Tidak akan ada akhirnya jika tujuan bermain media sosial adalah untuk menyaingi orang lain. Karena sejatinya, di atas langit masih ada langit. Begitupula seterusnya.
Pada titik itulah, yang membuat akhirnya saya memutuskan untuk rehat dari media sosial. Menonaktifkan akun media sosial untuk sementara. Kembali fokus pada dunia nyata. Membenahi hal-hal yang selama ini terabaikan karena sibuk pencitraan di media sosial.
Tidak ada waktu pasti tentang sampai kapan harus rehat atau berpuasa dari media sosial. Saya rasa, jika memang ada kepentingan yang mendesak, barulah kembali membuka media sosial.
Kebiasaan puasa media sosial menjadi sebuah rutinitas. Dalam satu tahun, ada sekitar 3 sampai 4 kali menonaktifikan akun media sosial untuk sementara. Kurun waktunya beragam. Ada yang kurang dari satu bulan, tepat satu bulan, bahkan lebih dari satu bulan.
Puasa media sosial sudah saya terapkan sejak satu tahun yang lalu. Awalnya memang terasa berat. Apalagi ketika kumpul dengan teman yang asyik scroll media sosial. Sedangkan kita hanya terdiam karena sedang tidak aktif bermain media sosial.
Godaan akan selalu ada menghampiri. Seperti ingin membagikan momentum tertentu di media sosial. Sampai mencari informasi baru dari yang penting sampai tidak penting.
Merenung sejenak sebelum tergiur untuk kembali membuka media sosial. Apakah semua orang perlu tahu terkait momentum yang saat ini sedang dijalani? Sepenting apa sampai semua orang harus mengetahui kabar tersebut?
Ternyata, tidak semua orang wajib mengetahui apa yang kita alami, apa yang kita rasakan. Malah akan lebih berkesan jika hanya diketahui oleh orang-orang pilihan saya yang dekat dan mengetahui seluk beluk diri kita.
Renungan selanjutnya, apa informasi yang ingin kita ketahui? Kabar artis favorit kita? Sepentinya apa? Memangnya berpengaruh apa kepada kehidupan pribadi kita?
Puasa media sosial bukan berarti menjadi makhluk primitif yang tidak mengenal internat. Kita masih bisa mencari informasi apapun di internet. Hanya saja, sumbernya bukan dari media sosial saja.