Sedang ramai di media sosial menyoroti jejak digital seorang pejabat publik dalam akun pribadinya. Sebuah cuitan tahun 2010 sampai 2011 di media sosial Twitter yang kini berganti nama menjadi X, diungkit oleh warganet karena pernyataannya terdahulu tidak sesuai dengan apa yang hendak dilakukan oleh pemilik akun di masa sekarang.
Bukan tanpa sebab, momentum Pilkada 2024 menjadi latar cuitan ini menggelitik netizen. Masyarakat yang dibarengi dengan kemajuan teknologi lebih melek dalam menentukan pilihannya. Termasuk sampai mencari tahu jejak digital bakal calon kepala daerah.
Ridwan Kamil sebagai calon gubernur DKI Jakarta dari Koalisi Indonesia Maju sedang menjadi sorotan di berbagai media nasional. Kiprahnya dalam membangun Bandung dan Jawa Barat tak luput dari sorotan. Namun yang cukup menggelitik adalah aksi netizen yang kembali mengorek-ngorek akun pribadi media sosial sang politisi ini. Menulusuri jejak digital dari mantan Gubernur Jawa Barat.
Melihat kiprah RK dalam dunia politik memang tak bisa lepas dari keaktifannya menyapa warga di media sosial. Terbilang sebagai pejabat publik yang rutin membagikan kehidupannya di media sosial. Aku media sosial X miliknya pun memiliki 5,5 juta pengikut dengan 44.700 unggahan sejak 2009.
Semenjak jejak digitalnya dicari oleh netizen, beberapa cuitannya pun viral dan mendapatkan banyak kritikan. Seperti cuitan yang diunggah pada 6 Juni 2011, ”Tengil, gaul, glamor, songong, pelit, gengsian, egois, pekerja keras, tahan banting, pamer, hedon. Itu karakter orang JKT. #citybranding”.
Tak hanya membahas tentang Jakarta yang kini menjadi daerah pencaloannya, ia juga pernah mengkritik DPR dengan sebutan "Dada Paha Rata" dan "Dewan Penipu Rakyat". Diunggal pada 9 Juni 2010.
Cuitan Ridwan Kamil tersebut memang diunggah sebelum ia terjun di dunia politik sebagai Wali Kota Bandung. Namun nampaknya netizen tidak peduli dengan perbedaan waktu yang ada. RK tetap mendapatkan kritikan bahkan mendapat tantangan untuk menggunakan baju Persija (club sepak bola dari Jakarta) di Bandung.
Sang pemiliki akun sudah memberi klarifikasi dan sepenuhnya mengakui unggahannya itu memang benar ia tulis. Ridwan Kamil juga mengaku kurang bijak, kurang literasi, bahkan kurang sopan dalam bermedia sosial. Ia meminta maaf atas cuitan lamanya itu.
Dari kasus tersebut, dapat kita ambil kesimpulan betapa dahsyatnya pengaruh jejak digital yang ada. Sampai bisa menjatuhkan citra seseorang di hadapan masyarakat luas. Terbukti meskipun sudah meminta maaf, netizen masih saja gemas memberikan komentar di media sosial.
Mungkin masih ada yang berpikir bahwa hal ini akan terjadi pada publik figure saja yang memang memiliki banyak pengikut di media sosial. Ternyata pernyataan tersebut terbantahkan jika kita mengingat video viral pada bulan Mei 2024 lalu. Akun TikTok @lovinbrunette menjadi sorotan setelah video menertawakan seorang ibu yang sedang melihat postes film di bioskop.
Sekilas, pemilik akun yang sedang merekam ibu itu seperti sedang menertawakan dan merendahkan. Seolah apa yang dilakukan oleh ibu tersebut terlihat norak. Netizen geram dan menuliskan banyak kritikan. Membuat video itu viral dan diunggah ulang oleh berbagai akun.
Sang pemilik akun pun meluruskan maksud dari video itu. Bahwa sebenarnya ia tidak bermaksud untuk merendahkan. Namun baginya terlihat lucu akan tingkah seorang ibu yang ia temui di bioskop itu.
Meski sudah memberi klarifikasi, netizen seolah menutup telinga sampai mencari tahu tempat kerja dari pemilik akun. Sampai akhirnya, pihak Honda Mitra Sehati Bogor mengambil tindakan atas perilaku pegawainya itu meski tidak dilakukan pada saat jam kerja ataupun menggunakan atribut perusahaan. Secara resmi, Honda Mitra Sehati Bogor menyampaikan bahwa yang bersangkutan sudah dikeluarkan.
Kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat biasa yang hanya memiliki pengikut sedikit di media sosial bisa mendapatkan banyak permasalahan serta dampak negatif dari unggahannya di media sosial. Bahkan keteledorannya terkiat menjaga etika dalam menggunakan media sosial, membuat seseorang karier yang tengah dibangun hancur seketika.
Menjadikan dua kasus di atas sebagai contoh bukan maksud ingin menjatuhkan atau menambah keributan lebih luas lagi. Justru lewat dua kasus tersebut, kita bisa mendapatkan pembelajaran yang sangat berharga. Bahwa ternyata dalam menggunakan media sosial harus dibekali kesadaran dan kebijakan dalam menggunkannya. Sehingga dapat menghindari hal-hal yang merugikan diri sendiri ataupun banyak orang.
Gunakan media sosial sesuai dengan kebutuhan. Jika media sosial hanya sekadar dijadikan tempat untuk mendokumentasikan moment saja, kamu bisa mengunci aku mendia sosialmu dan menyaring siapa saja yang bisa mengakses media sosialmu. Misalnya saja hanya keluarga dan kerabat dekat saja.
Begitupula ketika menjadikan media sosial sebagai tempat untuk berekspresi. Seperti membuat konten yang kamu suka ataupun untuk membangun personal branding demi kemajuan karier. Kamu bisa memanfaatkan dengan baik fitur media sosial yang tersedia dengan bijak. Mengunggah hal-hal yang sesuai dengan tujuan awalmu.
Terutama ketika berinteraksi dengan pengguna lain di media sosial. Tetap harus menjaga sikap dan mengedepankan etika. Meski media sosial bebas digunakan oleh siapa saja, bukan berarti dapat seenaknya hingga mengabaikan perasaan orang lain. Apalagi sampai membuat sindiran tajam hanya untuk menjatuhkan seseorang atau kelompok saja.
Kemudahan mengakses informasi di media sosial, membuat penggunanya harus menyaring informasi yang didapat. Ketika hendak mengunggah ulang sebuah informasi, pastikan terlebih dahulu bahwa informasi itu akurat. Dengan melihat sumber informasi dan mencari informasi dari sumber lain sebagai penguat. Tak ketinggalan untuk mengunggah sesuatu pada momentum yang tepat demi menghargai dan menghindari konflik.
Perlu untuk diingat bahwa jejak digital sangat sulit untuk dihapus. Terbilang melekat dan meninggalkan sebuah bukti nyata yang bisa diakses oleh siapa saja. Sekalipun kamu mengunci akun media sosialmu, tetap saja akan ada pengguna yang lebih cerdik membobol akunmu tanpa perlu menjadi pengikutmu. Termasuk unggahan yang telah kamu hapus di media sosial, bukan berarti hilang selamanya. Para hacker jauh lebih canggih dari apa yang kamu bayangkan.
So, jangan menyesal di kemudian hari karena kecerobohanmu dalam mengunggah sesuatu di media sosial. Pikirkan baik-baik ketika hendak mengunggah sesuatu di media sosial. Pastikan tidak ada yang tersinggung, memiliki dampak positif bagi banyak pihak, dan tidak merugikanmu di masa yang akan datang.
Perlu ditanam pula bahwa ada hal-hal yang tidak perlu diunggah di media sosial. Hanya diri sendiri yang berhak tahu atau orang-orang terdekat saja. Tidak semua hal harus diunggah di media sosial.
Yuk, lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H