Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

FOMO Boneka Labubu Picu Impulsive dan Compulsive Buying

20 September 2024   07:00 Diperbarui: 20 September 2024   07:03 1689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayu Dewi dan Labubu koleksinya. (Sumber: Instagram @mrsayudewi via kompas.com) 

Bermula dari konten kreator di TikTok yang membagikan keseruannya berburu boneka Labubu. Tak hanya sekali atau dua kali saja, ia memborong seluruh boneka Labubu yang ada di etalase. Dari situlah saya baru tahu ada boneka Labubu yang sedang jadi trend bagi sebagian orang.

Kenapa saya sebut sebagian orang? Ya, karena harga boneka Labubu terbilang fantastis jika membeli yang aslinya. Bukan produk kw yang biasanya ditemukan di toko oren.

Harga boneka Labubu sangat bervariasi. Dilansir laman Pop Mart Indonesia, ada boneka Labubu seharga Rp270 ribu. Nampaknya itu yang paling murah. Lalu ada yang di atas satu juta, sehitar 1,2 juta hingga 2,5 juta rupiah. Penelusuran tak sampai disitu saja. Di beberapa e-commerce sampai menjual dengan harga 3,7 juta. Fantastis bukan untuk ukuran sebesar boneka biasa?

Bagi sebagian orang, harga itu terbilang terjangkau. Sesuai dengan besaran pemasukan setiap bulan dan saldo rekening yang terbilang aman meski diselipkan untuk memenuhi kebutuhan tersier.

Namun, bagi kaum mendang-mending yang penuh perencanaan dalam keuangannya, tentu akan berpikir seribu kali untuk mengikuti trend membeli boneka Labubu. Bukan karena tidak tertarik, tetapi karena memang budget yang dimiliki tak bisa menjagkau hargau boneka labubu. Apalagi mengingiat masih ada cicilan dan tunggakan. Duh, rasanya pusing meski hanya memikirkannya saja.

Membiarkan trend boneka Labubu berlalu begitu saja. Hanya melihat di media sosial dan kabar di media online tentang membludaknya pembelian boneka Labubu. Selebgram dan youtuber seperti berlomba mendapatka boneka labubu yang mereka incar. Sampai niat membuat video secara khusus saat membeli sampai unboxing boneka labubu.

Sebelum terjadi di Indonesia, trend Labubu ternyata sudah menyebar ke berbagai negara di Asia. Mulai dari Thailand hingga Singapura. Trend boneka Labubu semakin meluas setelah Lisa Blackpink memposting di Instagram potret dirinya yang sedang memegang Labubu Macaron.

Boneka Labubu diciptakan oleh seniman asal Hong Kong yang bernama Kasing Lung. Meski berasal dari Hong Kong, Kasing Lung tumbuh di Belanda.

Pada tahun 2019, Kasing Lung membuat kesepakatan dengan Pop Mart tentang perjanjian lisensi eksklusif. Sejak saat itulah, boneka Labubu laris terjual di Pop Mart Tiongkong. Bahkan menjadi oleh-oleh bagi wisatawan yang berlibur ke Negeri Tirai Bambu.

Keberadaan toko offline Pop Mart tidak hanya ada di Bangkok. Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam pun terdapat toko offline Pop Mart. Boneka labubu pun dijual diseluruh cabang Pop Mart. Membuat semua orang, khususnya orang Asia mengenal boneka labubu dan ikut trend membeli boneka ini.

Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa ternyata Labubu adalah karakter dalam buku cerita dongeng yang berjudul The Monsters. Labubu adalah peri kelinci dengan telinga runcing, gigi tajam dan runcing. Tubuhnya juga mungil. Labubu adalah karakter baik dalam buku dongeng itu. Kerap membantu orang lain membuat dirinya menjadi tokoh protagonis yang baik hati. Namun, labubu kerap melakukan hal-hal buruk karena tidak sengaja ia lakukan.

Dalam cerita dongeng The Monsters, Labubu memiliki sejumlah teman. Teman Labubu adalah Zimomo, Tycoco, Spooky, dan Pato. Karakter yang paling terkenal karena banyak disenangi adalah Labubu.

Boneka Labubu. (Sumber: instagram.com/popmartid via kompas.com) 
Boneka Labubu. (Sumber: instagram.com/popmartid via kompas.com) 

Fenomena ini membuktikan bahwa tidak hanya anak kecil yang senang dengan boneka. Orang dewasa pun ternyata senang dengan boneka. 

Anak-anak menyukai boneka karena lucu. Dijadikan teman bermain bahkan teman tidur.

Orang dewasa pun ternyata membeli dengan alasan yang sama. Alasannya karena lucu dan sebagai teman tidur. Kalaupun tidak menjadi teman tidur, akan tersimpan di lemari. 

Banyak orang dewasa yang memang secara khusus melabeli dirinya kolektor boneka. Mengoleksi berbagai boneka yang ia senangi dari zaman ke zaman. Termasuk tak mau ketinggalan dengan trend boneka Labubu.

Namun, ada pula yang hanya sekadar ikut-ikutan trend saja. Melihat semua orang membeli boneka Labubu, ada rasa ingin mengikuti perilaku itu. Beranggapan bahwa akan terlihat keren jika memiliki boneka Labubu. Kalau tidak membeli, rasanya seperti ada yang kurang bahkan takut di pandang sebelah mata oleh orang-orang di sekitarnya.

Fenomena itu dikenal dengan sebutan FOMO atau Fear of Missing Out. FOMO adalah perasaan seseorang takut tertinggal oleh hal yang sedang populer. Meski tidak sanggup membelinya, ia akan mengusahakan agar mampu dan tidak ketinggalan.

Ayu Dewi dan Labubu koleksinya. (Sumber: Instagram @mrsayudewi via kompas.com) 
Ayu Dewi dan Labubu koleksinya. (Sumber: Instagram @mrsayudewi via kompas.com) 

FOMO boneka Labubu nampaknya sampai ke masyarakat Indonesia. Panjangnya antrean calon pembeli boneka Labubu di stan Pop Mart, yang digelar di Gandaria City Mall. Antrean tersebut sangat ramai. Pembeli sampai rela mengantre selama berjam-jam untuk mendapatkan boneka Labubu.

Pengalaman ini disampaikan langsung oleh salah satu pembeli bernama Kerin Wiryametta (27) warga Tangerang kempada tim kompas.com. Setelah lebih dari 7 jam mengantre, Kerin mendapatkan boneka Labubu dengan harga 239.000.

Tidak hanya Kerin, warga asal Jakarta bernama Talitha (28) mengaku sudah mengantre di gandaria City sejak jam 5.30 pagi. Sengaja berangkat subuh, tetap saja antrean sudah panjang. Pukul 10.30 WIB, ia baru bisa masuk ke toko untuk membeli boneka Labubu. 

Pengalaman war boneka Labubu lebih parah dibagikan oleh Adeline (22), warga Jakarta. Ia dan teman-temannya merasa tidak beruntung karena mengantre dari jam 7 pagi hingga jam setengah 12 malam. Itu berarti, total waktu yang dihabiskan untuk mengantre selama 17 jam.

Fenomena ini tidak hanya menimbulkan FOMO saja, tetapi tanpa sadar membuat seseorang membeli sesuatu dengan berlebihan. Tanpa mempertimbangkan banyak faktor, yang terpenting adalah dapat membeli boneka Labubu seperti orang lain.

Pop Mart begitu cerdik memanfaatkan fonomena ini. Mengeluarkan produk edisi terbatas menjadi salah satu cara untuk membuat masyarakat semakin menjadi berlomba-lomba mendapatkan barang yang sedang trend. Menciptakan kesan eksklusif bagi siapa saja yang memiliki produk edisi terbatas itu.

Ditambah lagi dengan postingan Lisa Blackpink yang semakin membuat boneka Labubu memiliki daya jual lebih. Pengikut Lisa Blackpink tak mau ketinggalan untuk memilikinya. Mengikuti apa saja yang menurut idolanya adalah sesuatu hal yang keren.

Lisa Blackpink mengunggah boneka Labubu di akun Instagramnya. (Sumber: Instagram/lalalalisa_m via rri.co.id) 
Lisa Blackpink mengunggah boneka Labubu di akun Instagramnya. (Sumber: Instagram/lalalalisa_m via rri.co.id) 

Strategi ini ternyata berhasil. Membuat sebuah boneka tidak hanya sekadar memiliki daya jual saja. Namun dapat menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan untuk mendapatkan validasi sosial. 

Yang terjadi adalah impulsive buying bahkan complusive buying. Impulsive buying adalah kebiasaan membeli barang tanpa memikirkan manfaat dan kebutuhan yang sebenarnya. Tanpa ada perencanaan, secara tiba-tiba membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan dan tidak ada manfaatnya.

Hanya karena sekadar ikut-ikutan saja, akhirnya membeli boneka Labubu. Bahkan sampai rela antre berjam-jam.

Sementara itu, compulsive buying tidak hanya sekedar membeli barang yang tidak direncanakan, tapi ada kecenderungan untuk membeli banyak barang yang tidak dibutuhkan. Perilaku ini dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dan meningkatkan suasana hati.

Agar mendapatkan validasi dari lingkungan sekitar, tak mau ketinggalan untuk memiliki boneka Labubu dengan berbagai versi yang sedang trend saat itu.

Sebenarnya tidak akan menjadi masalah membeli barang atau sesuatu jika memang keadaan keuangan yang stabil. Memiliki dana lebih untuk foya-foya, termasuk membeli barang hanya demi mengikuti trend. Memenuhi hasrat akan pengakuan dari orang banyak atau takut tertinggal dari orang lain.

Permasalahannya adalah kesulitan keuangan yang semakin diperparah dengan pemenuhan barang yang tidak semestinya dibeli. Implusive buying dan compulsive buying yang memperparah keadaan keuangan seseorang.

Bukannya menyelesaikan masalah, justru malah mengundang masalah baru. Tak jarang malah menimbulkan penyesalan ketika trend berakhir. Alhasil, yang didapatkan hanya kepuasan semu yang berlaku saat itu saja. Tidak berlangsung lama.

Sebelum terjebak pada implusive ataupun compulsive buying, kaum mendang mending alangkah lebih bijaknya untuk mempertimbangkan banyak faktor sebelum ikut membeli boneka Labubu. Cermati lagi alasan membeli boneka Labubu. 

Apakah memang tertarik atau suka dengan karakter Labubu? Misalnya memang suka dengan cerita The Monster. 

Apakah hanya sekadar ikut-ikutan trend saja? Ingin mendapatkan validasi dari banyak pihak agar dianggap keren dan tidak ketinggalan zaman. 

Labubu Ria Ricis. (Sumber: YouTube Ria Ricis)
Labubu Ria Ricis. (Sumber: YouTube Ria Ricis)

Percayalah bahwa sebuah trend akan selalu berubah-rubah. Tidak akan ada akhirnya jika terus menerus memenuhi keinginan untuk mengikuti trend. Hari ini trend tentang A, besok bisa saja berubah menjad B. Tidak mudah untuk diprediksi. Tidak akan ada yang tahu seperti apa ke depannya.

Mengikuti trend secara terus menerus memang memberikan kesenangan bahkan kepuasan. Namun perasaan itu hanya sesaat saja. Sebuah kebahagiaan yang semu yang bisa saja berakhir sebuah penyesalan karena malah menimbulkan masalah baru terkait keuangan di masa depan.

Untuk itu, sudah sebaiknya kita dengan cermat dan bijak dalam memutuskan sebuah pembelian. Dengan begitu, kita tidak asal dalam mengambil keputusan. Termasuk cepat dalam memutuskan sebuah pembelian sesuatu. Bisa dipertimbangkan dampak apa yang didapatkan dari barang itu. Mulai dari manfaat dan kegunaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun