Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film "Pasutri Gaje", Drama Rumah Tangga Pengantin Baru

8 Februari 2024   07:00 Diperbarui: 9 Februari 2024   00:05 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Pasutri Gaje (2024). (Sumber: YouTube IT'S ME BCL via kompas.com) 

Penonton setia film karya anak bangsa pasti sudah tahu dengan film drama komedi yang sedang tayang di bioskop. Atau mungkin, di antara pembaca ada yang sudah menonton film ini?

Film Pasutri Gaje sudah bisa disaksikan di seluruh bioskop Indonesia sejak 7 Februari 2024. Kehadirannya cukup membuat film yang sama-sama bergenre komedi terancam turun layar. Apalagi sudah hampir satu minggu tayang dengan tema cerita yang berbeda.

Sebelum mengupas lebih dalam terkait film Pasutri Gaje, perlu diketahui bahwa film ini merupakan adaptasi dari komik ternama yang tayang lewat platfrom Webtoon. Dengan judul yang sama, ditulis oleh Annisa Nisfihani.

Komik Pasutri Gaje sudah dikenal oleh seluruh pengguna setia Webtoon. Pamornya melejit yang dapat dilihat dari jumlah pembacanya. Fantastis, mencapai 906 juta kali dibaca oleh pembaca setia webtoon. 

Tak hanya jumlah pembacanya yang bikin geleng-geleng kepala, komik ini pun menjadi favorit para pembaca. Terdapat 5 juta orang yang menyematkan komik ini ke dalam daftar favorit.

Keberhasilan Pasutri Gaje dalam versi komik, menjadi tantangan besar bagi Falcon Pictures. Meski terlihat Falcon Pictures begitu pandai membaca peluang pasar, tetapi tentunya Falcon tak bisa asal menggarap film ini.

Pembaca komik Pasutri Gaje sudah memiliki standar yang harus dipenuhi jika komik kesayangannya harus diadaptasi dalam bentuk film. Imbasnya jelas mengarah pada perbandingan. Antara versi komik dengan versi film.

Tak mau gegabah menggarap film ini, Falcon Pictures mempercayakan kepada sutradara ternama andalannya. Fajar Bustomi yang kiprahnya dalam perfilman Indonesia mulai diakui usai berhasil menggarap film Dilan 1990.

Seolah, seantero Indonesia ini tahu film Dilan. Jelas ini merupakan hasil kerja keras dari sang sutradara, Fajar Bustomi.

Kualitasnya semakin dipercaya usai menggarap film Buya Hamka. Film yang tidak bisa asal karena merupakan biografi dari tokoh nyata yang sangat dihormati banyak orang.

Mendapatkan tantangan dan amanah yang sangat berat, membuat Fajar Bustomi tak mau asal memilih pemain utama maupun pendukung. Terlihat dari pemilihan pemain yang hampir rata-rata sudah senior. Minimalnya pernah main film.

Untuk karakter pasangan suami istri yang menjadi center cerita, Fajar Bustomi memilih Reza Rahadian dan Bunga Citra Lestari. Bukan kali pertama bagi Reza Rahadian dan Bunga Citra lestari beradu akting dalam film yang sama.

Penonton pasti sudah tahu bahwa mereka berdua pernah dipersatukan dalam film My Stupid Boss. Keberhasilan film My Stupid Boss membuahkan hasil dengan adanya film keduanya. 

Mungkin bagi sebagian pembaca komik Pasutri Gaje kurang setuju dengan pemeran utama. Yang di mana dalam cerita komik, dilakoni oleh pasangan muda yang masih berusia 20 tahunan. 

Berbeda dengan Reza ataupun BCl yang usianya sudah tidak muda lagi. Usia mereka 35 tahun ke atas bahkan 41 tahun. 

Hmm, sebelum mengomentari pro kontra yang terjadi, penulis ingin mengajak para pembaca Kompasiana untuk menyimak sinopsis singkat dari film Pasutri Gaje!

Film Pasutri Gaje menceritakan kehidupan pengantin baru yang penuh drama. Mereka adalah Adimas dan Adelia. Usia pernikahan mereka baru seumur jagung. Baru 5 bulan lamanya.

Tidak mudah bagi Adimas yang diperankan Reza Rahadian untuk dapat mempersunting pujaan hatinya, Adelia yang diperankan oleh Bunga Citra lestari. Terutama restu dari Ayah Adelia yang diperankan oleh Indro Warkop.

Sesuai dengan pepatah, yang namanya jodoh tidak akan ke mana. Perjuangan Adimas meluluhkan calon mertua pun berhasil. Mereka resmi menjadi pasangan suami istri.

Layaknya pengantin baru, mereka sangat mengidam-idamkan kehidupan baru yang begitu bahagia dan penuh romansa. Apalagi Adelia. Sebagai perempuan, ia memiliki impian dan harapan yang besar pada sebuah hubungan pernikahan.

Namun ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil rumah KPR yang harus dilunasi dengan cicilan selama 15 tahun lamanya. 

Mudah bagi mereka mendapatkan kepercayaan dari pihak bank untuk dapat melunasi rumah tersebut. Karena keduanya adalah Pegawai Negara Sipil meski hanya tingkat kabupaten.

Konflik tidak berakhir meskipun mereka sudah tinggal berpisah dari sang mertua. Cicilan rumah, pekerjaan rumah, pekerjaan di kantor, dan tekanan dari banyak pihak semakin memperumit keadaan.

Sampai akhirnya mereka sepakat untuk menunda memiliki keturunan. Bukan karena tak ingin menyegerakan, tetapi karena keadaan finansial yang memang belum stabil.

Sebagai istri yang berbakti, Adelia mengikuti permintaan dari Adimas terkait itu. Namun sayangnya, kesepakatan mereka tak sejalan dengan tuntutan dari keluarga besar.

Keputusan mereka tak disenangi oleh orang-orang yang ada di sekitar mereka. Sampai-sampai, Adelia berada dalam kondisi sangat tertekan atas pertanyaan yang terus dilontarkan kepadanya. Kapan hamil? Kok gak hamil-hamil?

Suatu hari, Adimas mengetahui bahwa istrinya telat datang bulan. Biasanya, perempuan yang sudah menikah lalau terlambat menstruasi berarti sedang dalam keadaan berbadan dua.

Berusaha untuk ke luar dari segala tekanan, Adimas langsung memgumumkan kabar bahagia itu kepada semua orang. Padahal belum tentu benar adanya. Hanya spekulasi dari Adimas saja.

Berniat ingin meringankan beban, Adimas justru menambah beban pikiran keluarga kecilnya. Ternyata, spekulasi Adimas tidak tepat. Adelia tidak dalam keadaan hamil. Hanya terlambat datang bulan biasa saja yang umum terjadi pada perempuan. Bisa karena stres, kecapean, pola tidur ataupun pola makan yang tidak teratur.

Sejak saat itulah, drama rumah tangga pasutri baru ini semakin menjadi-jadi. Mereka berusaha untuk mengubah situasi yang sudah terlanjur terjadi.

Film Pasutri Gaje tidak mau lepas dari embel-embel komik. Fajar Bustomi menambah unsur animasi yang mengingatkan penonton bahwa film ini diadaptasi dari komik webtoon.

Penambahan unsur animasi membuat film ini tampil beda. Dengan genre drama komedi, unsur animasi malah memperkuat komedi yang disajikan kepada penonton.

Tidak hanya kehidupan rumah tangga peran utama yang mengundang gelak tawa penonton, kehidupan sehari-hari para pemeran pendukung pun ikut memberikan sentuhan humor. Terutama interaksi antara Zsa Zsa Utari, Arifin Putra, Nadine Alexandra, Kiky Saputri, dan Tommy Lim semakin mengocok perut penonton. 

Apalagi hampir sebagai besar para pemeran ini memang sudah sering terlibat dalam projek film ataupun serial komedi. Bahkan komedian ternama seperti Andre Taulany pun tergabung dalam projek film Pasutri Gaje.

Pembaca setia komik Pasutri Gaje mungkin sedikit kecewa karena ada part favorit yang tidak ditampilkan dalam versi film. Namun, jika dilihat dari komik Pasutri Gaje yang dilengkapi dengan 54 chapter, rasanya sulit untuk merangkumnya dalam durasi 109 menit saja. 

Menurut saya, sutradara dan penulis naskah sudah begitu cerdas untuk mengadaptasi komik ini menjadi sajian film yang tetap ingin memberikan sentuhan komik. Terlihat dari unsur animasi yang disematkan, serta alur cerita yang sama dengan versi komik.

Untuk hal-hal sederhana, seperti perbedaan antara warna rambut para tokoh dalam versi komik dengan film, tidak perlu dipermasalahkan. Toh sama sekali tidak merubah kepadatan dari cerita ini.

Meski bercerita tentang pasangan suami istri, film ini menggambarkan adegan romantis dengan sentuhan komedi. Adegan-adegan nakal yang disuguhkan menjadi tidak nakal karena dipadukan dengan komedi. 

Film Pasutri Gaje (2024). (Sumber: YouTube IT'S ME BCL via kompas.com) 
Film Pasutri Gaje (2024). (Sumber: YouTube IT'S ME BCL via kompas.com) 

Menurut saya, yang cukup mengganjal adalah usia asli dari para pemeran utama. Memang jika dilihat dari jam terbang, keduanya sama sekali tak perlu dipertanyakan. Apalagi Reza Rahadian yang kerap tampil beda dalam setiap karakter yang ia lakoni. Segudang prestasi di dunia film pun berhasil ia raih.

Namun tetap saja, bayangan saya bahwa film ini adalah kisah pasangan muda yang baru saja menikah. Pasangan muda yang masih berproses untuk menjalankan ibadah seumur hidupnya.

Memang keduanya begitu rupawan dan awet muda. Apalagi BCL yang tidak terlihat sebagai seorang Ibu beranak satu. Namun tetap saja, yang terbayang dalam benak penonton mereka adalah sosok orang tua. Bukan orang dewasa usia 20 tahunan.

Beruntungnya mereka berhasil menyatukan chemistry dengan maksimal. Kedekatan mereka di dunia nyata membantu mereka dalam mengeksekusi setiap adegan. 

BCL yang sering disapa Unge, tampil kocak dengan adegan yang mengharuskan memiliki emosi berubah-ubah. Mulai dari nampak malu-malu, sedih, kecewa, menahan amarah, sampai pada adegan serius yang tidak bisa lagi dipadukan dengan komedi.

Begitu pula dengan Reza Rahadian yang sama-sama harus menampilkan emosi yang berbeda-beda. Reza selalu tampil maksimal dalam setiap karakter yang ia bawakan. Kalau urusan kualitas akting seorang Reza Rahadian, rasanya tak pantas untuk diberi komentar lagi.

Di balik kekurangan film Pasutri Gaje, film ini sangat layak mengisi akhir pekan di hari libur ini. Waktu yang tepat untuk sejenak pergi ke bioskop bersama orang tersayang di hari cuti bersama.

Film Pasutri Gaje begitu ringan untuk dinikmati. Meski konfliknya cukup dalam, tetapi dikemas dengan sangat ringan dan tersampaikan kepada penonton dengan penyampaian yang membuat nyaman.

Bagi penonton pasangan muda, akan merasa relate dengan konflik film Pasutri Gaje. Berbagai konflik di awal pernikahan yang perlu disesuaikan dan melakukan penerimaan diri.

Sedangkan bagi pasangan yang sudah lama membangun bahtera rumah tangga, film ini bisa bikin nostalgia ke zaman-zaman awal pernikahan. Rasa malu-malu saat awal pernikahan, ataupun kondisi tertentu yang diperlukan dikompromikan bersama.

Nah, untuk penonton yang belum menikah, film ini sangat layak untuk ditonton. Bukan untuk menakut-nakuti bahwa rumah tangga itu tidak seindah cerita dongeng, tetapi menjadi gambaran dasar bahwa penerimaan satu sama lain harus diutamakan.

Setelah menikah, kehidupan tidak hanya tentang diri sendiri. Tetapi tentang pasangan bahkan keluarga besar. Pernikahan bukan antara laki-laki dan perempuan saja, tetapi antara dua keluarga. Tepatnya, menyatukan dua keluarga.

Well, secara keseluruhan film Pasutri Gaje sangat layak mengisi hari libur cuti bersama ini! Tidak ada alasan lagi untuk mengeluhkan bahwa healing itu mahal. Dengan budget di bawah 50 ribu saja, kita sudah bisa menyaksikan tontonan yang ringan dan super kocak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun