Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bolehkah Kusebut Namamu sebagai Kampung Halaman?

1 Mei 2023   13:00 Diperbarui: 1 Mei 2023   13:20 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reat Area Heritage KM 260B - Ex Pabrik Gula Banjaratma (Dok.Pri. Siska Artati)

Untukmu, bolehkah kusebut namamu sebagai kampung halaman?

Ya, namamu yang senantiasa melekat dalam memori masa kanak yang penuh ceria hingga masa dewasa yang sesak dengan romansa. Meski ada pula kisah sendu berkelindan dengan kisah semu merona wajah, tetaplah kamu adalah desa yang mengiringi perjalanan tumbuh kembangku.

Kamu memang bukan desa tempat kelahiranku. Pertemuan kita karena takdir yang Maha Kuasa. Keluarga kami ditugaskan pada sudut wilayah yang memiliki industri pabrik gula peninggalan kolonial Belanda. Aku belumlah genap berusia lima. Ingatanku, kamu adalah tempat yang sangat ramah dan menyenangkan.

Meninggalkan kota kelahiran dan menyelami suasana baru, kamu cukup elok untuk kami tinggali. Bangunan-bangunan tua di komplek perumahan yang sangat asri, tertata rapi, terawat dengan sangat baik oleh masing-masing penghuni.

Jalanan yang lengang hanya khusus bagi karyawan dan penghuni perumahan, teduh dengan pohon asam dan cemara yang menjulang di antara sisi-sisi jalan. Sungguh rindang dan adem. 

Terkadang semilir bayu yang menyentuh pucuk-pucuk cemara di sekeliling lapangan sepakbola atau sepanjang jalan masuk garasi pabrik, mengantarkan musik merdu yang membuncah rindu.

Pula ketika mesin pabrik bertabuh seirama mencacah dan menggiling tebu, suara yang sayup-sayup sampai ke telingaku bagaikan musik pengantar tidur.

Gemerisik dedaunan dari kebun tebu di sekeliling desa, gemericik aliran sungai yang membelah kampung dan kali kecil persawahan bawang merah, kicau burung dan kokok ayam bersahutan, adalah musik alam yang tersaji di ruang dengar penuh kesyahduan.

Begitu pula dengan alunan gending-gending jawa mengiringi gemulai para penari dan sendratari yang tersuguh saat pesta rakyat, selai bentuk kepedulianmu merawat kesenian, tetabuhan dan nyanyiannya memesona batin penikmat budaya.

Ah, teringat masa kanak dengan menari dan menyanyi menyambut para tetamu yang hadir di sana, atau saat pergantian tahun yang dirayakan dengan penih gembira dan suka cita. Menampilkan suguhan seni dan musikalisasi penuh warna.

***

Seiring perjalanan hidupku, meski tak lagi berdiam di rumah dinas, kami tetap ingin bersamamu. Keluarga kami pindah ke rumah pribadi, berdekatan dengan lapangan bercemara itu.

Kamu sangat bersahabat dengan menghadirkan pasar malam sebulan penuh selama musim giling tebu. Menyambut uparaca Manten Tebu, aku selalu menikmatinya sebagai penari bersama kawan-kawan sepermainan.

Dan, tiada dapat dielakkan...

Hari berganti bulan hingga bertahun kemudian, aku masih dalam pelukanmu. Di setiap lebaran, kamu hadirkan kembali kawan-kawanku yang merantau untuk bisa berkumpul dan saling bersapa. Kamu adalah pengikat hati kami 'tuk kembali.

Meski satu demi satu ada yang pergi dan tak kembali, dirimu tetaplah terpatri dalam kenangan. Tak terkecuali diriku.

Namun, apakah aku masih boleh menganggapmu sebagai kampung halamanku?

Terakhir dalam pelukanmu, mungkin telah puluhan tahun lalu, aku tak sempat kembali pulang menjumpaimu. Kediaman kami telah berpindah pemilik, yang masih satu ikatan persahabatan agar kenangan itu tetap terjaga.

Berpuluh tahun tak menyapamu, bahkan hingga semua telah berganti menjadi kawasan yang berbeda. Dirimu berbenah, dari sebuah desa industri, dan hampir mati dalam sepi, kini menggeliat menjadi bagian aktivitas para pencari rezeki.

Kini kau tersohor sebagai tempat singgah para pemudik di sepanjang jalan tol lintas kota sepanjang Pulau Jawa. Mulai dari Jakarta hingga Semarang, kau sajikan kenangan tempo doeloe pada mereka, nostalgia saat kita masih berpeluk masa.

20220620-154010-644f545c08a8b52060704593.jpg
20220620-154010-644f545c08a8b52060704593.jpg
Spot Kolase foto sejarah pembangunan Ex-Pabrik Gula menjadi Rest Area (Dok.pri. Siska Artati)

Beberapa sahabat dan kerabat sesekali berkirim kabar padaku bila sempat bertandang sejenak di tempatmu.

Mereka tahu dan sangat paham, betapa jauh di lubuk hatiku, aku merindukanmu layaknya kampung halaman.

Izinkan kelak aku bertandang kembali menemunimu, seperti saat kuhadir di Juni Dua Ribu Dua Puluh Dua lalu. Masihkah kaurasakan getaran tangisku yang pecah membuncahkan gumpalan rindu padamu?

Percayalah, kamu senantiasa ada dalam benakku sebagai kampung halaman teristimewa dengan segala kenangan terbaik.

Kota Tepian Mahakam usai Zuhur, 1 Mei 2023

***

Baca juga: Sukacita Hidup Bertetangga, Meski Sudah Pindah Tetap Ngagenin 

Artikel 40 - 2023

#Tulisanke-485
#ArtikelKisahUntukRamadan
#KampungHalaman
#BanjaratmaBrebes
#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun