil.
Menonton film ini tidak boleh setengah-setengah. Jangan terhenti di awal atau di tengah. Benar-benar harus dituntaskan sampai akhir. Termasuk tidak hanya terhenti membaca artikel ini saja. Akan banyak presepsi dan pandangan baru setelah menonton film Tuhan, Izinkan Aku Berdosa.
Hanya menonton sedikit atau setengah, hanya membaca kata orang saja di media sosial terkait film ini, hanya membaca review yang berseliweran di portal media online, sama sekali tak memberikan gambaran seutuhnya tentang film ini. Perlu ruang, waktu, pemikiran, dan perasaan untuk menghayati film ini. Hanya bisa dilakukan sendiri, tak bisa diwakili.
Penonton diajak berkenalan dengan karakter Kiran yang dibawakan apik oleh Aghniny. Menjadi akting terbaiknya selama berkarier di industri film Indonesia. Menghidupkan karakter Kiran yang mempertanyakan keadilan Tuhan. Bahkan menantang Tuhan karena begitu kecewa dengan keadaan.
Tak hanya kepiawaian Aghniny saja dalam memerankan karakter Kiran, film ini didukung dengan alur maju mundur. Entah mengapa alur maju mundur tidak sedikit pun membuat bingung. Justru malah membuat film dengan konflik yang berat tersampaikan dengan sederhana kepada penonton. Mudah untuk mengikutinya. Termasuk turut merasakan emosi Kiran yang menggambarkan sebab akibat dari pilihan hidupnya selama ini.
Sebenarnya review film ini akan jauh lebih lengkap jika penulis sudah membaca versi novelnya. Sayangnya, belum ada kesempatan untuk dapat menuntaskan novelnya. Meski begitu, saya rasa Hanung Bramantyo sudah mengemas film ini dengan versi terbaik dari segala sisi. Mulai dari pemilihan judul yang dipakai, inti cerita yang disampaikan, termasuk penutup cerita yang mengundang tanda tanya.
Hanung Bramantyo bak pesulap yang mengubah cerita kompleks menjadi tontonan yang nyaman untuk dinikmati. Unsur kekerasan yang ditampilkan pun tidak menjadi kengerian berkat ketegaran karakter Kiran. Adegan dewasa pun malah membuat penonton mencoba memahami dengan keputusan Kiran.