Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dear Gen Z, Jangan Terjebak Fenomena FOMO, YOLO, dan FOPO!

13 Agustus 2024   17:00 Diperbarui: 13 Agustus 2024   18:28 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cemas dengan pendapat netizen di media sosial. (Sumber: shutterstock kompas.com) 

Pernah merasa tertinggal informasi dari media sosial? Padahal, baru saja bebera menit tidak berselancar media sosial karena harus menjalani kehidupan nyata yang sebenarnya. Seperti mandi, makan, sekolah, belajar, bekerja, ataupun mengerjakan aktivitas lainnya setiap hati. Meski baru saja membiarkan ponsel tergeletak begitu, berasa sudah ketinggalan banyak informasi. 

Ketika menyempatkan membuka ponsel, benar saja. Informasi terbaru sudah berseliweran di media sosial. Menjadi trending. Teman di media sosial sudah lebih dulu update memberikan komentar sana-sani. Alhasil kesal sendiri karena keduluan oleh orang lain. Seolah ketinggalan informasi meski baru saja melewatkan ponsel beberapa menit saja.

Belum lagi ketika teman di media sosial membagikan aktivitasnya yang terlihat mewah dan keren. Duh, rasanya hati ingin begitu gusar melihatnya. Ingin membagikan postingan yang lebih keren agar mendapatkan banyak like dan komentar dari netizen. Berharap menjadi trending bahkan muncul di FYP orang lain.

Demi mencapai itu semua, rela melakukan apapun meski tidak sesuai dengan penghasilan. Liburan ke tempat mewah dan sedang viral-viralnya, membeli barang-barang terbaru, atau sekadar nongkrong cantik di restoran yang sedang jadi perbincangan banyak orang. Tak lupa untuk membagikan momentum itu ke media sosial. Dengan mengabadikannya dalam bentuk foto atau video. 

Tak hanya satu jepretran aja. Puluhan bahkan ratusan jepretan demi mendapatkan hasil yang terbaik. Tak lupa diolah dulu menggunakan aplikasi edit foto atau video. Mencari filter ataupun animasi yang paling keran serta menambahkan lagu yang sedang hits sebagai latar postingan tersebut.

Segala upaya sudah dilakukan sampai beralsan bahwa hidup hanya sekali sehingga tak apa melakukan apapun, ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi. Meski sudah berusaha keras mendapatkan jepretan paling terbaik, tetap tak mendatangkan banyak like atau komentar di media sosial. Merasa gagal mendapatkan pengakuan dari orang lain. 

Gambaran di atas menjadi sebuah fenomena yang sedang terjadi di generasi muda. Khususnya generesi Z. Atau mungkin ada diantara kalian yang mengalami hal yang serupa?

Fenomena sosial yang terjadi saat ini disebut FOMO, YOLO, dan FOPO. Ketiganya tidak bisa lepas dari pengaruh media sosial. Bagaimana tidak, media sosial bak menjadi saksi hidup seseorang. Segala aktivitas tertuang di sana. Tak hanya aktivitas, untuk mendapatkan informasi apapun bersumber dari sana.

Ketiga istilah fenomena sosial yang sedang menggerogoti genersi Z, tidak asing lagi di telinga kita. Misalnya saja untuk istilah FOMO, biasanya dijadikan sindiran bagi penonton sepak bola timnas Indonesia yang hanya sekadar ikut-ikutan aja. Tidak mengikuti informasi bola secara utuh, yang terpenting ikut nonton ke stadion, lalu update di media sosial dengan atribut merah putih yang super lengkap. Tak lupa berteriak menyebut nama pemain yang paling tampan dan sedang hits kala itu.

Istilah YOLO juga dijadikan sebagai tameng atau alasan untuk melakukan sesuatu. Mumpun masih muda, mumpung ada kesempatan, dan hidup hanya sekali. Alhasil rela melakukan apapun untuk mendapatkan apa saja yang diinginkan. Mengabaikan batasan kemampuan.

Tuntutan fenomena YOLO karena ada tuntutan dari FOPO. Di mana seseorang merasa takut dengan pendapat dari orang lain. Daripada orang lain mencap dirinya kudet (kurang up date) atau bahkan kampungan karena tak membagikan postingan yang keren, alhasil YOLO menjadi alasan untuk mendapatkan validasi dari orang lain.

Sebelum membahas dampak dari ketiga fenomena sosial ini, kita harus tahu dulu penjelasan yang lengkap terkait dengan FOMO, YOLO, dan FOPO. 

Ilustrasi scroll media sosial. (Sumber: Diabetes.uk via kompas.com) 
Ilustrasi scroll media sosial. (Sumber: Diabetes.uk via kompas.com) 

FOMO singkatan dari Fear of Missing Out. Fenome FOMO muncul karena faktor psikologis dan sosial yang mempengaruh presepsi dan perilaku seseorang. Seseorang yang mengalami FOMO, sedang merasa takut tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. Aktivitas ini bisa berupa seperti beria terbaru, tren yang sedang ramai, dan kegiatan lainnya yang sedang viral di mana-mana. 

Peranan media sosial sangat mempengaruhi fenomena FOMO. Di mana media sosial begitu cepat berubah-rubah segala informasi yang dibagikan di sana. Tidak mudah untuk diprediksi. Ketika 5 menit saja seseorang meninggalkan dunia media sosial, lalu saat kembali membuat media sosial, dia akan mendapatkan informasi terbaru yang sudah update sejak 5 menit yang lalu. Hal ini sangat memungkina seseorang merasa cemas karena telat mendapatkan informasi.

Rasa cemas dan ketidakbahagiaan pun bisa diakibatkan dari fenomena FOMO imbas dari media sosial. Melihat teman yang membagikan kehidupan pribadinya dalam media sosial, terlihat begitu menarik dan membuat iri hati. Yang terjadi adalah membandingkan kehidupan pribadi dengan kehidupan orang lain di media sosial yang sebenarnya belum tentu keberannya seperti apa. Bisa saja hanyas sebuah jepretan yang di edit dan penuh settingan semata.

Ilustrasi YOLO. (Sumber: kompas.com)
Ilustrasi YOLO. (Sumber: kompas.com)

Sedangkan YOLO adalah singkatan dari You Only Live Once. Sama seperti FOMO, bahwa YOLO juga terjadi karena faktor psikologis dan sosial yang memengaruhi persepsi dan perilaku individu. Namun bedanya, YOLO menganggap bahwa menikmati kehidupan adalah yang utama sehingga bisa bebas melakukan apapun sesuka hati. 

Fenoma YOLO terjadi bisa saja terpicu karena adanya fonemena FOMO. Seseorang yang merasa tertinggal, mencoba untuk menggapai sesuatu itu agar tidak ketinggalan dari orang lain. Alhasil, cara ampuhnya adalah dengan alasan untuk menikmati kehidupan.

Misalnya ketika seseorang melihat temannya sedang liburan di suatu tempat wisata yang sedang viral. Tempatnya bagus dan tentu sedikit menguras isi rekening. Berbekal rasa tidak ingin ketinggalan up date, apapun caranya harus pergi berlibut ke tampat wisata itu. Dengan dalih hidup hanya sekali, maka harus dinikmati. Jangan sampai disia-siakan.

Padahal, budget yang dikeluarkan tidak sesuai dengan isi saldo rekening. Belum lagi jatah cuti di kantor yang sudah habis. Alhasil harus pinjam sana-sini dan terpaksa bolos kerja dengan ganjaran potong gaji. Bukannya mendapatkan kebahagiaan, justru malah mengundang masalah baru.

Ilustrasi cemas dengan pendapat netizen di media sosial. (Sumber: shutterstock kompas.com) 
Ilustrasi cemas dengan pendapat netizen di media sosial. (Sumber: shutterstock kompas.com) 

Terakhir, istilah FOPO merupakan singkatan dari Fear of Ther People's Opinions. Lagi-lagi sama karena FOPO juga merujuk dari faktor psikologis seseorang yang mempengaruhi presepsi dan perilakunya. Masih ada kaitannya, bahwa FOPO membuat seseorang merasa cemas karena khawatir atas pendapat orang lain. 

Misalnya karena merasa tertinggal dari orang lagi, seseorang merasa cemas akan pandangan orang lain terhadap dirinya. Takut dianggap tidak gaul atau bahkan ketinggalan zaman. Alhasil, ia akan melakukan apapun agar bisa mendapatkan validasi dari orang lagi. Lagi-lagi dengan tameng bahwa hidup hanya sekali.

Sebenarnya dalam menaggapi fenomena ini bergantung pada sudut pandang seseorang. Generasi Z dapat menyikapi fenomena ini dengan bijak. Dengan tidak membiarkan dampak buruk dari fenomena ini. Justru sebaliknya, mengubah sudut pandang dengan melihat dampak positif dari fenonema ini.

Ketika kamu berhadapan dengan kondisi FOMO, YOLO, dan FOPO, yang harus pertama dilakukan adalah dengan berpikir panjang. Jangan dulu terbawa suasana sehingga memutuskan sesuatu secara mendadak tanpa pertimbangan.

Dengan menanggapi penuh pertimbangan, kamu bisa memetik dampak positif dari fenomena sosial ini. Misalnya saat berhadapan dengan keadaan FOMO, jadikan sebagai kesempatan untuk memperluas jaringan. Merasa tertinggal dengan orang lain dapat dijadikan motivasi untuk mengejar ketertinggalan. 

Misalnya ketika orang lagi lebih dahulu mengikuti sebuah informasi yang sedang on trending, jangan merara tertinggal dan cemas akan dianggap kurang up date. Kecemasan itu dapat dijadikan kesempatan untuk membangun relasi. Dengan turut memberikan komentar kepada teman yang sudah lebih dulu up date sebuat informasi, kamu bisa membangun hubungan yang baik dengan orang tersebut. Keduanya bisa saling mengutarakan pendapat ataupun bertukat informasi sehingga timbul hubungan yang sehat.

Ilustrasi pamer aktivitas olahraga di media sosial.(Sumber: FREEPIK/TEKSOMOLIKA via kompas.com) 
Ilustrasi pamer aktivitas olahraga di media sosial.(Sumber: FREEPIK/TEKSOMOLIKA via kompas.com) 

Ataupun ketika kamu sedang ingin FOMO dengan mengikuti aktivitas tertentu yang sedang trending. Misalnya ikut-ikutan nonton bola di stadion atau lari pagi. Kegiatan ini jangan hanya dijadikan ajang ikut-ikutan semata untuk mendapatkan pengakuan dari banyak pihak. Kamu bisa membangun relasi dengan orang baru lewat aktivitas ini. Berkenalan dengan orang baru yang sedang menggeluti kegiatan tersebut juga sehingga yang awalnya hanya ikut-ikutan bisa menjadi aktivitas rutin yang menyenangkan.

Prinsip yang diterapkan YOLO bahwa hidup hanya sekali ternyata membawa dampak baik pula jika dijadikan sebagai motivasi untuk mencapai sesuatu. Seseorang akan lebih semangat untuk mengejar impian dan menjalani hidup yang lebih bermakna. Toh memang tidak ada salahnya untuk rehat sejenak dari aktivitas sehari-hari yang membelenggu dengan menikmati hidup di luar kebiasaan. Yang terpenting, jangan dijadikan alasan untuk berfoya-foya. Apalagi sampai membetuk kebiasaan baru yang membawa dampak buruk.

Cemas dengan pendapat orang lain bisa membuat kamu berhati-hati dalam bersikap dan berperilaku. Ketika hendak melakukan sesuatu, muncul rasa cemas akan pandangan orang lain. Sehingga kembali mempertimbangkan untuk kelanjutan dari perilaku tersebut.

Fenomena FOPO dapat ditempatkan pada tempatnya sehingga akan membawa dampat positif. Ketika merasa cemas dengan pandangan orang lain, maka kamu harus membuktikan bahwa pandangan negatif terhadap dirimu adalah tidak benar. Tunjukkan tanpa perlu mengundang masalah baru. Jadikan motivasi agar kamu bisa mendapatkan citra yang baik di mata orang dan menunjang masa depanmu ke depannya. 

Perlu diingat bahwa seberapa keras kamu berupaya untuk mendapatkan pandangan baik dari orang lain, akan selalu ada orang yang tidak menyukaimu. Itu semua karena keterbatasanmu yang tidak bisa mengontrol pendapat orang lain. Jangan terlalu terpaku atau fokus pada pandangan orang lain. Jadikan sebagai motivasi untuk membuktikan pada dirimu sendiri, bukan untuk orang lain.

Ilustrasi. (Sumber: SHUTTERSTOCK/Africa Studio via kompas.com) 
Ilustrasi. (Sumber: SHUTTERSTOCK/Africa Studio via kompas.com) 

Dengan adanya fenomena sosial ini, sudah semestinya generasi Z tidak terbuai begitu saja. Fenomena sosial yang mayoritas berasal dari pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, harus ditanggapi dengan serius. Jika tidak, generasi muda akan mudah terbawa arus dan hanya meninggalkan dampak negatif di kemudia hari.

Generasi Z yang turut menyuapi fenomena sosial ini, menyebabkan timbulnya perilaku implusif, konsumerisme berlebihan, dan pengambilan keputusan yang tidak perlu untuk diambil. Hanya untuk mendapatkan validasi orang lain dan memenuhi rasa cemas itu, seseorang memutuskan untuk mengikuti tren konsumen tanpa banyak pertimbangan. Tergiur dengan kesenangan sesaat yang tidak abadi. Hanya demi mendapatkan pengakuan dari komunitas. Perilaku ini akan mengarah pada perilaku konsumtif dan berujung pada masalah keuangan dalam jangka panjang.

Lebih parahnya lagi, demi memenuhi dari imbas fenomena sosial ini, seseorang menjadi melakukan apapun untuk memenuhi apa yang ia mau. Mulai dari pinjaman online dengan cara gali tutup lobang. Sampai bermain judi online agar mendapatkan uang secara instan dan cepat hanya bermodal keberuntungan.

Ilustrasi dampak FOMO, YOLO, dan FOPO. (Sumber: OcusFocus via kompas.com) 
Ilustrasi dampak FOMO, YOLO, dan FOPO. (Sumber: OcusFocus via kompas.com) 

Dilihat dari penjelasan di atas, sangat penting bagi generasi muda untuk mendapat pendidikan tentang manajemen keuangan yang baik. Seperti menabung untuk masa depan, memutuskan pembelian dengan bijak, sampai melakukan investasi yang sehat. 

Lewat artikel ini, semoga kita semua bisa mengenal fenomena-fenomena sosial ini sehingga tidak terjebak dengan dampak negatifnya. Khususnya bagi generasi Z yang gemar menggunakan istilah ini dalam melabeli teman atau bahkan orang lain di media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun