Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mengenal Sejarah Kota Tepian Mahakam Melalui Museum Samarinda

24 Desember 2022   11:09 Diperbarui: 24 Desember 2022   17:10 1432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Miniatur Rumah Panggung dengan ukiran Dayak (Dokumentasi pribadi Siska Artati)

Sejak awal pekan liburan sekolah, saya telah merencanakan mengajak NakDis berkunjung ke Museum Samarinda. Sudah lama saya berminat dan berniat ke sana. Bahkan saya mengajak sahabat dan anak-anaknya. Namun mereka mengonfirmasi tidak bisa hadir, bertepatan dengan acara latihan gladi bersih untuk penampilan Hari Ibu.

Akhirnya, pada Rabu (21/12/2022) pagi, dengan berkendara ojek mobil, meluncurlah kami berdua menuju museum yang berada di pusat kota, tepatnya di Jalan Bhayangkara no.1 Samarinda.

Awal saya tahu adanya museum ini adalah unggahan artikel Pak Riduannor, sesama Kompasianer. Itulah awal mula saya mengenal beliau dari tulisannya dan tertarik untuk menyaksikan langsung koleksi museum.

Miniatur Rumah Panggung dengan ukiran Dayak (Dokumentasi pribadi Siska Artati)
Miniatur Rumah Panggung dengan ukiran Dayak (Dokumentasi pribadi Siska Artati)

Tepat pukul sembilan pagi, saya dan Nakdis tiba di sana. Sebelum masuk ke gedung museum, saya mengabadikan Miniatur Rumah Panggung dengan ornamen Dayak yang ada di halaman depan gerbang museum. 

Mengingatkan saya pada Lamin Etam (Rumah Kita) yang ada di Desa Budaya Adat Pampang di Sungai Siring, Kecamatan Samarinda utara yang pernah saya kunjungi.

Baca juga: Kalimantan Timur, Uniknya Takkan Luntur

Gedung Museum Samarinda sangat besar dan megah. Kami berdua menaiki anak tangga yang lumayan terjal. Bentuk bagunannya melebar, mengambil dari filosofi dari rumah adat dayak yang disebut Lamin.

Petugas museum menyambut kami dengan ramah dan mempersilakan untuk mengisi buku tamu. Tidak dipungut biaya dan boleh langsung melihat-lihat koleksi museum. 

Saya bertanya kepada petugas, apakah kami bisa ditemani oleh pemandu untuk mendapatkan penjelasan selama tour di dalam museum. Ternyata ada dan tanpa biaya juga. Namun bila pengunjung ingin memberikan tip, bisa mengisi tips box yang disediakan, terserah berapa saja, sukarela. 

Saya dan NakDis kompak mengisi dengan uang yang telah kami siapkan.

Alhamdulillah, ada Mas Theo - Kurator Museum yang mendampingi kami melihat-lihat koleksi yang dipajang rapi di lemari dan kotak kaca.

Menurut penjelasan beliau, koleksi Museum Samarinda belum terlalu banyak layaknya museum pada umumnya, karena masih terus mengumpulkan dan meng-update data dan koleksi yang berhubungan dengan Sejarah Kota Samarinda.

***

20221221-093117-63a65d194addee5fa93e2b62.jpg
20221221-093117-63a65d194addee5fa93e2b62.jpg
Sejarah singkat Kota Samarinda (Bidik Layar koleksi museum - Dokumentasi pribadi Siska Artati)Koleksi pertama yang menarik perhatian saya adalah sejarah singkat Kota Samarinda yang terpampang pada lemari kaca cukup besar. Sembari membaca caption pada foto-foto pendukung, saya juga menyimak penjelasan Mas Theo. 

Sejarah Singkat Kota Samarinda (Bidik Layar Koleksi Museum - Dokumentasi pribadi)
Sejarah Singkat Kota Samarinda (Bidik Layar Koleksi Museum - Dokumentasi pribadi)

Dalam sejarah singkat tersebut, menceritakan pula asal muasal nama Samarinda yang berarti sama rendah, tidak ada perbedaan derajat antara bangsawan dan rakyat biasa dalam bermukim di wilayah sekitar perairan Sungai Mahakam. 

Memang terdapat beberapa versi tentang sebutan nama kota ini, seperti "sama rendah" yang bermakna tatanan kemasyarakatan yang egaliter, "samarindo", "samar indah" dan karena wilayah daratannya lebih rendah dari Sungai Mahakam. Hingga akhirnya terbiasa dengan menyebutnya Samarinda. 

Lebih lengkapnya, pembaca bisa juga menyimaknya melalui Asal-Usul Nama Samarinda.

Selanjutnya saya juga melihat koleksi foto-foto bersejarah dengan adanya kunjungan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama di kota ini. Namun Mas Theo belum menjelaskan detail tentang tanggal, bulan dan tahun serta dalam rangka kunjungan apa, karena masih terus melakukan update data. Sehingga tidak sembarang foto yang ada diberikan keterangan lengkap.

Kolase foto koleksi Museum Samarinda (Dokumentasi pribadi)
Kolase foto koleksi Museum Samarinda (Dokumentasi pribadi)

Ada koleksi guci, piring dan setrika arang tempo doeloe. Juga hiasan untuk pengantin adat dayak serta tas penggendong bayi.

Pada kolase foto di atas, Guci merupakan salah satu pilihan dekorasi tiap ruang dan sebagian orang menjadikannya sebagai koleksi. Masing-masing guci memiliki corak dan motif yang berbeda serta memiliki tekstur dan komposisi yang unik sehingga membentuk ukiran cerita yang telah menjadi legenda.

Guci koleksi museum tersebut merupakan pemberian dari Drs. H.Said Safran yang pernah menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara pada tahun 1989 - 1994.

Beralih ke tas gendong bayi dengan motif khas dayak berupa manusia mirip bayi disebut dengan Bening Dayak. Biasa digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Suku Dayak yang ada di wilayah Kalimantan Utara, utamanya ibu-ibu dari Suku Dayak Kenyah dan Bahau. 

Bening digunakan untuk menggendong bayi mereka pada saat awal usia 6 bulan sampai dengan 1,5 tahun. Cara menggunakannya seperti menggunakan tas ransel, berada di punggung sang ibu, dikaitkan dengan tali pengait ke lengan. 

Posisi bayi digendong sang ibu menghadap ke depan sehingga seluruh tubuhnya menghadap punggung ibunya.

Berikutnya ada koleksi museum berupa hiasan kepala pada manekin pengantin laki-laki dan perempuan pada foto tersebut adalah Bluko.

Bluko merupakan penutup kepala yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris khas Dayak, bentuknya bulat menutup berwarna kecoklatan dilapisi pernak pernik warna khas Dayak Kenyah. Tepat di depan Bluko serupa tengkorak bermata dua, dan dihiasi jambul bulu Burung Enggang dan Tebun menjulang tinggi.

Sejarah Pemimpin Kota Samarinda dari masa ke masa (Bidik Layar Koleksi Museum - Dokumentasi pribadi)
Sejarah Pemimpin Kota Samarinda dari masa ke masa (Bidik Layar Koleksi Museum - Dokumentasi pribadi)

Selain itu, museum juga menampilkan sejarah pemimpin Kota Samarinda dari masa ke masa, mulai dari Walikota Pertama Samarinda pada tahun 1960-an hingga Walikota terkini yang akan berakhir masa jabatannya pada tahun 2024.

NakDis antuasias membaca isi sejarah walikota yang terpampang di tembok besar salah satu sudut museum, karena ada nama-nama yang dia tahu dari beberapa nama jalan di Samarinda. Melalui koleksi museum, kami berdua menjadi tahu wajahnya dan masa kepemimpinan mereka.

Berlanjut ke koleksi lainnya seperti foto-foto tempo doeloe dari tahun ke tahun, barang-barang kerajinan suku dayak, pedang atau mandau (alat tradisional perang khas Kalimantan), dan baju tradisional suku dayak yang sudah dimodifikasi. Serta foto-foto era 2000-an hingga sekarang yang menyajikan proses pembagunan Kota Samarinda.

Sudut koleksi alat musik tradisional dan alat tenun sarung khas samarinda (bidik layar koleksi museum - Dokumentasi pribadi)
Sudut koleksi alat musik tradisional dan alat tenun sarung khas samarinda (bidik layar koleksi museum - Dokumentasi pribadi)

Ada pula ditampilkan alat musik tradisional Dayak, yaitu Sape atau Sampe, mirip seperti gitar dan cara memainkannya dengan dipetik. Alat ini sering digunakan untuk mengiringi acara hajatan masyarakat Dayak.

Sape terbuat dari kayu Adau yang banyak terdapat di Kalimantan. Serta menampilkan corak ukiran khas Suku Dayak. Ukiran tersebut sangat dominan dan memenuhi permukaan alat musik yang memiliki panjang sekitar 1 meter itu.

Prasasti Muara Kaman (Bidik Layar Koleksi Museum Samarinda - Dokumentasi pribadi)
Prasasti Muara Kaman (Bidik Layar Koleksi Museum Samarinda - Dokumentasi pribadi)

Saya pun takjub dengan adanya prasasti yang dipajang di akhir ruangan museum yaitu Prasasti Muara Kaman. 

Terdiri dari 8 baris tulisan yang dipahat pada sisi depan. Prasasti tersebut memiliki ukuran tinggi 152cm lebar 35cm dan tebal 35,5cm; sedangkan ukuran hurufnya yaitu panjang 8,5-2,4cm dan lebar 3,3-2 cm. 

Hanya saja terdapat bercak putih pada baris ke-6 hingga ke-7, juga pada bagian belakang prasasti. Meski demikian aksara masih terbaca.

Penulis berpose di antara dokumentasi tempo doeloe koleksi Museum Samarinda (Dokumentasi pribadi) 
Penulis berpose di antara dokumentasi tempo doeloe koleksi Museum Samarinda (Dokumentasi pribadi) 

Museum Samarinda juga menyediakan koleksi digital melalui komputer dengan layar besar, lengkap dengan video dan foto-foto yang bisa dilihat sesuai folder yang diinginkan dengan layar sentuh.

Hari itu Museum Samarinda menerima kunjungan umum maupun rombongan siswa maupun mahasiswa dari dalam maupun luar kota. Bahkan beberapa di antara mereka membuat konten untuk memperkenalkan museum ini.

Selamat menikmati liburan akhir pekan dan liburan akhir tahun bersama keluarga dan komunitas!

Salam sehat dan selalu bahagia!

***

Artikel 142 - 2022

Sumber: Koleksi Museum Samarinda

Referensi: satu, dua dan tiga

#tulisanke-442
#ArtikelHumaniora
#MuseumSamarinda
#LiburankeMuseum
#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun