Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "The Architecture of Love", Perjalanan Mengobati Luka

10 Mei 2024   07:30 Diperbarui: 10 Mei 2024   07:31 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah gempuran film horor, muncul film drama dengan genre romantis yang memeriahkan bioskop. Apalagi jelas pemilihan pemeran utama yang tidak tanggung. Menggaet sejumlah aktor ternama yang berulang kali memboyong piala citra.

Film romansa The Architecture of Love menjadi salah satu film yang dapat dipilih dari deretan film lainnya yang sedang tayang di bioskop. Tak segan dan penuh kepercayaan diri. Hadir berjajar dengan film-film horor yang biasanya lebih laku di pasaran.

Teddy Soeriaatmadja selaku director film ini terlihat begitu percaya diri merilis filmnya pada tanggal 30 April 2024. Bersamaan dengan film horor sebelah yang digarap oleh sutradara ternama di kalangan pecinta film horor.

Teddy nampaknya penuh kepercayaan diri karena film The Architecture of Love dibintangi para aktor ternama yang dicintai oleh banyak orang. Seperti pemeran utama pria, Nicholas Saputra.

Nampaknya tidak ada yang tidak mengenal aktor tampan sekelas Nicholas Saputra. Satu film yang berhasil melambungkan namanya, yaitu film Ada Apa dengan Cinta yang beperan sebagai tokoh iconic, Rangga. Nicholas Saputra yang tak pernah bisa melepaskan bayang-bayang Rangga, membuat dirinya selalu dinantikan dalam projek romansa lainnya.

Terakhir, Nicholas Saputra juga kembali dengan film drama romansa berjudul Sayap-Sayap Patah. Sebagai aktor yang sudah dilabeli penonton sebagai aktor teromantis di Indonesia, Nicholas Saputra kembali mengambil projek film romansa di tahun ini.

Tidak hanya menjual ketenaran nama Nicholas Saputra, Teddy pun memasangkannya dengan aktris ternama yang bertalenta. Putri Marino yang sudah teruji kepiawaiannya dalam beradu akting dengan siapa saja. Mulai dari aktor Reza Rahadian, sampai aktor muda Angga Yunanda. 

Berbagai judul film dan serial yang dibintangi oleh Putri Marino membuat kemampuannya diakui oleh banyak orang. Biasa tampil penuh emosional dengan porsi yang pas. Membuat akting yang ia berikan terlihat natural. Tidak dilebih-lebihkan.

Pemeran pendukung film The Architecture of Love yang mengelilingi Nicholas Saputra dan Putri Marino pun tidak kaleng-kaleng. Sederet aktor ternama, seperti Jerome Kurnia, Jihane Almira, dan Omar Daniel. Ketiganya tidak asing lagi dalam serial ataupun film layar lebar. Memiliki segudang prestasi yang menjanjikan.

Tantangan terberat Teddy dalam menggarap film ini adalah harus menjawab ekspektasi penonton yang sudah mengikuti kisah ini dalam versi novelnya. Dengan judul serupa, film ini diangkat dari novel terlaris karya Ika Natassa. Penulis ternama Indonesia yang berhasil memberikan kesan romansa pada seluruh pembacanya. Teddy pun harus mampu mengimbangi karya Ika Natassa ini dalam bentuk film. Bahkan harus mampu menjawab ekspektasi penonton yang sudah membacanya novelnya.

Belum lengkap rasanya jika tidak mengetahui sinopsis dari film The Architecture of Love. Simak terlebih dahulu sinopsis singkatnya di bawah ini!

Putri Marino sebagai Raia dalam film The Architecture of Love. (Sumber: Dok.Starvision via kompas.id)
Putri Marino sebagai Raia dalam film The Architecture of Love. (Sumber: Dok.Starvision via kompas.id)

Film The Architecture of Love berkisah tentang seorang penulis bernama Raia. Diperankan oleh Putri Mariono. Raia adalah penulis terkenal yang memiliki banyak pembaca setia. Menerbitkan banyak buku yang menyentuh dan menginspirasi banyak orang.

Inspirasi Raia dalam menulis adalah sang suami tercinta. Alam yang diperankan oleh Arifin Putra adalah sosok suami yang penuh cinta kepada istirnya yang dituliskan Raia dalam berbagai bukunya. Meski dituliskan sebagai pasangan yang ideal, sampai membuat banyak pembacanya menganggap mereka adalah couple goals. Ternyata Raia harus menghadapi konflik rumah tangga yang membuat dirinya sangat trauma.

Orang ketiga hadir dalam rumah tangga Raia dan Alam. Alam yang ketahuan selingkuh membuat Raia tak bisa memberikan maaf atas pengkhianat suaminya itu.

Imbas dari perpisahannya dengan Alam, membuat Raia kehilangan inspirasi dalam menulisnya lagi. Sebagai perempuan mandiri yang menghidupi dirinya sendiri lewat tulisan, Raia harus mengalami fase writer's block. Sebuah fase yang paling dibenci oleh semua penulis. Keadaan seorang penulis yang kehilangan ide dalam menulis. Tidak bisa menulis lagi.

Demi mencari inspirasi baru, Raia pergi ke New York dan menumpang di apartemen sahabatnya yang bernama Erin. Erin diperankan oleh Jihane Almira. Erin adalah sosok play girl yang kerap gonta-ganti pasangan. Meski begitu, ia sangat peduli dan khawatir dengan kondisi Raia. Erin sampai bermaksud mendekatkan kenalannya yang bernama Aga kepada Raia. Aga diperankan oleh Jerome Kurnia.

Di sebuah pesta, Raia terus memperhatikan sosok laki-laki tampan yang misterius. Pria itu adalah River yang diperankan oleh Nicholas Saputra. River adalah seorang arsitek yang sejak awal sudah membuat Raia penasaran.

Raia berusaha membangun kedekatan dengan River. Berharap kedekatan keduanya dapat kembali membuat dirinya mendapatkan inspirasi dalam menulis. River mencoba membantu Raia untuk mendapatkan lagi inspirasi menulis. Namun ternyata, River juga sedang mengalami hal yang serupa seperti Raia.

River baru saja kehilangan istri tercintanya karena kecelakaan. Kehilangan perempuan yang sangat ia cintai membuat dirinya memiliki luka yang berakhir menjadi trauma yang amat dalam. Tidak hanya istrinya, ia juga kehilangan calon anaknya yang masih ada dalam kandungan sang istri.

Keduanya yang sedang ada dalam fase sama-sama trauma, harus dihadapkan pada konflik baru tentang cinta segitiga. Aga yang dijodohkan Erin untuk sahabatnya Raia, ternyata adalah adik dari River. River tak menyangka bahwa kini ia sama-sama mencintai perempuan yang sama dengan adiknya sendiri.

Nicholas Saputra sebagai River dalam film The Architecture of Love. (Sumber: Dok.Starvision via kompas.id)
Nicholas Saputra sebagai River dalam film The Architecture of Love. (Sumber: Dok.Starvision via kompas.id)

Unsur yang sangat mahal dalam film The Architecture of Love adalah suasana New York yang begitu memanjakan mata. Menjadi sebuah gambaran bahwa kota romantis di luar negeri tidak melulu Paris. Di mana saja bisa menghidupkan nuansa romantis asalkan bersama orang yang tepat.

River yang banyak tahu tentangan arsitektur bangunan-bangunan di New York, mengajak Raia berkeliling. Tidak hanya sekadar mengajak jalan-jalan, tetapi juga menjelaskan secara detail tentang apa saja yang ia ketahui. Pada adegan ini, tidak hanya Raia yang dibuat takjub. Penonton juga turut terbawa suasana. Terhipnotis dengan dongeng yang dibangun oleh River. Sekaligus menambagh wawasan penonton.

Sama seperti film romantis yang diadaptasi dari sebuah novel, film ini tak ketinggalan mengutip beberapa quote terbaik yang disenangi pembaca. Bisa terbilang bahwa film ini tidak hanya mengandalkan secara visual saja. Justru pemilihan kata yang dibawakan oleh River dan Raia adalah yang paling mencuri perhatian.

Perihal chemistry yang dibangun oleh Nicholas Saputra dan Putri Marino sangat layak diacungi jempol. Keduanya tampil natural seperti air yang mengalir. Terkasan tidak dibuat-buat. Tanpa ada paksaan. 

Akting keduanya membuktikan bahwa mereka tampil begitu profesional. Sebagai aktor ternama yang tak perlu diragukan lagi kualitas aktingnya. Dapat menjawab ekspektasi penonton.

Seisi bioskop, khusunya kaum hawa akan terbawa perasaan melihat Nicholas Saputra menjadi sosok River. Beberapa adegan memancing gemuruh penonton yang tak bisa menahan diri saking geregetan melihat adegan romansa River dan Raia. Menonton film ini harus bersiap dibikin klepek-klepek dengan pesona Nichoas Saputra.

Putri Marino dan Nicholas Saputra di film The Architecture of Love. (KOMPAS.com/Ady Prawira Riandi) 
Putri Marino dan Nicholas Saputra di film The Architecture of Love. (KOMPAS.com/Ady Prawira Riandi) 

Film Architecture of Love sepertinya hanya akan disukai oleh orang dewasa yang mungkin sudah berumur 25 tahun ke atas. Bagi penonton yang mengharapkan konflik romansa menye-menye yang biasanya seputar cemburu atau patah hati karena diputusin cinta monyet, tidak akan relevan menonton film ini.

Film Architecture of Love menyuguhkan kisah romansa dewasa dengan konflik yang berat. Meski terbilang klise dan mudah ditebak akhir ceritanya, tetapi begitu masuk akal dan sering dialami oleh orang dewasa. Misalnya saja kabur meninggalkan kota yang menyimpan banyak kenangan indah. Sekaligus memberikan luka yang teramat dalam.

River dan Raia adalah gambaran dua orang yang terluka dan memutuskan untuk kabur dari ibu kota karena merasa terlalu tersiksa hidup di kota itu. Kota yang menyimpan banyak kenangan. Manis dan pahitnya kehidupan. Bukannya membuka lembaran baru dengan memaafkan situasi, justru keduanya memilih kabur ke tempat lain.

Fase tersebut rasanya sering dialami oleh orang-orang yang terluka dan patah hati. Memilih meninggalkan dan mengubur semua kenangan itu. Berpindah ke suatu tempat yang asing agar melupakan hal-hal pahit. Bertemu dengan lingkungan baru yang tidak mengenali masa lalunya yang pahit.

Di tempat baru itulah, seseorang akan berproses untuk kembali menata hidupnya. Mencoba membuka hati dengan seseorang baru yang berhasil memikat hati. Namun tidaklah mudah untuk kembali percaya akan jatuh cinta. Trauma di masa lalu akan pengkhianatan dan kehilangan tidak mudah begitu saja. Butuh penerimaan diri yang sangat panjang untuk kembali siap dalam sebuah hubungan baru.

Film ini seolah ingin mengajak orang-orang yang masih bergelut dengan masa lalunya. Mengajak untuk perlahan memaafkan sekaligus mengikhlaskan segala sesuatu yang terjadi. Membuka kesempatan baru karena semua orang punya hak untuk berbahagia dengan cara dan pilihannya sendiri.

Seseorang yang pernah terluka akan memiliki trauma dan ketakutan untuk jatuh cinta lagi. Mereka akan mengalami gejolak batin antara emosi dan persaan yang begitu sulit untuk dicerna. Saat yang bersamaan, ia akan mengalami rasa bahagia akan jatuh cinta. Di satu sisi, ia mencoba membentengi diri agar tidak mudah jatuh cinta karena takut kembali terluka.

The Architecture of Love dalam jumpa pers di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2024). (KOMPAS.com/Revi C Rantung)
The Architecture of Love dalam jumpa pers di XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2024). (KOMPAS.com/Revi C Rantung)

Secara keseluruhan, film The Architecture of Love menjadi film romantis sederhana yang berhasil memikat hati penonton. Mengangkat kisah romansa orang dewasa yang kompleks dan tidak lagi mementingkan dirinya sendiri. Sebuah tontonan yang membuat banyak orang terbawa suasana sekaligus dibikin geregetan menemani perjelanan River dan Raia dalam mengobati lukanya masing-masing.

Sepertinya review ini akan lebih lengkap jika membandingkan antara film dengan versi novelnya. Sayangnya, penulis belum berkesempatan membaca dalam versi novel. Meski begitu, film ini cukup puas menjadi tontonan pilihan dibandingkan bosan memilih film horor yang saat ini membanjiri seisi bioskosp.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun