Dengan kepala yang sakit, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Sampai akhirnya tersadar bahwa putranya tak ada di sebelahnya.
Minako berlari sembari memanggil nama anaknya. Ia melihat banyak relawan yang sedang merapikan puing-puing yang menghalangi jalanan sembari mengevakuasi warga yang tertimpa reruntuhan.Â
Melihat keadaan yang tidak baik-baik saja, membuat Minako tersadar bahwa telah terjadi bencana dahsyat yang menimpa kota tempuh ia tinggal.
Minako terus berlari mencari anaknya. Sampai akhirnya ia sampai di tenda pengungsian. Ia mencari nama anaknya di daftar korban selamat, hilang, ataupun tidak selamat yang tertempel di sebuah papah pengumuman. Nihil, tak ada nama putranya.Â
Ia masuk ke kerumunan para pengungsi. Mencari-cari dan terus berharap putranya yang baru berusia 7 tahun itu ada di sana.Â
Minako memang tidak menemukan anaknya, tetapi ia menemukan beberapa orang yang ia kenal. Namun anehnya, mereka sama sekali tak bisa melihat, mendengar, dan merasakan kehadiran Minako. Sampai akhirnya Minako tersadar bahwa tak ada satupun manusia yang dapat merasakan kehadirannya.
Minako yang putus asa berlari menuju rumahnya. Rumahnya hanya tersisa puing-puing bangunan yang sudah tak berbentuk sebagai rumah ternyaman bersama anaknya dulu. Ia memunguti sisa-sisa kenangan bersama anaknya yang masih bisa diselamatkan.
Tiba-tiba terdengar suara mobil melintasi dirinya. Dan terdengar seseorang berteriak kepadanya untuk berhati-hati. Sontak Minako kaget karena untuk pertama kalinya setelah bencana itu, seseorang mengajaknya untuk berbicara.
Tak mau kehilangan kesempatan l, Minako berlari mengejar mobil itu. Beruntungnya mobil itu berhenti karena melihat Minako berlari mengejar.
Mobil itu dikendarai oleh seorang pria yang ramah bernama Akira. Akira diperankan oleh Kentaro Sakaguchi.
Minako menanyakan kejanggalan yang terjadi. Termasuk bertanya mengapa Akira dapat melihatnya sedangkan yang lain tidak bisa.