Saat hendak menemui kuburan nenek moyang Ji Yeong, mereka disambut dengan beberapa ekor rubah yang menakutkan. Dalam ilmu perdukunan, rubah adalah pertanda buruk jika berada di sekitaran kuburan.
Sang Deok sebagai ahli fengshui, tahu betul kondisi tanah yang baik untuk dijadikan pemakaman. Saat mencicipi tanah kuburan itu, Sang Deok langsung kaget karena merasa ada yang tidak beres. Dia tidak mungkin salah memprediksi bahwa tanah itu sama sekali tidak layak dijadikan kuburan.
Sang Deok bertanya kepada Ji Yeong siapa ahli fengshui yang merekomendasikan tanah di pegunungan ini menjadi sebuah kuburan. Ji Yeong tidak tahu pasti siapa orangnya karena itu sudah berlangsung lama di zaman nenek moyangnya. Ia hanya tahu bahwa tanah itu adalah hasil rekomendasi dari seorang biksu bernama Gisune. Biksu Gisune adalah orang Jepang.
Memiliki firasat yang buruk membuat Sang Deok tak ingin melanjutkan tawaran itu. Meski diiming-imingi imbalan yang fantastis, Sang Deok mengatakan bahwa taruhannya adalah nyawa. Siapapun yang terlibat akan terancam nyawanya jika berani membongkar kuburan itu.
Hwa Rim sebagai dukun muda yang masih memiliki banyak ambisi, mengabaikan kekhawatiran Sang Deok. Sebenarnya Hwa Rim tahu bahwa kasus yang kini ia hadapi akan jauh lebih berat daripada biasanya. Namun ia merasa prihatin dengan masa depan bayi Ji Yeong yang harus segera diselamatkan dari jeratan makhluk gaib.
Dengan gayanya yang khas, Hwa Rim bertutur tinggal mencari ahli fengshui lainnya. Mudah baginya untuk mencari ahli fengshui yang lain, mengingat imbalan yang ditawarkan sangat besar. Hwa Rim juga berkata bahwa Sang Deok bukan satu-satunya ahli fengshui ternama di Korea Selatan.
Merasa tertantang sekaligus diingatkan perihal urgensi penyelamatan nyawa seorang bayi, Sang Deok pun kembali melanjutkan tawaran itu. Namun ia akan tetap berhati-hati agak tak sampai menyakiti dirinya sendiri karena harus menghadiri pesta pernikahan anaknya.
Ritual penggalian kuburan nenek moyang Ji Yeong dimulai. Ke empatnya melaksanakan tugasnya masing-masin. Tentunya dengan bantuan para penggali kubur. Usai menggali kuburan itu, mereka segera membawa peti mati itu ke tempat kremasi.
Sayangnya turun hujan yang sangat lebat. Mereka harus menunggu hujan reda untuk melakukan kremasi peti mati itu. Konon katanya, hari kremasi harus dilakukan pada saat cuaca cerah. Jika kremasi dilakukan pada saat turun hujan, maka petaka akan segera datang.
Ada sebuah kejadian yang mengharuskan mereka untuk segera melakukan prosesi kremasi meskipun turun hujan. Tidak ada pilihan lain selain itu. Daripada arwah nenek moyang semakin merasuki dan merenggut nyawa bayi tak berdosa.