Kepindahan M ke rumah neneknya bukan bermaksud untuk merawat neneknya yang sakit. Justru M ingin mendapatkan hati neneknya agar mendapatkan warisan, yaitu rumah yang ditempati oleh nenek. Dengan begitu, M tidak perlu kebingungan lagi untuk mencari uang.Â
Segala upaya M lakukan untuk menarik simpati neneknya. Mulai dari membantu membereskan rumah, membantu memenuhi kebutuhan dan keperluan nenek, dan tentu mengurus neneknya. Bahkan ikut membantu dagang bubur di pagi hari meski bangun terlambat.
Di sela-sela mendapatkan hati nenek, M malah menemukan pelajaran berharga tentang kasih sayang seorang Ibu yang tak mengenal waktu. Amah adalah seorang Ibu dan Nenek yang baik. Tidak pernah mau merepotkan anak dan cucunya. Selalu berpura-pura baik-baik saja di hadapan anak dan cucunya.
M menyaksikan langsung betapa kesepiannya hidup seorang diri di hari tua. Bingung harus melakukan apa seorang diri. Kesehariannya hanyalah menunggu kehadiran anak dan cucunya di teras rumah. Menantikan penuh harap akan ada yang mau menjenguk atau sekadar menemaninya berbincang di sore hari.
Tidak hanya rasa sepi, M juga melihat ketulusan seorang Ibu kepada anak-anaknya. Amah memiliki 3 anak. Anak pertama sudah berkeluarga dengan kehidupan yang terjamin karena hasil jual beli saham. Anaknya kedua adalah pengangguran. Hidupnya berantakan dan terlilit hutang. Anak perempuan satu-satunya adalah Ibunya M yang harus kerja setiap hari untuk menghidupinya dan M.
Meski anak-anak Amah sudah dewasa dan memiliki kehidupan sendiri, tak pernah sedetikpun Amah tak memikirkan anak-anaknya, bahkan cucunya. Namun ada saja tingkah anaknya yang membuat M sakit hati. Menyaksikan uang simpanan Amah dari hasil jualan bubur diambil diam-diam oleh salah satu anak Amah.
Di sisa-sisa terakhir Amah, M diajak untuk mengunjungi rumah kakak Amah. Rumah mewah yang sangat berbanding terbalik dengan rumah yang Amah tempati. Mulanya keduanya temu kangen. Melepas rindu sambil menari dan bernyanyi bersama. Namun semuanya berubah ketika Amah menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk meminta hak warisannya guna membeli tanah pemakamannya kelak.Â
Diterima manis bukan berarti akan mendapatkan akhir yang manis. Penolakan harus ditelah oleh Amah. M yang menyaksikan itu semua tersadar bahwa warisan keluarga begitu sensitif dan diperebutkan banyak pihak. Seolah semua anak menganggap dirinya berhak dan pantas untuk mendapatkan warisan orangtuanya.
Kekecewaan tentang warisan pun harus M dapatkan. Rumah itu diwariskan kepada anak Amah yang pengangguran. Padahal di sisa-sisa hidupnya Amah, M yang selalu menemani. Merawat Amah dengan penuh sabar karena tak jarang Amah mengomel dan menyuruhnya hal-hal yang memusingkan.