Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Memberanikan Diri Menerbitkan Buku

2 Juli 2023   07:00 Diperbarui: 2 Juli 2023   07:05 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seseorang pernah berkata padaku,"Aku berhenti menulis setelah aku tahu engkau enggan membacanya."

Kalimat itu sesekali aku renungkan. Sampai akhirnya ternyata prinsipku dalam menulis dengannya sangat berbeda. Aku tidak peduli seseorang mau atau tidak membaca tulisanku. Karena yang terpenting adalah aku menulis, dan itu sudah membuatku merasa senang.

Entah tepatnya sejak kapan aku suka menulis. Yang ku ingat saat TK, Ibu membuatkan aku sebuah puisi tentang guru. Di mana puisi itu aku bacakan di acara perpisahan TK. Berangkat dari itulah aku mengenal bagaimana ciri khas bentuk puisi.

Pelajaran bahasa Indonesia selalu menjadi andalan. Entah karena memang aku bersembunyi dari ketakutan akan angka-angka di pelajaran matematika.

Saat SD, aku masih ingat saat guru meminta siswa untuk menceritakan pengalaman liburan. Seolah-olah sejak dini, siswa sudah diajarkan untuk flexing yang terlihat dari karangan liburannya. Minimalnya liburan ke Bandung, meskipun hanya di sekitaran  Alun-Alun Bandung.

Minder rasanya saat membaca pengalaman liburan teman yang menceritakan menginap di hotel mewah, atau pergi ke Dufan. Padahal belum tentu benar adanya. Bisa saja hanya karangan semata untuk mengerjakan tugas itu. Rasanya terlalu malu jika harus menuliskan cerita sebenarnya yang full nonton doraemon di rumah.

Aku sempat menceritakan pengalaman liburanku ke kampung kelahiran Ibu. Tapi bukan berarti setiap libur semester aku pergi mudik ke sana. Maka akan ada fasenya untuk mengarang bebas tentang liburan ke kebun binatang. Sebagai seorang anak kecil yang malu jika kalah dengan teman sebangkunya, aku akan mengarang bebas. Toh di kebun binatang sudah pasti ada berbagai macam binatang. Tidak sulit untuk menceritakan dan menjelaskannya.

Selain diberi tugas menceritakan tentang libur semester, aku juga ingat saat diberi tugas menulis berita. Di saat teman-temanku yang lain membawa pulang tugasnya ke rumah karena belum selesai, aku sudah mendapatkan paraf dari guru atas tulisan berita tentang banjir. Berita banjir aku saksikan di televisi  saat menyantap sarapan nasi goreng buatan Ibu. Memang detail peristiwanya tidak terlalu menempel dalam ingatan, tapi setidaknya garis intinya bisa aku tuangkan dan mampu menjawab 5W+1H.

Saat kelas 4 SD, entah ada angin apa. Aku juga tidak ingat bagaimana kronologi pastinya seperti apa. Sebagai anak SD, aku memberanikan diri untuk menulis pakai pensil di dalam buku tulis tentang cerita seorang anak yang mengidap kanker otak. Tanpa ada mini riset atau bahkan pengalaman, aku hanya menuliskan apa yang ingin aku tulis dan apa yang aku ketahui dari televisi tabung di rumah.

Nostalgia pada jaman-jaman itu, membuat aku akhirnya tersadar bahwa sedari dulu aku tidak pernah takut tulisanku akan dibaca oleh orang lain atau tidak. Karena aku menulis untuk kebahagiaan diriku sendiri. Orang lain menyukai tulisanku hanyalah bonus semata.

Beranjak ke SMP, SMA, sampai saat jadi mahasiswa, menulis tetap menjadi kegiatan favoritku. Bahkan sampai saat ini aku terus belajar untuk menulis. Ya meski masih belum konsisten menghasilkan dari sebuah tulisan, tapi aku tidak pernah tahu tulisan mana yang akan membuat tulisanku dikenal banyak orang. Maka menulislah lagi, dan lagi. Tanpa henti. Tanpa jeda.

Aku pernah menulis naskah teater, ikut lomba menulis esai/cerpen/puisi, dan yang paling berkesan adalah menjadi jurnalis. Mungkin itu adalah pengalaman terindah dan termahal yang aku lewati selama menjadi jurnalis. Tidak hanya menyalurkan hobiku dalam menulis, menjadi jurnalis memberikan manfaat bagi masyarakat umum. Meski segelintir orang ada saja yang tidak suka atas tulisanku yang mungkin memberikan efek buruk untuknya. Ya begitulah hidup, kita memang tidak bisa membuat semua orang menyukai apa yang kita lakukan. Semuanya di luar kapasitas kita. Yang terpenting adalah untuk terus melakukan hal-hal yang disukai selagi itu adalah hal yang positif.

Sebenarnya sudah ada beberapa judul novel yang pernah aku ramu. Tapi memang masalahnya adalah diri sendiri yang tidak menuntaskan sampai akhir. Masih setengah-setengah dalam berkarya. Tak jarang pula karena filenya terhapus. Disebabkan virus ataupun karena laptop yang tiba-tiba mati total.

Tahun lalu, aku sempat kerja di perusahaan asing sebagai proofreader. Bekerja di rumah saja dengan kegiatan menulis selalu menjadi cita-citaku dari dulu. Aku menyenangi pekerjaanku saat itu. Tapi yang namanya pekerjaan lepas ada kalanya hanya bisa menunggu tanpa kepastian.

Kegiatan sebagai proofreader saat itu adalah mengoreksi novel yang sudah diedit oleh editor. Mungkin sudah ada 100-150 judul novel yang aku baca saat itu. Beruntungnya selain bekerja, aku juga bisa ikut baca novel gratisan haha. Ya sesekali jadi dapat inspirasi juga.

Berawal dari sanalah timbul pertanyaan di dalam hati, "Sampai kapan hanya mengedit karya orang lain? Kapan berani menerbitkan novel sendiri?"

Pertanyaan itu yang membuat aku terus menerus menulis selama 3 bulan dengan alur cerita yang sangat sederhana. Rasanya seperti memberi tantangan untuk diri sendiri agar bisa bertanggung jawab dalam menyelesaikan apa yang sudah di mulai.

Ternyata itu berhasil. Kurang dari 3 bulan, Novel berjudul Bintang untuk Qeela rampung aku tulis. Meski setelah itu aku bingung harus menyimpannya di mana. Apa harus berakhir di platform menulis? Atau dikirimkan ke penerbit?  Atau lagi-lagi hanya menjadi pajangan di laptop?

Menulis di platform menulis sudah pernah aku coba. Tapi rasanya kurang efektif saat aku mencoba aktif di awal Covid. Akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkan naskah itu ke penerbit. Dan penantian selama 3 bulan harus aku lewati untuk mendapat balasan dari penerbit tersebut.

Aku sangat berharap, novelku dapat terbit di tahun itu (2022). Tapi ternyata memang belum saatnya. Akhir tahun 2022, penerbit memberi balasan bahwa naskahku ditolak. Sedih? Sudah pasti. Siapa yang tidak sedih akan sebuah penolakan?

Tanpa sengaja di awal tahun 2023, ada satu penerbit dalam akun instagramnya memberi kabar bahwa sedang mencari naskah yang akan diterbitkan tahun ini. Aku membaca kriteria dan prosedurnya. Dan semuanya cocok dengan naskah yang aku punya. Beruntungnya hari itu adalah hari terakhir pengiriman naskah agar bisa ikut seleksi. Tanpa pikir panjang, saat itu juga aku mengirimkan naskah Bintang untuk Qeela sekitar jam 9 malam.

2 minggu kemudian, penerbit mengabari bahwa novel Bintang untuk Qeela terpilih dan akan segera diterbitkan. Ternyata, Tuhan memang memberikan rezeki di waktu yang tepat.

Novel Bintang untuk Qeela sudah terbit bulan Juni 2023. Aku sengaja mengemasnya dengan sederhana, karena memang target pembacanya adalah anak SMA. Isu yang aku angkat adalah tentang kekerasan seksual yang dialami oleh anak SMA. Selain itu, aku juga menitik beratkan pada traumatik tokoh utama yang sering dianggap aneh oleh kebanyakan orang. Aku harap dengan novel itu, pembaca khususnya anak sekolah bisa lebih berhati-hati dalam pergaulan dan tidak mengejek temannya yang memiliki ketakutan akan sesuatu hal.

Tulisan ini aku buat di Kompasiana sebagai pengingat dan apresiasi bahwa aku telah berhasil memberanikan diri menerbitkan novel. Aku tidak mau puas sampai ini saja. Kekurangan dalam Bintang untuk Qeela masih banyak. Dan aku masih punya berbagai cerita dalam benakku yang ingin aku tuangkan dalam tulisan dengan karakter yang kuat.

Sedari dulu, cita-citaku hanya ada dua. Menjadi Ibu dan penulis. Profesiku saat ini adalah bonus untuk membantu aku menggapai impianku.

Semoga aku akan secepatnya kembali menerbitkan buku. Semoga suatu saat nanti, tulisanku dikenal dan diminati banyak orang.

Semoga....

"Aku tidak akan berhenti menulis, meskipun kamu enggan membacanya." --Siska Fajarrany-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun