Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film "Sehidup Semati", Horornya KDRT yang Terbelenggu Patriarki

13 Januari 2024   10:00 Diperbarui: 13 Januari 2024   16:53 5913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal tahun 2024, bioskop dipenuhi dengan film-film yang cukup meyakinkan dan ditunggu oleh para penggemarnya. Pilihan genre-nya pun cukup beragam. Mulai dari horor, drama, sampai thriller.

Salah satu film yang dinantikan pada awal tahun 2024 adalah Sehidup Semati. Rilis pada 11 Januari 2024 dan sudah bisa ditonton di seluruh bioskop kesayangan penonton.

Film Sehidup Semati menggaet aktor ternama, seperti Laura Basuki, Ario Bayu, dan Asmara Abigail. Dengan kecerdasan sutradara Upi, film ini bisa terbilang menjadi film pembuka tahun 2024 yang memiliki standar tinggi.

Jika hanya membaca judulnya saja, mungkin ada yang tidak menyangka bahwa film ini ber-genre thriller bahkan bisa juga horor. Apalagi pemainnya adalah Laura Basuki yang kerap berperan dalam film drama dengan kisah yang mendalam.

Memang, pengantar film Sehidup Semati layaknya film drama pada umumnya. Tetapi ternyata ada nuansa horor yang menambah konflik sang tokoh utama.

Film Sehidup Semati menceritakan kisah Renata yang diperankan oleh Laura Basuki. Sejak kecil, Renata sudah melihat kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya kepada ibunya.

Sebagai anak yang masih belum mengerti apa-apa, Renata bingung menghadapi situasi itu. Ia begitu takut dan menyimpan traumatis yang mendalam.

Namun Ibunya berusaha untuk kuat dan tidak memberikan perlawanan. Tetap menjadi istri yang baik meskipun diperlakukan tidak semestinya oleh suaminya.

Dari gambaran itu, Renata sudah dipertunjukkan bahwa perempuan harus selalu tunduk pada laki-laki. Bahwa perempuan harus selalu menuruti keinginan suaminya. Seolah perempuan adalah makhluk tidak berdaya dan tidak boleh berada di atas laki-laki. Apalagi sampai melawan suaminya.

Prinsip itu semakin diperkuat saat Renata menonton siaran ceramah seorang pendeta di televisi. Pendeta tersebut diperankan oleh Lukman Sardi. Pendeta itu mengatakan, "Sangat jelas, laki-laki dan perempuan tidak mungkin setara. Laki-laki berkuasa atas perempuan dan kodrat perempuan adalah tunduk kepada laki-laki."

Narasi itu semakin membelenggu Renata dalam paham patriarki. Ia tumbuh menjadi perempuan yang tidak berdaya dan legowo dengan segala situasi yang ada.

Sama seperti fase kehidupan orang dewasa pada umumnya, di mana akan ada saatnya untuk menempuh hidup baru bersama pasangannya. Renata menikah dengan Edwin yang diperankan oleh Ario Bayu.

Suka cita pasangan muda ini hanya berlangsung selama 3 tahun saja. Setelah itu, Edwin menjadi pria dingin yang hanya berbicara seadanya kepada istrinya. Seperti pagi hari, sepulang kerja, ataupun saat makan bersama. Itu pun dengan pembahasan yang penting-penting saja.

Tidak hanya itu, Edwin kerap melakukan kekerasan fisik kepada Renata. Kini Renata kembali menyaksikan KDRT yang sedari kecil menjadi makanannya sehari-hari. Namun naasnya, kini malah dirinya sendiri yang dipukuli oleh suaminya.

Sama seperti Ibunya, Renata tidak bisa berbuat apa-apa selain mencoba sabar dan bertahan sampai akhir. Dengan dalih mempertahankan janji suci sehidup semati yang diikrarkan pada saat mereka menikah.

Namun prinsip itu perlahan memudar ketika Renata berkenalan dengan Asmara yang diperankan oleh Asmara Abigail. Asmara tinggal di sebelah apartemen Renata dan Edwin.

Merasa memiliki teman baru, Renata sering berkunjung ke unit Asmara. Perlahan, Renata menceritakan KDRT yang dialaminya. Asmara tertegun mendengar cerita Renata.

Asmara memiliki karakter yang begitu kontras dengan Renata. Cenderung lebih berani, mandiri, dan tidak mau diatur oleh siapapun.

Tidak hanya mendapat dukungan, Renata perlahan tersadarkan berkat kehadiran Asmara bahwa tidak seharusnya suami memperlakukan istrinya dengan kekerasan fisik.

Konflik Renata tidak hanya berkaitan dengan KDRT saja. Tetapi ada sosok perempuan yang selalu menemani kesehariannya di apartemen. Renata mencoba mencari-cari bayangan itu. Namun nihil, sosok itu tidak ada.

Tak sampai disitu saja, Renata mendengar suara perempuan bersenandung di ruang kerja suaminya. Ia juga melihat foto pernikahannya dengan Edwin pecah di lantai tanpa sebab.

Merasa ada yang janggal, Renata memberitahu keresahannya kepada Edwin. Berharap Edwin bersimpati, memberikan solusi, ataupun hanya menjadi pendengar yang baik.

Namun semuanya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ketika Renata memberitahu Edwin, suaminya marah dan malah berusaha mencekiknya. Edwin mengancam Renata untuk tidak mencampuri urusan kerjaannya, apalagi sampai masuk ke ruang kerjanya itu.

Teka-teki baru yang harus dipecahkan oleh Renata. Apakah sosok perempuan itu adalah benar-benar selingkuhan suaminya? Ataukah hanya imajinasi semata?

Asmara Abigail, Laura Basuki dan Ario Bayu dalam film Sehidup Semati (8/1/24).(KOMPAS.com/Revi C Rantung) 
Asmara Abigail, Laura Basuki dan Ario Bayu dalam film Sehidup Semati (8/1/24).(KOMPAS.com/Revi C Rantung) 

Untuk kualitas akitng para tokoh utama, tidak perlu ditanyakan lagi. Ketiganya tampil dengan memberikan kemampuan terbaiknya menjadi karakter masing-masing.

Ario Bayu yang diakhir tahun 2023 mendapatkan pujian atas kejeniusannya dalam serial Gadis Kretek (2023), kini kembali menunjukkan bahwa dirinya bukanlah aktor kaleng-kaleng. Tatapan matanya begitu seram pada saat mengancam Renata.

Sedangkan Laura Basuki dan Asmara Abigail tampil klop dalam adegan-adegan yang menceritakan kebersamaan mereka. Keduanya berhasil membuat penonton mengerti bahwa tokoh Renata dan Asmara memang memiliki prinsip dan karakter yang kontras berbeda.

Secara visual, film Sehidup Semati tampil dengan apik dan layak diacungi jempol dari sisi konsepnya. Seperti perbedaan warna yang dominan dalam beberapa adegan. Mulai dari dominasi warna biru tua yang membuat situasi Renata dan Edwin penuh kedinginan. Lalu menjadi merah dan berwarna ketika Renata bersama Asmara.

Perlu untuk diingat bahwa film ini menunjukkan adegan kekerasan secara vulgar. Mungkin jika ada yang punya trauma akan kekerasan, lebih baik tidak menonton film ini. Film ini akan memberikan perasaan tidak nyaman jika ditonton oleh seseorang yang memiliki luka akan kekerasan.

Meski begitu, film ini sudah berusaha sebaik mungkin untuk mencerahkan penonton untuk tidak terbelenggu dengan paham patriarki. Baik itu perempuan ataupun laki-laki, harus memahami bahwa KDRT tidak dibenarkan dengan alasan apapun.

Perempuan punya hak untuk tubuhnya sendiri. Termasuk melindungi dirinya sendiri apabila dirasa akan mendapatkan sentuhan fisik yang berlebihan dari orang lain, sekalipun itu suami sahnya.

Selain isu KDRT, film ini mengingatkan bahwa pentingnya support system untuk menjaga mental seseorang dan memberikan pencerahan untuk konflik yang sedang dihadapi. Menjadi pendengar yang baik saja sudah cukup membuat senang seseorang yang sedang menceritakan masalahnya. Bukan malah mengabaikan, menuduh, bahkan mengumbar cerita seseorang kepada orang lain.

Film Sehidup Semati layak untuk ditonton. Menjadi pembuka yang beda di awal tahun 2024. Memberikan standar yang cukup tinggi untuk film-film selanjutnya yang sejenis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun