Dalam film Garuda di Dadaku 2, Rio Dewanto berperan sebagai pelatih tim nasional Indonesia yang terkenal tegas dan keras dalam melatih pemainnya. Tak jarang, intonasi tinggi dilontarkan saat sesi latihan ataupun memberikan instruksi di pinggir lapangan.
Suaranya yang khas, membuat saya teringat dengan aktingnya di film Garuda di Dadaku 2. Meski film tersebut sudah lama sekali, tetapi tidak ada yang berubah dari intonasi ataupun penekanan yang Rio bawakan saat harus memerankan karakter yang tegas.
Chico Kurniawan dan Ardhito Pramono tampil nyentrik dalam film ini. Perihal kualitas akting Chico Kurniawan tidak usah diragukan lagi. Pencapaian terbesarnya dalam dunia akting adalah mendapatkan penghargaan Festival Film Indonesia sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik dalam film Penyalin Cahaya (2022).
Sedangkan Ardhito, bisa keluar dari zona nyamannya. Biasanya, penonton disuguhkan dengan kemampuan akting Ardhito sebagai kawula muda yang dimabuk asmara. Ditambah juga, menunjukkan keahliannya dalam bermusik dalam sebuah projek film. Namun, dalam film 13 Bom di Jakarta, penonton bisa melihat totalitas yang diberikan dalam memerankan tokoh penting suatu cerita.
Secara keseluruhan, tokoh utama ataupun pendukung terlihat sangat berkualitas dan menunjukkan kemampuan terbaiknya. Terutama Lutesha yang memerankan karakter Agnes sebagai kekasih William (Ardhito Pramono).Â
Lalu tak kalah kerennya, lagi-lagi Muhammad Khan sebagai rekan dari Arok (Rio Dewanto), menunjukkan kualitas dalam memainkan peran. Setelah berhasil meraih penghargaan Festival Film Indonesia di tahun 2019 sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik lewat film Kucumbu Tubuh Indahku (2018).
Sayangnya, film ini terasa begitu mati-matian untuk menampilkan adegan baku hantam dan ledakan yang terlihat real. Memang hal tersebut sangat penting. Mengingat film ini memang bergenre aksi.
Namun seharusnya, makna atau pesan yang bisa diberikan lewat film ini bisa diasah dengan lebih baik lagi. Terutama dalam memberikan edukasi kepada penonton terkait dengan latar belakang seseorang memutuskan menjadi teroris. Dengan begini, penonton akan dibuat tersadar bahwa tindakan teroris bukan menunjukkan fitrahnya sebagai manusia yang beragama.
Di tengah gempuran film drama dan horor, film 13 Bom di Jakarta menambah nuansa aksi yang dapat dipilih oleh penonton. Dengan begitu, pilihan tontonan akan semakin beragam. Penonton tinggal menyesuaikan dengan selera masing-masing.
Untuk penggemar film aksi, sudah dipastikan harus menonton film 13 Bom di Jakarta. Ataupun untuk penonton yang bosan dengan drama dan horor, mungkin bisa mencoba menonton film aksi lewat 13 Bom di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H