Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Bantu dan Dukung Anak Mengenali Potensi Diri

14 Juli 2024   17:00 Diperbarui: 15 Juli 2024   12:23 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua mendampingi anak belajar sehingga memberikan dukungan dan sumber belajar yang sesuai.(Sumber: DOK. TANOTO FOUNDATION via kompas.com) 

Tahukah bahwa ternyata ada tahapan-tahapan dalam perencanaan karier? Tahapan ini tentunya akan membantu seseorang untuk mencapai puncak karier yang dinginkan.

Mengingat kemajuan teknologi yang terus berkembang hebat. Bahkan, tidak mudah untuk diprediksi lagi ke mana arah kemajuan dan pekermbangan teknologi. Maka sudah sepatutnya mempersiapkan perencanaan karier. 

Tentu seseorang yang bisa menyesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi lah yang mampu bersaing dan mendapatkan puncak karier yang didambakan semua orang.

Perencanaan karier adalah proses yang digunakan seseorang untuk memilih tujuan karier dan jalur karier dengan telah menyesuaikan antara kemampuan dan minat diri dengan kesempatan untuk mengisisnya. Di mana terdiri tahapan-tahapan dalam perencanaan karier.

Ternyata, tahapan pertama sangat penting karena menjadi fondasi untuk menentukan arah karier seseorang ke depannya. Disebut dengan tahap pertumbuhan yang di mana seseorang menyadari minat dan bakatnya. Menyadari poten diri harus dimulai sejak dini. Sejak di bawah umur 15 tahun.

Dengan begitu, seorang anak setelah mengetahui potensi dirinya, bisa melanjutkan ke tahap berikutnya dalam perencanaan karier. Disebut dengan tahapan penjajakan yang dimulai sejak usia 15 sampai 24 tahun. 

Di mana pada tahap ini, seseorang akan menggali potensi dirinya secara lebih serius. Misalnya memiliki penjurusan di SMA, antara IPA/IPS/Bahasa sesuai dengan potensi diri. Sampai menentukan jurusan yang akan diambil pada bangku perkuliahan.

Dengan mengenali potensi diri, dapat mengurangi kasus salah jurusan yang berakhir fatal pada perencanaan karier seseorang. Banyak anak yang memutuskan mengambil jurusan perkuliahan bukan berdasarkan pada potensi dirinya. Melainkan dari kemudahan masuk pada program studi tersebut, disuruh oleh orangtua, bahkan hanya sekadar ikut-ikutan saja.

Imbasnya adalah ketika ia lulus dari bangku perkuliahan, ia tidak merasa senang dengan pilihan karier yang bisa ia dapatkan. Apalagi kalau sampai tidak lulus sebagai sarjana hanya karena merasa tidak sesuai dengan potensi diri atau disebut salah jurusan.

Pengalaman pribadi saya sendiri, pernah ada teman yang bercerita bahwa dirinya kebingungan dengan potensi diri yang dimiliki. Bahkan ia menuturkan bahwa seharusnya seseorang yang sudah mengetahui potensi dirinya, patut untuk bersyukur. Setidaknya ia mengetahui apa yang membuatnya senang. Lain halnya dengan dirinya yang tidak tahu apa yang ia senangi sehingga kebingungan dalam meniti perencanaan kariernya.

Mengingat betapa pentingnya mengenal potensi diri, sudah seharusnya mulai mencari apa yang disukai sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Tepatnya pada tahap pertumbuhan yang dilakukan sebelum berumur 15 tahun.

Pencarian potensi diri tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi untuk anak yang masih memiliki tingkat rasa ingin tahu tinggi. Anak cenderung ingin mencoba berbagai hal. Rasa ingin tahu ini bisa berdampak baik ataupun buruk. 

Berdampak baik karena anak akan mencari tahu dengan mencoba satu persatu berbagai bidang. Sampai akhirnya memutuskan bidang mana yang paling membuatnya merasa nyaman. Namun bisa juga hal tersebut membuat anak kebingungan untuk memilih dan menentukan bidang mana yang akan ia geluti.

Untuk itu, sangatlah diperlukan peran orangtua untuk membantu anak mengenali potensi diri. Tidak hanya sekadar menentukan atau memilih saja, tetapi orangtua juga harus mampu mengarahkan perencanaan karier anak yang disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya.

Ilustrasi. (Sumber: Shutterstock via kompas.com) 
Ilustrasi. (Sumber: Shutterstock via kompas.com) 

Pertama, berilah kesempatan dan dukungan pada anak untuk belajar dan eksplorasi dalam berbagai bidang. 

Manfaatkan dengan baik rasa ingin tahu sang anak yang masih tinggi. Jika sudah beranjak dewasa, minat anak akan cenderung berkurang untuk melakukan hal-hal baru. Maka dari itu, manfaatkan karakter anak usia dini untuk dapat mencaritahu potensi diri yang diinginkan. 

Berikan dorongan kepada anak untuk mencoba hal-hal baru dengan memberikan akses dan fasilitas yang dibutuhkan untuk berbagai jenis pengetahuan dan keterampilan.

Ilustrasi kegiatan belajar anak di tempat les. (Sumber: Dok. Kumon via kompas.com) 
Ilustrasi kegiatan belajar anak di tempat les. (Sumber: Dok. Kumon via kompas.com) 

Setelah itu, diskusikan dengan sang anak tentang bidang-bidang yang sedang ia coba. 

Jangan sampai orangtua hanya mengarahkan dan memfasilitasi, lalu secara sepihak memutuskan bidang yang akan ditekuni oleh sang anak. Biarkan anak memberikan pendapatnya terkait bidang yang sedang ia coba. 

Berilah anak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan perasaannya. Dengan begitu, orangtua dapat mengetahui bidang mana yang membuat anak merasa nyaman beserta dengan alasannya. Bukan karena lingkungan atau temannya yang menyenangkan, tetapi memang anak begitu antusias tentang hal-hal pada bidang tersebut.

Misalnya anak memberikan pendapat bahwa ia senang bermain bola dan melukis. Saat bermain bola, ia senang karena bertemu dengan teman-temannya. Sedangkan dalam melukis, ia merasa senang menggambarkan apa yang ada dalam imajinasinya. 

Dari alasan tersebut, sudah terlihat bahwa potensi anak lebih condong pada melukis. Alasan senang bermain bola hanya karena teman-temannya saja, bukan karena ia memang suka dengan sepak bola.

Tidak ada salahnya untuk meminta bantuan pihak ketiga yang lebih paham menangani anak bahkan terbilang profesional. Misalnya berdiskusi dengan guru atau meminta bantuan psikolog anak. 

Anak yang sudah bersekolah, banyak menghabiskan waktu di sekolah bersama guru dan teman-temannya. Orangtua tidak bisa selama 24 jam mengawasinya lagi seperti saat masih bayi. Tidak ada salahnya untuk meminta pendapat guru yang sehari-hari mengikuti pekermbangan sang anak di sekolah.

Memutuskan untuk berkunjung dan berdiskusi dengan psikolog anak juga pilihan yang tepat. Meminta bantuan profesional untuk menganal potensi anak. Tentu psikolog anak jauh lebih paham untuk menganalisis potensi diri yang dimiliki anak. Menggunakan metode-metode yang di luar kemampuan kita sebagai orangtua.

Untuk mengukur bidang yang sesuai dengan potensi diri, orangtua dapat mendukung anak untuk mengikuti kompetisi. 

Tentunya tidak hanya menyuruh atau menerapkan hal yang wajib untuk diikuti. Tetap harus ada persetujuan dengan sang anak. Tidak perlu memberikan target harus juara. Yang terpenting adalah anak dikenalkan dengan bidang yang sedang ia coba dengan lebih luas lagi. Sehingga membuat anak lebih antusias lagi. Selain itu, bisa menumbuhkan karakter atau jika pekerja keras kepada anak.

Orangtua mendampingi anak belajar sehingga memberikan dukungan dan sumber belajar yang sesuai.(Sumber: DOK. TANOTO FOUNDATION via kompas.com) 
Orangtua mendampingi anak belajar sehingga memberikan dukungan dan sumber belajar yang sesuai.(Sumber: DOK. TANOTO FOUNDATION via kompas.com) 

Terakhir yang paling penting adalah memberikan dukungan secara emosional. 

Orangtua tidak hanya sekadar mengarahkan dan memfasilitas saja, tetapi perlu dorongan dan dukungan secara emosional. Dengan begitu, anak tidak merasa tertekan untuk mencoba hal-hal baru sampai ia menemukan potensi dirinya.

Berilah anak kesempatan untuk menceritakan apa yang ia rasakan. Mulai dari kekhawatirannya sampai ketakutannya pada sebuah bidang. Di sinilah ruang orangtua untuk memberikan dorongan secara positif. Sehingga anak merasa tidak sendirian dalam mencari potensi dirinya.

Saat anak merasa jenuh dan putus asa, berikan semangat kepadanya agar tidak menyerah begitu saja. Memang hal ini tidak mudah. Namun hanya orangtua yang dapat meyakinkan kepada anaknya sendiri bahwa semua ini diperuntukkan demi kebaikan sang anak di masa yang akan datang. 

Tidak ada yang lebih mengenal selain orangtua kepada anaknya sendiri. Sudah sepatutnya orangtua adalah pihak pertama yang dicari oleh anak ketika ia merasa tidak baik-baik saja.

Ilustrasi orangtua dan anak. (Sumber: tirachardz/ Freepik via kompas.com) 
Ilustrasi orangtua dan anak. (Sumber: tirachardz/ Freepik via kompas.com) 

Menggali potensi anak sejak dini memang tidak mudah. Perlu keseriusan dan komitmen dari orangtua untuk bersabar mengayomi sang anak sampai menemukan potensi dirinya. Semua orangtua tentu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Berharap anaknya memiliki masa depan yang cemerlang dan lebih baik dari orangtuanya sendiri. 

Mendukung anak untuk mengenali potensi diri sama dengan mendukung anak dalam setiap tahapan proses pembelajarannya dalam hidup. Anak tidak akan merasa menjadi anak yang bodoh apalagi gagal hanya karena tidak mampu pada bidang tertentu. Dengan begitu, ia memiliki semangat dalam mengerjar mimpinya sesuai dengan potensi diri yang memiliki. Ia tidak akan malu untuk menunjukkan potensi dirinya yang berpengaruh pada kehidupannya di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun