Mohon tunggu...
Siska Fajarrany
Siska Fajarrany Mohon Tunggu... Penulis - Lecturer, Writer

Suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Toko Buku Gulung Tikar, Apakah Bukti Nyata Minat Baca Orang Indonesia Masih Rendah?

22 Mei 2023   07:00 Diperbarui: 25 Mei 2023   08:09 2190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko Buku Gunung Agung (Sumber: kompas.com)

Mungkin di antara kita ada yang pernah ada di fase menjadikan toko buku adalah tempat ternyaman untuk menghilangkan penat. Melihat berbagai warna sampul buku yang berjajar rapi di setiap raknya. Ditambah lagi aroma buku baru seolah meminta untuk dikonsumsi.

Nostalgia dengan jaman dulu, mungkin ada yang pernah kencan ke toko buku dengan si dia. Sambil sesekali berupaya mencari tahu genre buku apa yang digemari olehnya. Barangkali bisa dijadikan ide untuk mengeluarkan jurus-jurus pdkt kala itu.

Salah satu toko buku yang bisa dibilang melegenda adalah Toko Buku Gunung Agung. Kembali membuka sejarah, Toko Buku Gunung Agung mulai didirikan pada tahun 1953 oleh Tijo Wie Tay. 

Bermula berjualan buku bekas, yang lambat laun mengalami perkembangan bisnis menjadi berjualan buku baru. Bisnis ini mulai berkembang ketika menyelenggarakan pameran buku.

Toko Buku Gunung Agung (Sumber: wikiwand)
Toko Buku Gunung Agung (Sumber: wikiwand)

Perlahan membuka cabang di berbagai daerah, mulai dari Yogyakarta, Medan, Riau, hingga Papua. Tak berhenti sampa di situ saja, berbagai bidang bisnis semakin diperlebar, mulai dari bisnis percetakan, penerbitan, distribusi, hingga impor majalah.

Sayangnya, Toko Buku Gunung Agung dikabarkan akan menutup seluruh gerainya tahun ini. Yang di mana saat ini, hanya tersisa 5 gerai saja. Itu berarti, 5 gerai Toko Buku Gunung Agung akan tutup tahun ini. Hal tersebut ternyata bukan rumor semata, karena memang dituturkan langsung oleh pihak Manajemen  PT GA Tiga Belas.

"Pada akhir tahun 2023 ini, kami berencana menutup toko/outlet milik kami yang masih tersisa. Keputusan ini harus kami ambil karena kami tidak dapat bertahan dengan tambahan kerugian operasional per bulannya yang semakin besar," kata Manajemen PT GA Tiga Belas dalam keterangan resmi, Minggu (21/5/2023) yang dikutip pada kompas.com.

Mungkin di antara kita ada berpendapat bahwa gulung tikarnya Toko Buku Gunung Agung adalah efek dari adanya  Covid-19. Memang pada saat pandemi berdampak pada keberlangsungan perusahaan. Namun sebelum itu, Toko Buku Agung sudah perlahan melakukan efisiensi dan efektivitas usaha kerja sejak tahun 2013.

Kala Covid-19 melanda, manajemen perlahan menutup beberapa gerainya karena tidak mampu menutupi biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatannya. Mulai dari Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. Keputusan tersebut diambil untuk dapat menjaga kelangsungan usaha dan mengatasi kerugian operasional.

"Dalam pelaksanaan penutupan toko/outlet, yang mana terjadi dalam kurun waktu 2020 sampai dengan 2023, kami melakukannya secara bertahap dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Manajemen PT GA Tiga Belas yang dikutip dalam kompas.com.

Sebagai pecinta toko buku, penulis turut sedih mendengar kabar ini. Meski sebenarnya hal seperti ini sudah pernah penulis saksikan sendiri sedari dulu.

Singkatnya dulu sewaktu saya SD, ada toko buku yang berada di Griya Plaza Sumedang Lantai 3. Saya masih ingat letak dan posisi rak-rak yang berjajar di toko buku tersebut. Namun tak bisa bertahan lama, toko buku di Sumedang itu memang sepi peminat. Jarang sekali ada yang berkunjung dengan sengaja untuk mencari buku di sana. Maka tak perlu menunggu lama, toko buku tersebut gulung tikar.

Selang beberapa tahun saat saya SMP, toko buku dengan nama yang berbeda tetapi tempat yang masih sama, kembali hadir menjadi satu-satunya toko buku yang cukup kumplit di Sumedang. Hampir setiap pulang sekolah pada hari jumat atau sabtu, saya menghabiskan waktu di sana sambil mencari-cari buku yang sampulnya sudah terbuka agar bisa dibaca di tempat haha. Namun nasib toko buku tersebut tak jauh beda dengan yang sebelumnya. Tetap berakhir sama, kembali tutup.

Bergeser ke arah yang lebih dekat dengan Bandung, sewaktu saya  SD ada toko buku yang cukup ternama di daerah Jatinangor. Pertama kali ke sana, saya membeli Novel Surat Kecil untuk Tuhan yang pada saat itu memang sedang ramai diperbincangkan karena diangkat dari kisah nyata. Tak jauh dari toko  buku tersebut, ada mall yang sampai saat ini masih ramai, yaitu Jatos atau Jatinangor Square. 

Dulu, di Jatos juga ada toko buku yang lumayan besar. Saya selalu bahagia jika ke sana karena bukunya terbilang kumplit dan penataannya juga rapi. Tapi kembali lagi bernasib sama. Keduanya tidak bisa bertahan lama.

Sampai saat ini, tahun 2023, Kabupaten Sumedang belum memiliki toko buku. Sebenarnya, beberapa kali upaya usaha toko buku kembali didirikan. Salah satunya yang paling ternama adalah Gramedia yang membuka outlet di Asia Plaza Sumedang beberapa tahun yang lalu. Tapi kini gerai tersebut sudah berubah menjadi Mixue dan Kopi Janji Jiwa.

Kegagalan usaha toko buku karena pendapatan yang tidak menutupi biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Mulai dari biaya sewa tempat, gaji pegawai, biaya listrik, transportasi, dll. Hal tersebut sudah terbukti dari Toko Buku Gunung Agung yang akhirnya memutuskan akan menutup seluruh gerainya tahun ini karena tidak mampu menutup biaya operasional. Berkaca dari kasus tersebut, yang menjadi PR adalah bagaimana meningkatkan pendapatan toko buku agar mampu menutupi biaya operasional? Maka jawabannya adalah meningkatkan penjualan.

Buku menjadi produk utama yang ditawarkan oleh toko buku. Terlepas dari item yang dijual lainnya, seperti alat tulis, bahkan kadang ada mainan untuk anak-anak. Pendapatan yang tidak menutupi operasional membuktikan bahwa kurangnya penjualan buku.

Sebenarnya banyak faktor mengapa orang enggan ke toko buku atau enggan membeli buku.

Faktor pertama bisa saja karena buku yang dicari tidak ada, atau fakor yang kedua memang tidak ada buku yang menarik. Tapi bisa juga karena memang tidak suka baca buku.

Kemudahan teknologi mampu menjawab faktor yang pertama dan kedua. Dari pada ribet ke toko buku, kita dapat dengan mudah membelinya hanya dengan menyentuh layar ponsel. Daripada pusing cari buku di toko buku yang sesuai dengan minat kita, lebih mudah cari di mbah google atau sosial media. Jika sudah ketemu, tinggal cari bukunya di e-commerce.

Namun sayangnya pemanfaatan teknologi juga tidak mampu menutupi biaya operasional. Karena jika kita telusuri, Toko Buku Gunung Agung juga sudah membuka toko online di Shopee. Tertulis sudah bergabung sejak 6 tahun yang lalu. Mendapatkan rate 4,9 dan 5,8 ribu penilaian. Produk yang ditawarkan juga banyak, ada sekitar 4,8 ribu produk. Dengan pengikut 18,1 ribu.

Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com

Faktor yang ketiga adalah memang masyarakat tidak ada minat dalam membeli buku, yang berarti memang tidak suka membaca buku. Hal tersebut didukung oleh pernyataan UNESCO (dikutip dalam Kominfo.go.id) yang menyatakan bahwa minat baca di Indonesia hanya 0,001% saja. Itu artinya dari 1.000 orang masyarakat Indonesia, hanya ada 1 orang yang rajin membaca.

Riset lain yang bertajuk World's Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Waw, sungguh memprihatinkan minat baca masyakat Indonesia dari hasil kedua riset tersebut.

Minat baca suatu negara menunjukkan kualitas sumber daya manusianya. Dengan minat baca yang rendah, mempengaruhi kualitas SDM pada perkembangan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi. Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan minat baca, maka negara tersebut akan terus tertinggal oleh negara lain.

Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com

Sebagai masyarakat yang terus ingin berjuang memajukan negara ini, maka sudah seharusnya kita perlahan untuk kembali menanamkan kebiasaan membaca. Mulai dari mengajak anak-anak ke toko buku, menjadi buku sebagai media yang menyenangkan, melibatkan buku dalam tumbuh kembang anak, bahkan menjadikan buku sebagai media menyenangkan di sekolah sampai perguruan tinggi. 

Karena sejatinya, manfaat membaca buku tidak hanya berdampak untuk naiknya angka minat baca suatu negara, tetapi juga dengan membaca buku dapat mengoptimalkan kesehatan mental. Orang yang rutin membaca buku minim memiliki stres dan memiliki tingkat fokus atau konsentrasi yang stabil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun