Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Resep Keluarga dan Kenangan yang Berkelindan pada Warisan dalam Kamar Pendaringan

10 Mei 2023   09:54 Diperbarui: 10 Mei 2023   09:58 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://elexmedia.id

Pada sekira awal Bulan Maret 2023 lalu, Mbak Widz Stoops berbagi cerita tentang terbitnya buku perdana beliau di sebuah grup perpesanan yang saya ikuti.

Saat beliau sampaikan berita gembira atas terbitnya karya solo dengan cover unik khas tampilan Perempuan Jawa, saya langsung berminat memilikinya. Saya teringat dengan nenek saya (Ibu dari Bapak) yang sering mengenakan baju kebaya harian seperti foto dalam cover buku. Segera saya hubungi beliau melalui percakapan pribadi untuk memesan karyanya.

Alhamdulillaah sekitar awal April 2023, buku Warisan dalam Kamar Pendaringan karya Mbak Widz tersebut mendarat dengan mulus di tangan saya yang berada di Kota Tepian Mahakam.

Saya menahan rasa penasaran atas isi buku yang masih bersampul plastik hingga dua bulan. Sehubungan saya fokus persiapan Ramadhan dan menjalani puasa wajib dengan kegiatan target bulan suci hingga merayakan lebaran. 

Pada awal Bulan Mei-lah saya mulai membuka sampul dan menyesap narasi demi narasi gubahan Mbak Widz tentang resep warisan milik keluarga secara turun-temurun.

***

Ketika membaca kata pengantar dari penulisnya, saya merasakan sentuhan hati terdalam Mbak Widz tentang resep Emek -- demikian panggilan kesayangan beliau kepada ibunda. Resep tersebut bukan ciptaan Emek, melainkan warisan dari nenek, buyut, dan moyang ke atas dari jalur Emek.

Resep-resep keluarga yang disajikan dalam buku ini memang hanya beberapa saja. Saya yakin bahwa masih banyak segudang resep lainnya yang amat dirindukan anak-anak Emek untuk bisa dinikmati kembali.

Namun karena usia yang sudah sepuh, Mbak Widz merekamnya dalam bentuk catatan berdasarkan kemampuan Emek mengingat dan sebisa Mbak Widz pula merangkum resep olahan yang disantapnya dari hasil masakan Emek.

Buku ini menjadi istimewa, karena bukan sembarang tulisan resep biasa yang biasa kita baca. Ada makna filosofi dan kenangan yang berkelindan dalam setiap masakan Emek.

Nostalgia tentang aktivitas dapur, kebiasaan Emek mengatur segala rupa jantung utama kehidupan rumah tangga dari kamar pendaringan, keakraban antaranggota keluarga, terutama manis dan serunya bersama kakak-adik, tersaji sangat apik dan runut. Saya sebagainpembaca turut pula diajak menyusuri kenangan setiap ruang bangunan rumah yang bertahun-tahun bersamai tumbuh kembang kehidupan Mbak Widz, yang notabene merupakan rumah peninggalan Eyang Buyut beliau di masa kolonial Belanda.

Saya turut merasakan haru biru mengenang masakan Ibu melalui buku ini, sepertinya Mbak Widz merindukan masakan Emek.

***

Saya juga pernah tinggal di sebuah rumah peninggalan kolonial Belanda. Bukan rumah pribadi, melainkan rumah dinas di komplek Pabrik Gula. Bangunan yang cukup besar, ruangan-ruangan yang luas dan plafon tinggi, lengkap dengan halaman depan dan belakang yang lapang dan asri.

Sebagaimana rumah-rumah bangunan peninggalan kolonial Belanda, penggambaran Mbak Widz tentang rumah tinggalnya di Matraman Jakarta, sekilas hampir mirip dengan rumah dinas yang pernah saya tempati. Hanya saja, Rumah Dinas Administratur Pabrik Gula saja yang memiliki Paviliun sebelah Rumah Utama.

Narasi yang digambarkan oleh Mbak Widz tentang rumah Emek dan keluarga, mengantarkan kenangan saya pula tentang rumah-rumah Belanda di masa itu.

Setuju dengan Mbak Widz, hati rasa sembilu, ketika rumah itu dirobohkan, digantikan dengan yang baru, yang lebih modern. Pemilik baru hanya membeli rumah, tidak turut membeli kenangan dan sejarah rumah itu. Semua tak ada yang abadi.

Dan, yang terekam dalam buku ini semoga menjadi kenangan abadi yang tak lekang oleh zaman.

***

Ada dua resep keluarga Mbak Widz yang juga menjadi minuman dan masakan favorit kami di masa Bapak saya masih hidup dan aktif berdinas di Pabrik Gula, yaitu Setup Jambu Biji dan Pindang Bandeng.

Ilustrasi Setup Jambu Biji (sumber: https://www.parenting.co.id)
Ilustrasi Setup Jambu Biji (sumber: https://www.parenting.co.id)

Sama seperti dikisahkan Mbak Widz dalam bukunya, Buah Jambu Biji didapatkan dari hasil tanaman pohon jambu di rumah sendiri. Jika Mbak Widz suka memanjat pohon dan berceloteh mencurahkan isi hati pada batang dan dedaunannya dengan berduduk santai di atas dahannya, berbeda dengan saya yang lebih suka ngletekin alias mengupas kulit tipis pohon jambu yang biasa digunakan sebagai sarang kecil temlat sembunyi semut Rangrang (semut merah besar atau Karangga). Bisa langsung dengan tangan manual atau pake pisau bambu. Entahlah, saya suka melakukannya di masa kecil.

Jika sudah mulai berbuah lebat, kakak-kakak perempuan saya yang lihai memanjat dan memetik buahnya sebelum kecolongan di makan kalong atau kelelawar. Saya menunggu di bawah menyiapkan keranjang, menerima lemparan kecil dari kakak untuk menangkap jambu agar tidak jatuh bonyok.

Setelah dicuci bersih, jambu bisa langsung dimakan, rasanya sangat manis. Kadang saya nekat memakan sebiji-bijinya. Meski kawan-kawan yang turut kebagian jambu mengatakan: jangan makan bijinya, nanti kena usus buntu! Ah, tetap saja saya menikmatinya sampai habis tak tersisa. Di lain cara, Ibu membuatnya menjadi Setup Jambu Biji seperti resep yang Mbak Widz tulisan dari Emek. 

Bapak yang sangat menyukai setup ini. Saya biasanya dapat dua atau tiga suapan air setupnya yang enak dan segar. Perpaduan dari sari jambu dan aneka rempah yang tercampur di dalamnya. Namun, kami lebih menyukai jika disajikan dingin setelah disimpan di dalam kulkas. 

Setelah saya beranjak remaja, saya baru tahu jika kesegaran setup jambu biji, karena ada bahan kayu manis atau cengkeh sebagai penambah cita rasa dan aroma minuman.

***

Ilustrasi Pindang Bandeng (Sumber: https://resepkoki.id)
Ilustrasi Pindang Bandeng (Sumber: https://resepkoki.id)

Nah, tentang Pindang Bandeng yang resepnya turut pula disajikan dalam buku ini, mengingatkan saya dengan menu favorit keluarga, selain ceker ayam. Ikan Bandeng, meski banyak durinya, nikmat disantap dengan olahan apa saja. Entah digoreng, di masak pedas maupun pindang berkuah seperti ini.

Bila Bapak membawa atau mendapat oleh-oleh dari keluarga Semarang (demikian kami menyebut keluarga dari jalur Bapak) berupa Bandeng Presto atau Ikan Bandeng segar, maka Ibu mengolahnya menjadi pindang. Saya suka menyesap buah tomat yang menjadi bahan irisan dalam pindang tersebut, karena sudah berbalur dengan kuah yang sangat sedap.

Jika irisan potongan bagian kepala lebih besar, saya akan mengambilnya yerlebih dahulu sebagai lauk. Saya sesap hingga tulang yang tersisa, bahkan kepala ikan sudah tiada bentuknya lagi. Jika potongan bagian buntut lebih besar, saya merengek ke Ibu agar bagian itu buat saya saja. Eh, ternyata audah kesudulun Bapak atau kakak. Tinggalah saya manyun dapat bagian tengah. Tapi tetao saja lahap dan habis, tandas!

Saya berlinang air mata membaca buku ini. Mbak Widz mengaduk isi hati dan sudut-sudut memori saya tentang Ibu, rumah Belanda, masakan, dan keakraban keluarha saat kita masih berkumpul bersama dengan mereka.

Juga mengingat kebaikan Emek, seorang Ibu yang senantiasa bergeliat sedemikian rupa untuk anak-anaknya, menjamin asupannya, meski beras yang ditakar tinggal beberapa jumput saja.

Akhir kalam, salam hangat dan sungkem hormat kagem Emek, ya Mbak Widz. Senantiasa sehat dan terjaga selalu warisan resep ini hingga ke anak cucu kelak. Tak hanya resep, tapi juga filosofi kearifan keluarga yang tak ternilai harganya hingga akhir masa. Aamiin.

Salam sehat penuh berkah dan selalu bahagia!

***

Artikel 43 - 2023

#Tulisanke-488
#ArtikelBook
#WarisanDalamKamarPendaringan
#WidzStoops
#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun