Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Stimulasi Literasi Anak Sejak Dini Lewat Interaksi dengan Orangtua

24 Juni 2024   19:00 Diperbarui: 25 Juni 2024   13:16 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengenalkan alat musik pada anak. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com) 

Data dari Badan Pusat Statistik (BSP) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada 2023 sebanyak 278,69 juta jiwa. Namun jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak tidak sebanding dengan hasil tingkat literasi di Indonesia yang masih tergolong rendah.

Dikutip dalam kompas.com, berdasarkan data dari UNESCO, hanya 0,001 persen saja masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka dan aktif membaca. Angka yang sangat memprihatinkan mengingat banyaknya jumlah penduduk Indonesia.

Sebenarnya, apa sih yang membuat literasi orang Indonesia sangat minim? Tentu angka tersebut didapatkan dari hasil atas faktor-faktor yang menjadi penyebab sekaligus PR panjang bagi Indonesia. 

Faktor penyebab rendahnya literasi penduduk Indonesia disampaikan langsung oleh Kemendikbud (via kompas.com pada 07/9/2023).

Penyebab pertama adalah karena kuranganya minat baca warga Indonesia. Sepertinya kebiasaan buruk ini tidak pernah terputus dari dulu. Meski sudah pada era digital, minat baca warga Indonesia yang sudah berbasis digital pun masih tergolong rendah. 

Penyebab kedua adalah sarana prasarana yang kurang mendukung. Kalau perihal penyebab ini, urusannya dengan pemerintah. Menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam memberikan dukungan literasi dengan memfasilitasi.

Misalnya dengan menyediakan perpustakaan yang memadai. Tidak hanya sekadar nyaman untuk dikunjungi, tetapi juga kelengkapan buku serta keterjangkauan yang dapat diakses oleh masyarakat. 

Penyebab ketiga adalah peran keluarga dan kemiskinan. Lalu penyebab selanjutnya adalah pengaruh televisi dan ponsel serta kualitas pendidikan di Indonesia.

Dari kelima penyebab di atas, ada satu faktor yang dapat diatasi secara perlahan dalam skala kecil. Tidak terlalu membutuhkan bantuan pemerintah. Meskipun akan lebih lengkap dan sempurna jika pemerintah juga ikut terlibat mengatasi penyebab ini. 

Faktor peran keluarga dapat diatasi mulai dari sekarang oleh kita yang mulai tersadar betapa pentingnya kemampuan literasi setiap generasi bangsa. Sebagai penerus sekaligus pencetak generasi selanjutnya, kita bisa memulai menerapkan pola asuh yang melibatkan kegiatan literasi.

Untuk itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan literasi. Jangan sampai kita salah kaprah dalam mendefinisikan literasi.

Menurut Kemendikbud Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, literasi adalah kemampuan seseorang memahami informasi guna mengembangkan kecakapan hidupnya. Rendahnya literasi di Indonesia menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran akan betapa pentingnya kemampuan literasi.

Masih banyak yang menyimpulkan secara singkat saja bahwa kemampuan literasi hanya tentang membaca saja. Memang benar, tetapi kurang tepat. Kemampuan literasi tidak hanya tentang kemampuan dalam membaca sebuah teks saja. Ada keterampilan lain yang terdapat dalam literasi dan sangat bermanfaat dalam berkehidupan.

Memang secara umum literasi merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun sebenarnya, literasi ini tidak hanya berkaitan dengan kemampuan calistung saja. Istilah calistung sering dilombakan pada anak tingkat Sekolah Dasar. Kepanjang dari baca, tulis, dan hitung.

Interkasi anak dan orangtua. (Sumber: freepik/tirachardz via kompas.com)
Interkasi anak dan orangtua. (Sumber: freepik/tirachardz via kompas.com)

Mengembangkan kemampuan literasi pada anak sejak dini dapat menjadi modal yang baik bagi anak. Tentunya untuk mempersiapkan anak menuju masa depan yang gemilang.

Apalagi zaman terus berubah dan mengalami perkembangan. Jika tidak didasari dengan pondasi kemampuan literasi yang kuat, yang ada anak tidak bisa bertahan dalam lingkungannya.

Dengan mengenalkan pra literasi dalam pola asuh anak sejak ia kecil, kemampuan literasi yang terbentuk akan membantu tumbuh kembang anak dalam berbagai lingkunga. Mulai dari meningkatkan prestasi akademiknya di sekolah, hingga membuat sang anak mudah untuk beradaptasi pada lingkungannya. 

Akan terlihat perbedaan antara anak yang sudah diasah kemampuan literasinya pada saat terjun ke lingkungan baru. Anak yang sudah terbiasa dengan kegiatan literasi sederhana di dalam rumah, mudah bergaul dan beradaptasi pada lingkungan baru. Cenderung mudah diterima oleh lingkungannya.

Misalnya saat anak akan beranjak masuk ke sekolahnya yang baru. Tentu ia akan berkenalan dengan lingkungan dan orang-orang baru. Anak yang memiliki kemampuan literasi, tidak merasa terbebani dengan adanya lingkungan baru. Justru ia akan mudah berbaur dengan lingkungannya.

Selain itu, kemampuan literasi akan membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis dan logis dalam menghadapi berbagai situasi. 

Semakin tinggi kemampuan literasi yang dimiliki anak, akan membuat dirinya mengolah informasi yang masuk. Tidak mudah percaya pada satu sumber dan tidak pernah merasa puas dengan satu informasi saja.

Dengan begitu, anak dapat menyimpulkan sebuat situasi yang dialaminya dan memecahkan masalah dengan perimbangan. Tidak gegabah mengambil keputusan.

Sebagai orangtua yang ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, tentu berharap sang anak memiliki kemampuan literasi yang baik. Mengingat kemampuan literasi menjadi dasar tumbuh kembang anak dalam berkehidupan di lingkungannya.

Namun, berharap saja tidak cukup. Perlu kesadaran dan kemauan dari orangtua secara langsung dalam mengupayakan kemampuan literasi itu terasah pada si kecil.

Perlu diingat bahwa peranan orangtua sangat berpengaruh dalam membangun kemampuan literasi anak. Sekalipun anak sudah sekolah, tetap saja anak akan lebih percaya dan nyaman dengan rumahnya sendiri. Rumah yang ia kenal sejak lahir, yaitu orangtuanya.

Maka dari itu, bukan serta merta sudah disekolahkan, orangtua abai dan membiarkan tanggungjawab ini kepada pihak sekolah atau guru. Tetap saja, peranan yang paling dominan dan berpengaruh adalahnya orangtuanya sendiri.

Maka dari itu, untuk melatih kemampuan literasi anak, dapat dilakukan sedini mungkin mulai dari sekarang! Tidak terlalu sulit, tetapi tidak terlalu mudah juga. Mengingat emosi anak-anak masih belum stabil dan cenderung memiliki tingkat konsentrasi yang singkat.

Yang paling dasar dan menjadi utama adalah interaksi antara orangtua dan anak. Interaksi yang terjalin antara orangtua dan anak menjadi pelajaran pertama yang paling berarti bagi si kecil dalam membangun pondasi literasinya.

Ajak anak untuk berbincang tentang apapun yang ada di sekitarnya. Kenalkan anak pada sesuatu yang baru pada setiap harinya. Mulai dari hewan, benda, transportasi, bangungan, alam, dan lain-lain. Tidak hanya sekadar mengenalkan, tetapi juga mendeskripsikan secara jelas dan sederhana pada sang anak.

Misalnya, orangtua mengajak anak bermain di halaman rumah. Lalu terlihat ada kupu-kupu yang sedang terbang. Orangtua memperkenalkan hewan baru tersebut pada anaknya dengan menjelaskan hal-hal umum tentang kupu-kupu tersebut. Seperti memakan apa saja, bagaimana tumbuh kembangnya, sampai warna sayapnya yang cantik.

Pastikan menjelaskan dengan kalimat sederhana saja yang dapat dimengerti oleh anak. Untuk istilah-istilah rumit, lambat laun akan dikenalkan pada pelajaran yang disampaikan guru di sekolahnya. 

Biasanya, anak yang sudah mulai terbangun kemampuan literasinya, akan memberikan banyak pertanyaan kepada orangtuanya. Tidak lagi orangtua yang menjelaskan. Justru anak yang bertanya dan orangtua yang menjawabnya. Meski ada saja pertanyaan yang di luar prediksi, orangtua bisa memberikan penjelasan dan pemahaman yang sederhana.

Ilustrasi mengajak anak berkenalan dengan alam. (Sumber: imtmphoto via kompas.com) 
Ilustrasi mengajak anak berkenalan dengan alam. (Sumber: imtmphoto via kompas.com) 

Selain itu, berilah kepercayaan kepada anak untuk mengutarakan pendapatnya. Jangan sampai menjadi orangtua otoriter yang enggan mendengarkan pendapat sang anak. Biarkan anak menyampaikan apa kemauannya.

Setelah itu, orangtua dapat menanyakan mengapa anak memilih keputusan tersebut. Pola seperti ini membuat anak berani untuk mengutarakan pendapatnya. Tanpa ada rasa khawatir merasa malu apalagi mendapat cemooh.

Misalnya saat libur semester, tanyakan kepada anak ingin berlibur ke mana. Misalnya anak ingin berlibur ke Dufan. Tanyakan lagi mengapa memilih Dufan dan mengapa tidak memilih berlibur ke tempat lain seperti Taman Mini.

Pertanyaan itu membuat anak akan menjelaskan alasannya dan membandingkan antara Dufan dengan Taman Mini. Percakapan ini bisa lebih panjang lagi dengan menanyakan apa saja wahana di Dufan yang anak sukai dan apakah anak berani bermain wahana di sana. 

Dalam berinteraksi dengan anak, biasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Mulai dari bahasa, kosakata, logat, gaya bicara, artikulasi, dan intonasi yang tepat. Anak akan meniru apa yang ia dengar. Tanpa sadar, ia akan menyerap apa yang ia dengarkan paling pertama, yaitu orangtuanya. Maka ia akan menirukan gaya bicara orangtuanya.

Meski mungkin saat ini kita masih sering menggunakan kosakata yang semrawut dan intonasi yang tidak semestinya, minimalnya mulai sekarang membiasakan diri menempatkan diri pada saat berinteraksi dengan anak. Dengan begitu, anak akan melihat cara orangtuanya berbicara.

Ilustrasi mengenalkan alat musik pada anak. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com) 
Ilustrasi mengenalkan alat musik pada anak. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com) 

Biasakan untuk kegiatan membaca dan mendongeng. Tentang apa saja yang anak sukai. Jangan biasakan mengajarkan anak membaca pada gadget karena mudah menghilangkan fokusnya. Berikan buku fisik saja yang tidak terlalu panjang bacaannya. Meski hampir sebagian halaman full oleh gambar, tidak apa-apa. Justru bisa dijadikan sebagai bahan obrolan dengan anak.

Kegiatan membaca tidak hanya tentang buku cerita saja, tetapi pengetahuan umum lainnya. Bahkan sampai buku tentang perhitungan. Membuat anak merasa bahwa membaca itu tidak berfokus pada satu bacaan saja, tetapi sangat luas dan banyak pilihannya. Anak perlahan akan membaca banyak buku sampai ia tahu tentang apa yang ia senangi dan ingin ia dalami untuk masa depannya.

Ilustrasi dongeng sebelum tidur. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com) 
Ilustrasi dongeng sebelum tidur. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com) 

Dengan memberikan stimulus literasi sejak dini, semoga dapat memulihkan tingkat literasi Indonesia di masa depan. Kalaupun tidak berhasil, yang terpenting anak kita memiliki kemampuan literasi yang baik sebagai modal berkehidupan di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun