Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Memaknai Tangisan Lewat Film "Bolehkah Sekali Saja Kumenangis"

28 Oktober 2024   07:00 Diperbarui: 28 Oktober 2024   14:58 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

"Namun bolehkah sekali saja kumenangis. Sebelum kembali membohongi diri." Sepenggal lirik lagu yang dibawakan oleh penyanyi Feby Putri dan Fiersa Besari. Lagu yang mewakili isi hati jutaan pendengarnya. 

Lagu yang diberi judul Runtuh menjadi salah satu inspirasi dari film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis yang sedang tayang di bioskop. Mengambil sepenggal lirik lagu yang paling terngiang-ngiang dan menjadi favorit pada penggemalnya menjadi judul film. 

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis rilis pada 17 Oktober 2024. Sudah lebih dari seminggu dari hari penayangan, film ini tetap setiap mengisi bioskop-bioskop Indonesia. Tidak tersingkirkan oleh beberapa judul film baru yang berbeda genre. 

Dari judulnya saja, sudah dapat dipastikan penonton harus bersiap keluar dari bioskop dengan mata sembab. Setelah berderai air mata dengan gulungan tisu yang tak habis-habis. 

Film Bolehkan Sekali Saja Kumenangis membawa penonton menyusuri kisah seorang perempuan bernama Tari. Diperankan oleh Prilly Latuconsina. 

Sekilas Tari seperti perempuan seusinya. Kegiatannya bekerja, lalu pulang ke rumah. Seperti tidak ada masalah atau beban apapun. Hidup bersosialiasi dengan lingkungannya dan terus berusaha tegar agar terlihat baik-baik saja.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

Padahal, Tari memiliki luka dan trauma yang sangat dalam. Ia hidup dalam keluarga yang berantakan. Setiap hari harus menyaksikan sosok Ayah yang seharusnya menjadi cinta pertama anak perempuannya, justru begitu kejam dan tempramental. Tak bisa mengontrol emosi. Sering melampiaskan amarahnya kepada istri dan anaknya.

Ayah Tari diperankan oleh Surya Saputra. Sosok tempramental yang kerap melakukan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) kepada istri dan anaknya. Beban pekerjaan yang membuat emosinya memuncak, malah ia lampiaskan saat di rumah. Alhasil, istirnya yang selalu menjadi korban pertama. 

Tari kerap mendengarkan di balik pintu kamarnya. Sembari menutup mata dan beupaya menutup telinga semampunya agar tak mendengar adegan yang ia benci sejak dulu. Ia juga kerap menjadi korban selanjutnya dari kekerasan sang Ayah.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

Ibu Tari diperankan oleh Dominique Sanda. Seorang istri sekaligus Ibu untuk Tari yang memilih bertahan dengan kondisi rumah tangga yang bukan impiannya. Hanya bisa menangis, tertunduk, dan tak bisa melawan.

Tari tak mungkin meninggalkan Ibunya seorang diri. Meski ia sering membujuk Ibunya untuk pergi meninggalkan Ayah, tetap saja tak mempan. Tari hanya ingin melindungi Ibuya. Berusaha bertahan dan terlihat baik-baik saja. Padahal sebenarnya ia menyimpan penderitaan yang menjadi luka terdalam.

Konflik yang dialami oleh Tari membawa dirinya bergabung menjadi anggota support group yang ada di bawah koordinasi Nina. Diperankan oleh Widi Mulia. Tidak hanya Tari anggotanya, ada juga Agoy yang diperankan oleh Kristo Immanuel, Ica yang diperankan oleh Ummi Quary, dan anggora lainnya.

Mereka terdiri dari orang-orang yang membutuhkan ruang untuk bercerita. Butuh untuk sekadar didengarkan keluh kesahnya saja. Butuh dukungan dari orang lain. Tidak hanya Tari, anggota yang lain pun memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Misalnya Agoy yang begitu menyesal karena mengabaikan permintaan ayahnya sebelum meninggal. Sedangkan Ica selalu harus tampil ceria dan menyenangkan hanya karena berprofesi sebagai komika. Dan sederet permasalahan lain dari anggota yang lain.

Di tengah perjalanan memulihkan luka di hati, Tari bertemu dengan laki-laki yang baru ia kenal bernama Baskara. Diperankan oleh Dikta Wicaksono. 

Sama seperti manusia normal lainnya yang hidup dengan masalah. Begitu pun dengan Baskara. Baskara adalah anak sulung yang penuh kegelisahan karena gagal mencapai ekspektasi orangtuanya. Baskara gagal menjadi atlet basket profesional karena sebuah insiden yang menimpanya. Kegagalan itu membuat dirinya merasa menjadi manusia gagal dan terus disalahkan.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

Rumit. Ya, itu adalah kata yang dapat mewakili film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis. Mungkin konflik yang menimpa para tokoh terlihat biasa aja karena banyak orang yang tertimpa masalah serupa. Namun film ini ingin memberikan gambaran bahwa permasalahan setiap orang itu berbeda-beda.

Semua manusia di muka bumi ini pasti diterpa masalah kehidupan. Masalahnya beragam. Ada tentang percintaan, keluarga, persahabatan, karier, dan konflik lainnya. Dari permasalahan-permasalahan yang ada, kita kerap membandingkan masalah diri kita sendiri dengan apa yang menimpa orang lain. Merasa paling tersakit, paling tertindas, paling terpuruk, serta paling berat masalahnya. Tak jarang menganggap enteng masalah orang lain.

Padahal, sudah jelas bahwa manusia memiliki porsi dan kapasitasnya masing-masing. Termasuk tentang masalah yang menimpanya. Lewat film ini, penonton belajar untuk tidak menyepelekan masalah orang lain. Tidak juga merasa hidup ini tidak adil karena merasa paling berat masalah hidupnya. Percayalah, di luar sana lebih banyak yang memiliki masalah lebih berat, tetapi memilih untuk tidak berisik.

Namun, memutuskan untuk tidak berisik ternyata bisa saja membuat seseorang lebih menyimpan luka dan trauma yang lebih dalam dan jangka panjang. Pura-pura kuat agar seolah-olah baik-baik saja pun ternyata tidak menyembuhkan apa-apa. Yang tersisa hanya luapan rasa sakit yang mengendap dan sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

Lagi-lagi, penonton diberi makna yang menyentuh. Tentang memaknai tangisan. Banyak yang menganggap bahwa tangisan adalah simbol kelemahan. Bahkan sedari kecil, ada orangtua yang meminta anaknya untuk tidak menangis karena sudah dewasa atau dicap cengeng. 

Padahal, menangis itu bukan tanda kelemahan seseorang. Menangis bukan berarti cengeng. Menangis tidak memandang usia. Anak-anak atau orang dewasa boleh untuk menangis. Tidak ada larangannya. Tidak ada aturannya. Menangis adalah ekspresi menunjukkan rasa sedih, kecewa, bahkan terharu karena merasa senang sekali.

Menangis adalah perjalanan untuk kembali pulih. Maka, tak perlu lagi untuk menahan air mata. Air mata memiliki hak dan ruangnya untuk ke luar dari kedua mata pemiliknya.

Kualitas akting terbaik dibawakan oleh Surya Saputra yang tampil bikin kesal sepanjang menontonnya. Sebagai aktor senior yang memiliki jam terbang lebih banyak, tentu membuat Surya Saputra tampil memukau sebaga Ayah atau suami yang melakukan KDRT. Tatapan matanya dan lengkingan suaranya begitu menakutkan.

Dominique Sanda pun turut menggambarkan korban KDRT yang tak punya pilihan. Hanya bisa memilih bertahan meski sebenarnya setiap hari harus tersiksa secara fisik dan psikis. Takut mengambil keputusan dan tidak mudah untuk meninggalkan begitu saja. Menggambarkan korban KDRT di luar sana yang sulit untuk keluar dan melaporkan.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

Tentunya kesedihan film ini pun didukung oleh akting Prilly Latuconsina yang menjadi sorotan utama. Bukan kali pertama bagi Prilly memerankan tokoh yang terganggu kesehatan mentalnya. Akting menangis ia lahap dengan mudah. 

Namun sejujurnya, saja bosan harus melihat Prilly lagi dengan film yang hampir sama. Justru saya menantikan aktris muda lainnya yang bisa memberikan warna baru memerankan tokoh dengan gangguan kesehatan mental.

Sayangnya, saya tidak menemukan keunikan Dikta membawakan tokoh Baskara. Baskara ya seperti Dikta di layar kaca. Nampak tidak ada bedanya. Cara bicaranya, gesture tubuhnya, dan tatapan matanya. Sejauh ini menonton film dan serial yang dibawakan Dikta, saya belum menemukan faktor x yang membuat dirinya berani keluar dari zona nyaman.

Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)
Film Bolehkah Sekali Saja Kumenangis (2024). (Sumber: Dok. Sinemaku Pictures)

Meski di media sosial banyak yang menuliskan review bahwa film ini tidak semelow judulnya, bagi saya film ini sederhana tetapi menyentuh ke hati. Mengangkat isu KDRT, konflik keluarga, kesehatan mental, pentingnya dukungan dari lingkungan, dan isu lainnya yang banyak dirasakan oleh orang banyak. 

Setidaknya dengan adanya film ini, banyak jutaan manusia yang merasa terwakili. Walaupun untuk menyelesaikan masalah hidup pun tak selesai begitu saja setelah menonton film ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun