Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film Dilan 1983 Wo Ai Ni, Nostalgia Zaman SD

14 Juni 2024   20:28 Diperbarui: 16 Juni 2024   20:27 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dilan dan teman-temannya. (Sumber: Falcon Pictures)

Film Dilan 1983 Wo Ai Ni mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan dan persahabatan. Hubungan Dilan dengan keluarganya intinya. Mulai dari cara parenting kedua orangtuanya kepada Dilan. Sekaligus merekatkan hubungan anak-anaknya sebagai saudara kandung. Menonton film ini jadi rindu dengan keluarga yang memberikan kehangatan. Rindu berbincang bersama di ruang keluarga. Lagi-lagi, karakter Dilan memang selalu identik dengan istilah Dilan. Seperti kata Dilan bahwa rindu itu berat.

Kebersamaan Dilan dan keluarga. (Sumber: Falcon Pictures)
Kebersamaan Dilan dan keluarga. (Sumber: Falcon Pictures)

Sebenarnya, film Dilan 1983 Wo Ai Ni ini menggambarkan bagaimana karakter Dilan dibentuk. Terutama kontribusi besar atas peranan Bunda Dilan yang sering disapa Bundahara karena bertuga menjadi bendahara di rumah. Sosok Dilan zaman SD, sama saja seperti sosok Dilan pada saat remaja. Dilan dengan pemikiran yang berbeda dari orang lain.

Misalnya saja ketika Dilan berusaha belajar bahasa Mandarin. Apa sampai kepikiran anak seusia Dilan kala itu, begitu niat ingin dekat dengan cinta monyetnya sampa belajar bahasa Mandarin? Ya sama saja seperti Dilan yang mengajak Milea berkenalan. Sampai memberikan hadiah buku TTS yang sudah diisi pada saat Milea ulang tahun. Tujuannya agar Milea tak perlu kesusahan untuk mengisinya.

Dilan dan teman-temannya. (Sumber: Falcon Pictures)
Dilan dan teman-temannya. (Sumber: Falcon Pictures)

Nilai persahabatan yang terkandung yang paling menarik adalah nilai toleransi. Khususnya kemunculan tokoh Mei Lien sebagai gadis Tionghoa yang baru 6 bulan pindah dari Semarang ke Bandung. Kehadiran Mei Lien menjadi salah satu simbol dari nilai toleransi yang ingin ditonjolkan. Menampilkan kisah persahabatan tanpa memandang perbedaan yang ada. Begitu manis dan hangat.

Bagi orang dewasa, menonton film ini bagai bernostalgia sama zaman baheula (dulu). Masa-masa kecil tanpa adanya kemajuan teknologi. Seperti ponsel pintar yang saat ini selalu digenggam. Tak bisa lepas.

Dilan masa kecil mengajak kita untuk kembali merasakan keseruan bermain sepeda bersama teman-teman. Bermain korek jangkrik di dalam kotak, sampai keusilan menyalakan petasan di depan masjid. Bukankah di usia tersebut, keusilan kerap terjadi dilakukan oleh anak-anak? Dan kadang membuat kita geli sendiri mengingat itu semua.

Yang perlu diacungi jempol adalah kepiawaian para pemain yang mayoritas diperankan oleh anak-anak. Kemampuan akting yang mereka tampilkan seolah memberi harapan di masa depan. Bahwa masa depan film Indonesia semakin cemerlang. Terlihat dari keberhasilan mereka memerankan karakter masing-masing yang begitu cemerlang.

Dilan dan teman-teman. (Sumber: Falcon Pictures)
Dilan dan teman-teman. (Sumber: Falcon Pictures)

Terlebih lagi sosok Dilan dan Mei Lien yang menjadi tokoh iconic dalam film ini. Dilan diperankan oleh M. Adhiyat yang sebenarnya terlibat pula pada projek film Ancika sebagai adik Ancika. Namun kini ia diberi kesempatan membawakan karakter Dilan. Terbilang berhasil karena ia mampu menampilkan karakter Dilan yang unik. Seperti yang telah dibawakan oleh Iqbaal Ramadhan sebagai Dilan remaja. Dan Arbani Yasiz sebagai Dilan dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun