Pagi ini anak gadisku berpamitan untuk piknik bersama teman-teman sekelasnya dan pendampingan dari wali kelas ke luar kota. Rencananya menginap di sebuah vila yang mereka sewa 1 malam.
Tak lupa dia minta uang saku tambahan, buat beli jajan di perjalanan dan modal ngemil sambil ngrumpi ntar malam.
Uang sudah didapat, berangkatlah NakDisku menuju titik kumpul di sekolah, diantar budenya (baca: kakakku).
Singkat cerita, suami berangkat kerja, aku menuju ke tempat mengajar tahsin, kakak hadir memenuhi undangan ulang tahun kawan. Rumah pun sepi.
Dua jam berlalu, saatnya aku pulang ke rumah usai aktivitas.
Eh, daku nemu uang duapuluh ribuan di atas kasur!
Waaaah, nakdis ketinggalan duit sangu nih! Benakku tersenyum, bibirku berceloteh. Haiiiz, kelabik! Ehhhzz, kebalik!
Jelas-jelas bibirku yang tersenyum, benakku yang berceloteh, dan tanganku gercep menyimpan uang itu ke dalam tas.
Satu jam kemudian, kakakku pulang.
Sembari melepas helm, ia bercerita, bahwa anak gadiku yang notabene adalah keponakan kesayangannya, mengajaknya mampir ke sebuah minimarket untuk beli jajanan aebelum tiba di sekolah. Sudah dikasih duit jajan, tetap aja minta budenya yang mbayarin. Biar utuh duit sakunya selama piknik nanti, katanya.
Itu juga belum termasuk beli bensin, karena tenyata jarum penunjuknya udah mengarah ke warna merah. Budenya lagi deh yang membelikan.