Setelah satuh tahun menjadwalkan puasa media sosial, saya merasakan banyak manfaatnya. Yang pertama, saya jadi memiliki batasan atau punya rem untuk membedakan mana yang menjadi konsumsi pribadi atau mana yang tidak apa-apa menjadi konsumsi banyak orang.Â
Kedua, saya merasa mental lebih sehat karena tidak lagi dihantui dengan pikiran-pikiran negatif. Prasangka buruk dari postingan orang lain yang belum tentu benar adanya sesuai dengan prasangka kita. Terhindar pula dari komentar netizen yang terkadang lebih so tau dalam menyimpulkan kehidupan orang lain.
Ketiga, saya memiliki waktu untuk diri saya sendiri. Mengenal apa mau saya. Apa keinginan saya, termasuk melakukan pendekatan dengan lingkungan sekitar. Kembali membenahi kehidupa nyata yang seharusnya lebih diprioritaskan dari sekadar scoll media sosial.
Dari pengalaman ini, saya ingin membagikan bahwa semua orang tidak bisa lepas dari kemajuan teknologi. Termasuk media sosial. Media sosial sudah menjadi kebutuh primer yang perlu kita gunakan dengan bijak. Namun, secanggih apapun fitur yang ditawarkan untuk memberikan ruang privasi pada penggunanya, tetap ada hal-hal di luar kendali kita.
Tidak ada salahnya untuk rehat sejenak dari media sosial. Awalnya memang terlihat sulit. Namun saat dijalani, ternyata tidak sesulit seperti yang dibayangkan.
Puasa media sosial bukan berarti jadi kehilangan banyak informasi terbaru. Ingat, ini hanya puasa media sosial. Bukan puasa bermain ponsel dan mengakses internet.
Hanya diri sendiri yang bisa tahu kapan memutuskan untuk puasa media sosial. Hanya diri sendiri yang bisa membatasi dan mengerem hal-hal negatif yang malah merusak kesehatan mental kita.Â
So, jika memang media sosial sudah sangat membuatmu terganggu bahkan menimbulkan ketidaknyamanan, tidak ada salahnya untuk mencoba puasa dari media sosial!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H