Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Threads VS Twitter, Serupa tapi Tak Sama

7 Juli 2023   07:00 Diperbarui: 8 Juli 2023   09:45 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IIlustrasi Threads dan Twitter (Sumber: CGTN via tekno.kompas.com)

Akhir Mei 2023 yang lalu, saya menulis artikel di Kompasiana terkait tantangan baru bagi Twitter dalam menghadapi aplikasi serupa yang akan dikeluarkan oleh Meta. Mengingat Meta adalah induk dari WhatsApp, Facebook, dan Instagram, maka Twitter tidak bisa menganggap remeh aplikasi baru yang dikeluarkan Meta.

Berdasarkan laporan We Are Social yang dikutip pada databoks.katadata.id, terdapat 372,9 juta pengguna Twitter di seluruh dunia pada April 2023. Amerika Serikat merupakan negara dengan pengguna Twitter terbanyak di dunia dengan pengguna 64,85 juta. Sedangkan Jepang menempati peringkat kedua dengan 51,8 juta pengguna. Posisi ketiga adalah Brasil dengan 16,6 juta pengguna. Keempat adalah Inggris dengan 16,1 juta pengguna. Lalu, ada India di peringkat kelima dengan jumlah pengguna Twitter sebanyak 14,95 juta.

Performa Twitter di Indonesia cukup bagus karena mendapatkan pengguna yang banyak dari masyarakat Indonesia. Indonesia menempati peringkat keenam di dunia dengan jumlah pengguna Twitter sebanyak 14,75 juta orang. Meski Twitter tidak masuk 5 besar deretan media sosial dengan pengguna media sosial terbanyak secara global, tetapi Twitter masih mendapatkan posisi yang cukup bagus di Indonesia.

Tampilan dari aplikasi baru Meta yang mirip Twitter, Threads. (Sumber: tekno.kompas.com)
Tampilan dari aplikasi baru Meta yang mirip Twitter, Threads. (Sumber: tekno.kompas.com)

Twitter yang kini dikelola oleh Elon Musk mendapatkan tantangan besar dalam menghadapi aplikasi baru bernama Threads yang rilis tanggal 6 Juli 2023. 

Threads udah dapat diunduh melalui Play Store ataupun App Store. Threads sudah hadir di lebih 100 negara termasuk Indonesia. Tetapi Threads masih belum tersedia di Uni Eropa.

Euforia peluncuran Threads sampai menjadi trending topik nomor satu di Twitter. Banyak pengguna Twitter yang mencoba Threads dan mulai membandingkan antara keduanya.

Ramainya perbincangan tentang Threads membuat pengguna media sosial berusaha mencoba aplikasi baru ini. 

Dalam Twitter, ada pengguna yang masih bingung dalam menggunakan Threads. Bahkan dalam Threads pun banyak yang memberikan cuitan pertamanya perihal kebingungan dalam penggunaan aplikasi baru ini. Ada juga yang memamerkan dan menceritakan pengalaman pertamanya dalam berselancar di Threads.

Dalam mengenalkan aplikasi barunya, Meta memang tidak main-main. Terlihat dari hasilnya bahwa Threads memecahkan rekor sampai 2 juta pengguna hanya dalam 2 jam di hari pertamanya dirilis. Pernyataan tersebut langsung diutarakan oleh Mark Zuckerberg melalui akun Threads-nya di pada hari kamis (6/7/2023).

Pencapaian Threads di hari pertama adalah keberhasilan dari adanya upaya untuk mengenalkan aplikasi baru ini. Dikutip dalam cnbcindonesia.com dikabarkan Meta telah menjalin kontak dengan influencer di media sosial untuk menarik mereka menggunakan Threads. Influencer yang sudah dikenal oleh masyarakat dan memiliki jumlah pengikut yang banyak di berbagai media sosial melakukan post paling tidak dua kali sehari.

Media sosial baru pesaing Twitter, menjadi trending topik di Twitter pada Kamis (6/7/2023) pagi. (Sumber: kompas.com)
Media sosial baru pesaing Twitter, menjadi trending topik di Twitter pada Kamis (6/7/2023) pagi. (Sumber: kompas.com)

Tidak hanya pengguna media sosial yang menantikan Threads, sepertinya investor juga antusias menyambutnya. Sesuai dengan perencanaan dan bocoran sebelumnya dari Meta, aplikasi baru ini bertautan dengan Instagram. Dengan terkoneksinya Threads bersama Instagram, membuka potensi iklan silang antara kedua aplikasi. Brand besar seperti Billboard, Bloomberg, HBO, Variety, langsung membuka akun Threads sejak menit pertama peluncuran.

Sebelum menuliskan artikel ini, saya tentu mencoba langsung dalam menjelajahi Threads untuk pertama kali. Meski bukan pakarnya dalam teknologi, penulis adalah pengguna setia twitter sejak tahun 2011. 

Mendengar kabar Meta akan meluncurkan aplikasi baru yang mirip dengan Twitter, tentu membuat saya penasaran. Sejauh ini hanya Twitter yang konsisten saya buka setiap hari lewat ponsel. Sudah hampir 12 tahun saya berselancar di Twitter dan tidak pernah bosan. Lain halnya dengan Facebook yang sudah tidak saya gunakan lagi mulai tahun 2017.

Untuk dapat masuk ke Threads, pengguna yang sudah memiliki akun Instagram akan secara otomatis dapat masuk ke Threads. Pada saat saya selesai mengunduh Threads di Play Store, Threads langsung mengarahkan untuk menautkan aplikasi ini dengan Instagram. Bahkan, pengguna dapat secara otomatis membuat username, foto profil, dan bio dalam Threads yang serupa dengan yang ada di akun Instagram.

Tidak hanya itu, Threads juga meminta persetujuan pengguna untuk dapat mengakses teman di Instagram. Jika pengguna menyetujui, maka secara otomatis akun Threads akan mengikuti akun teman yang ada di Instagram. Namun pengguna juga bisa menolak ketentuan tersebut sehingga akun Threads tidak secara otomatis mengikuti seluruh teman Instagram.

Ilustrasi aplikasi Threads yang sudah bisa dijajal di Indonesia.(Sumber: KOMPAS.com/Bill Clinten)
Ilustrasi aplikasi Threads yang sudah bisa dijajal di Indonesia.(Sumber: KOMPAS.com/Bill Clinten)

Bagi pengguna yang ingin menjaga privasinya, Threads menyediakan fitur akun private layakanya Instagram. Jadi pengguna dapat memilih apakah akun pribadinya dapat dilihat oleh semua orang atau tidak.

Dari fitur yang menautkan langsung antara Threads dengan Instagram mungkin akan disenangi sebagian orang. Namun mungkin ada pula yang kurang senang dengan kemudahan itu.

Pengguna Instagram yang memiliki pengikut banyak akan menyambut Threads dengan suka cita. Apalagi jika sudah centang biru. Itu artinya kesempatan mendapatkan follower yang banyak dengan instan akan terbuka lebar karena tersemat dengan akun Instagramnya. Bahkan secara otomatis akun Threadsnya langsung centang biru karena mengikuti akun Instagram yang sudah terlebih dulu verified. 

Lain halnya dengan pengguna Instagram dengan jumlah pengikut yang tidak banyak dan bukan siapa-siapa, dalam arti hanya masyarakat biasa saja. Pengguna tersebut memiliki peluang kecil untuk mendapatkan pengikut yang banyak secara instan.

Jika kita bandingkan fitur tersebut dengan Twitter, maka Twitter lebih memiliki penawaran yang besar akan kesempatan dalam mendapatkan jumlah pengikut. Fitur 

Trending dalam Twitter sangat membantu pengguna dalam mendapatkan pengikut yang banyak. Dengan sering membuat cuitan, akan banyak pengguna lain yang melihat tweet tersebut. Apabila cuitan yang kita buat menarik perhatian pengguna dalam jumlah banyak, maka kesempatan terbuka lebar untuk mendapatkan pengikut baru.

Namun Threads masih belum bisa menyaingi Twitter untuk hal tersebut. Kemudahan dalam tersematnya secara otomatis dengan Instagram, membuat pengguna ‘biasa’ kesulitan dalam mendapatkan teman baru. Tidak adanya fitur Trending seperti Twitter membuat utas yang pengguna buat hanya muncul atau terbaca oleh segelintir orang saja. Dalam arti lain hanya muncul di beranda pengguna yang mengikuti akun Threads kita meskipun akun dalam keadaan publik (tidak private).

Hal tersebut sudah saya praktikkan langsung. Setelah akun Threads pribadi yang tersemat dengan Instagram, secara otomatis teman Instagram saya mengirimkan permintaan pertemanan dalam Threads. Dengan 39 pengikut, hanya ada 3 orang teman yang menanggapi utas yang saya buat. Threads juga tidak menampilkan jumlah pengguna yang melihat utas yang kita buat. Berbeda dengan Twitter yang menampilkan jumlah pengguna yang melihat cuitan kita.

Twitter yang menyuguhkan fitur Trending sebagai andalannya membuat siapa saja dapat melihat tweet yang kita buat jika menyematkan kata yang sedang trending saat itu. Tweet yang kita buat disebarkan secara meluas oleh ke pengguna Twitter lainnya lewat fitur trending.

Sebenarnya bisa saja pengguna Threads mendapatkan simpati banyak pengguna dengan membalas utas yang dibuat akun centang biru. Dengan begitu akan ada banyak si pengikut centang biru yang melihat utas tersebut.

Tersematnya dengan Instagram membuat calon pengguna yang tidak memiliki Instagram belum bisa mengakses Threads. Lain halnya dengan Twitter yang berdiri sendiri sehingga siapapun dapat menggunakannya dengan mendaftarkan nomor handphone dan email pribadi saja.

Selama 12 tahun menggunakan Twitter, saya melihat banyak sekali pengguna Twitter yang tidak menggunakan nama asli atau nama lengkap. Banyak sekali username twitter dengan nama samaran. Bahkan ada pula akun twitter yang memang dikhususkan untuk mencari teman secara maya saja sehingga tidak ada satupun teman atau orang yang di kenal secara nyata saling mengikuti di Twitter.

Pengguna Twitter pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah ‘sambat’. Di mana Twitter oleh para pengguna setianya dijadikan sebagai media bercerita dari yang penting sampai tidak penting sekalipun. Seolah dalam Twitter begitu bebas untuk berbicara tentang apapun. Bahkan banyak sekali pengguna twitter yang hanya menggunakan twitter sebagai media pelampiasan keluhan saja.

Threads, aplikasi yang digadang jadi pengganti Twitter dan sekarang sudah muncul di App Store. (Sumber: KOMPAS.com/Zulfikar Hardiansyah)
Threads, aplikasi yang digadang jadi pengganti Twitter dan sekarang sudah muncul di App Store. (Sumber: KOMPAS.com/Zulfikar Hardiansyah)

Sayangnya tersematnya Threads dengan Instagram tidak bisa mengambil pasar pengguna Twitter yang memiliki karakteristik tersebut. 

Seseorang yang membuat Threads, secara otomatis akan diketahui juga akun Instagram pribadinya. Hal itu dikarenakan username Threads harus sama persis seperti Instagram. Jika username Threads ingin diubah, maka pengguna harus menggantinya lewat Instagram. Itu artinya username Instagram dan Threads tetap akan sama. Meski sebenarnya bisa saja pengguna menggunakan fake account Instagram yang tersemat dalam Threads sehingga tidak diketahui oleh pengguna lain yang memang tidak dikehendaki.

Pertama kali melihat beranda Threads, saya langsung berseru bahwa ini sama persis dengan Twitter. Bahkan jika dibandingkan dari segi desain, Threads lebih sederhana daripada Twitter. 

Threads memang terlihat fokus ingin menyerupai Twitter, dengan tombol suka, komen, alias retweet ala Twitter, dan bagikan. Namun Threads tidak mau menghilangkan nuansa Instagram dengan saling tersematnya kedua akun media sosial kakak beradik itu. Dikarenakan Threads terkoneksi dengan Instagram, pengguna bisa membagikan posting-an Threads ke Instagram Stories.

Threads hanya memiliki satu timeline yang berisi dari akun yang kita ikuti dan yang direkomendasikan oleh algoritma. Sedangkan dalam Twitter, pengguna bisa melihat timeline yang khusus hanya menampilkan dari akun yang diikuti secara kronologi, dan bisa juga melihat timeline dari akun yang diikuti dan direkomendasikan oleh algoritma.

Sesuai dengan perencanaan yang sudah dibocorkan sebelumnya, Threads mempunyai penawaran yang menarik dari segi kapasitas setiap posting-an. Twitter hanya menyediakan 280 karakter dalam satu tweet. Namun dalam Threads, kita bisa menulis sampai 500 karakter. Pengguna Threads juga bisa menambahkan sampai 10 gambar dan video yang berdurasi hingga 5 menit dalam satu kali posting-an.

Ilustrasi Twitter Blue. (Sumber: KOMPAS.com/BILL CLINTEN)
Ilustrasi Twitter Blue. (Sumber: KOMPAS.com/BILL CLINTEN)

Sebenarnya saya bingung dengan tanggapan Twitter dalam menanggapi aplikasi baru Meta. Kabar terkait aplikasi sejenis Twitter yang diluncurkan oleh Meta sudah ramai diperbincangkan sebelum resmi dirilis. Namun Twitter di bawah kepemimpinan Elon Musk sepertinya sangat percaya diri dengan perubahan-perubahannya yang dilakukan Twitter.

Tercatat mulai 1 April yang lalu, centang biru di Twitter dihapuskan. Saat ini, apabila pengguna ingin akunya centang biru makan dikenakan tarif atau berbayar. Berdasarkan daftar harga di laman Help Center Twitter, harga berlangganan di Twitter Blue di Indonesia bagi yang mendaftar via Twitter web adalah Rp.120.000,- per bulan, atau1,25 juta per tahun. Tarif Twitter Blue melalui aplikasi Twitter di Android dan iOS (mobile), yaitu Rp.165.000,- per bulan.

Ketentuan Twitter Blue berbayar memang menguntungkan semua pengguna karena semua pengguna memiliki kesempatan untuk merasakan akun centang biru. Tetapi ketentuan tersebut juga terkadang membuat pengguna setia bingung untuk membedakan mana akun yang memang seleb twitter atau tidak.

Dikutip dalam detik.com, selain ketentuan tersebut dalam akun resmi pemilik Twitter @elonmusk pada Minggu (2/7/2023) dini hari, mengatakan bahwa pengguna yang belum terverifikasi dibatasi hanya dapat membaca 600 posting-an per hari. Sedangkan akun yang terverifikasi dapat membaca 6.000 twit per hari. Sedangkan akun baru hanya dapat melihat 300 tweet per hari.

Batasan melihat unggahan Twitter juga berubah menjadi 8.000 tweet untuk akun terverifikasi, 800 tweet untuk akun non-terverifikasi, serta 400 tweet untuk akun baru.

Namun selang beberapa jam kemudian, Elon Musk mengubah lagi ketentuan tersebut. Akun terverifikasi dapat melihat 10.000 tweet per hari. Akun tidak terverifikasi hanya dapat melihat 1.000 tweet per hari. Sedangkan akun baru dan belum terverifikasi dapat melihat 500 tweet per hari.

Centang Biru Twitter Berbayar, Apa Dampaknya?(Sumber: KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)
Centang Biru Twitter Berbayar, Apa Dampaknya?(Sumber: KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Ketentuan-ketentuan baru yang dikeluarkan oleh Twitter mendapatkan protes dari pengguna setianya. Entah apa sebenarnya rencana dan strategi Twitter dalam menerapkan ketentuan tersebut. Seolah Twitter menanggapi dengan santai munculnya pesaing baru dari Meta. Bukannya menambah fitur yang memanjakan pengguna, Twitter malah memberlakukan adanya langganan berbayar.

Memang bukan waktu yang tepat untuk membandingkan antara aplikasi lama dengan aplikasi baru. Tentunya Threads masih dalam tahap percobaan dan akan terus melakukan perubahan-perubahan untuk menyempurnakan aplikasinya. Meski sejauh ini Twitter mempunyai keunggulan akan fitur trending, bukan berarti Twitter bisa dengan mudah mengeluarkan ketentuan-ketentuan baru yang mempersulit penggunanya.

Fitur trending yang menjadi keunggulan Twitter seharusnya mulai dibenahi. Saya secara pribadi sangat risih karena sering mendapatkan momentum saat mengklik trending tetapi yang ditampilkan tidak ada kaitannya sama sekali dengan yang dicari. 

Sering sekali yang keluar adalah akun yang berjualan atau bahkan konten porno. Twitter masih belum mampu untuk dapat menyaring posting-an yang ditampilkan bagi penggunanya. Meski terkadang untuk mengklik video tertentu diharuskan untuk membuat pernyataan dalam batas umur tertentu, tetapi tetap saja membuat risih. 

Sebagai manusia dewasa, jika tiap hari Twitter tidak bisa memfilter konten-konten tersebut, bisa saja saya akan beralih pada Threads. Padahal seharusnya yang saat ini Twitter lakukan adalah mempertahankan pengguna setianya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun