Sayang sekali sosok Ed tidak terlalu di-eksplore lebih dalam lagi. Khusunya tentang latar belakang keluarga Ed. Sekilas penonton akan melihat Ed adalah anak jenius yang didukung dengan kekayaan keluarganya. Namun tak nampak seperti anak kaya pada umumnya, Ed bisa berbaur dengan kalangan apa saja. Termasuk tukang servis elektronik dan pengamen jalanan.
Keluarga Dita juga tidak diceritakan lebih mendalam lagi. Padahal ibu Dita diperankan oleh  Cut Mini. Akting Cut Mini tidak perlu diragukan lagi. Cut Mini bisa menambah emosi dalam film jika perannya lebih ditonjolkan lagi. Sosok kakak Dita yang selalu ada di rumah bersama Ibunya juga seperti angin lalu saja. Tidak berarti apa-apa.
Perpindahan alur dalam film ini begitu cepat terjadi. Khususnya masa pendekatan Dita dengan Ed sampai akhirnya hubungan mereka merenggang di tahun ke empat.Â
Memang inti ceritanya bukan romansa antara Dita dan Ed, melainkan perjalanan Dita mengikhlaskan kepergian Ed. Tetapi tetap saja, penulis sebagai penonton belum puas dengan romansa yang disuguhkan pasangan kekasih, Dita dan Ed.
Di balik kekurangan film ini, yang terpenting adalah makna film yang ingin disampaikan memang berhasil tersampaikan dengan baik kepada penonton.Â
Kehilangan adalah fase yang tidak bisa dihindari oleh siapapun di muka bum ini. Dan setiap orang memiliki versinya sendiri dalam berdamai dengan kehilangan.
Ibu Dita terlihat lebih cepat pulih semenjak kematian suaminya, tetapi bukan berarti Ibu Dita rela dengan kepergian. Ibu Dita punya cara sendiri untuk menyikapi kehilangan. Berbeda dengan Dita yang butuh waktu sangat panjang agar bisa berdamai dengan kehilangan. Tidak seharunya kita sebagai manusia biasa menyembunyikan rasa sedih. Kesedihan dan menangis bukanlah hal yang berlebihan. Apalagi bersedih karena kehilangan.
Ada satu dialog yang terus menerus menempel dipikiran penulis. Dita berpendapat bahwa dalam kelahiran akan mengalami fase persiapan selama 9 bulan. Tetapi berbeda dengan kematian yang tidak ada fase persiapan karena kehadirannya yang mendadak. Dari sini, kita bisa tersadar bahwa segala sesuatu yang bernapas itu akan mati. Dan itu tidak bisa dihindari. Kehilangan dan ditinggalkan adalah dua fase yang tidak bisa dihindari. Siapapun itu, pasti akan mengalaminya. Tidak memandang fisik ataupun status ekonomi, kehilangan akan menghampiri siapapun di muka bumi ini.
Memang dalam menyambut kelahiran, Ibu dan Ayah bisa mempersiapkan selama 9 bulan. Sedangkan kematian datang secara tiba-tiba. Kita tidak tahu kapan takdir kematian datang menghampiri. Tetapi kira harus ingat bahwa takdir kematian pasti akan datang. Jadi kalau ditanya kematian tanpa persiapan, itu hanya berlaku untuk orang-orang yang bermain-main dalam hidupnya.
Film ini tidak cocok untuk penonton yang sedang mencari hiburan. Bukan berarti filmnya tidak menghibur, tetapi pesan film ini mungkin saja tidak berakhir nyaman di setiap hati penonton. Usai film ini berakhir, penonton rasanya hanya ingin terdiam untuk mencerna semuanya. Penonton perlu ruang dan jeda untuk kembali melangkah ke luar dari bioskop.