Takkan habis mengulas kisah kenangan bersama Ibu. Tentu juga dengan pembaca sekalian, baik beliau masih hidup maupun yang telah tiada.Â
Begitu juga dengan saya. Pagi ini sengaja menulis tentang Ibu bukan karena memperingati Hari Ibu di Bulan Desember. Bukan pula karena Ibu saya milad di bulan ini. Namun karena saya selalu rindu Ibu yang lama telah tiada. Â
Semangat dan tekad kuat beliau dalam membesarkan dan mendidik kami, senantiasa terpatri hingga kini. Bahkan dirasakan pula oleh para cucunya. Apalagi memandang foto-foto yang masih tersimpan, sungguh saya kangen nasehat dan senyum Ibu, termasuk bila beliau sedang marah pun, tetap kangen omelannya. Sebab apa yang dilakukannya toh juga bentuk kasih sayang agar saya disiplin, tegas dalam bersikap dan kuat mental.
***
Saya perhatikan, Ibu memiliki kebiasaan yang menjadi rutinitas sejak saya kanak hingga dewasa. Beberapa kebiasaan itu ada yang seterusnya beliau lakukan hingga menjadi hal wajib baginya, ada yang kemudian tidak dilakukannya lagi karena usia yang semakin sepuh.
Kegiatan tersebut antara lain puasa sunnah, sholat Dhuha, mengaji dan mendirikan sholat malam. Sejak kanak, saya terbiasa mendengar Ibu mengaji di ruang keluarga. Lama sekali menurut ukuran saya pada waktu itu. Setelah saya tahu dan belajar tentang Al-Qur'an, saya perkirakan beliau tilawah setengah juz per hari atau satu juz dengan pembagian pagi dan setelah magrib.
Begitu pula dengan sholat Dhuha. Saat saya belum mengerti tentang sholat sunnah di pagi hari pada rentang waktu tergelincirnya matahari hingga jelang siang, Ibu telah melakukannya dengan rutin hingga akhir usianya.
Untuk sholat malam atau tahajud, terkadang saya memergoki Ibu saat setengah sadar terbangun dari tidur. Terkadang bisikan doa yang Ibu panjatkan terdengar ke telinga saya. Itu pula kesaksian keponakan saya yang sejak kecil bersama Mbah Putrinya.Â
"Tante, kalau inget Mbah itu, aku salut sama Mbah, sholat tahajudnya gak pernah putis. Itu sudah yang selalu teringat tentang Mbah. Ngajinya suara dan nada tilawahnya khas banget. Jadi kangen lho sama Mbah. Mungkin aku bisa begini juga dari doa-doa Mbah, ya." Demikian obrolan saya dan keponakan saat kangen dengan beliau.
Bagi saya pancaran wajah Ibu yang selalu bersih dan menenangkan adalah karena rutinitasnya menjaga wudu dan meningkatkan kualitas hidupnya dengan Sang Khalik.
Pula dalam merawat wajah dan tubuh. Bagi ibu, gerakan sholat adalah olahraga baginya selain berjalan kaki atau bersepeda. Semasa keluarga kami masih aktif tinggal di rumah dinas pabrik gula, seluruh keluarga - kecuali saya - rutin bermain tenis. Namun sejak kami pindah ke rumah sendiri, Ibu sudah jarang melakukannya.
Untuk merawat wajahnya yang putih bersih dengan warna kulit melayu, ibu mengenakan pelembab dan bedak tabur saja. Tahukah pembaca, apa yang menjadi pelembab wajah Ibu saya? Jawabannya, madu!
Ya, meski terkadang ibu memoleskan pelembab wajah dari satu produk yang dikenakan setia bertahun-tahun, beliau juga mengenakan madu untuk merawat kesegaran wajahnya.
Beliau oles tipis-tipis, lalu didiamkan selama 15 menit, baru kemudian dibasuh, dibersihkan, sekaligus Ibu berwudhu. Biasanya dilakukan di pagi hari.
Pernah suatu masa saya bertanya kepada beliau, apa nggak pliket (lengket) rasa di wajah? Tidak, jawab Ibu. Kalau saya, mending dioles di roti tawar atau campuran minuman. Haha.
Nah, manfaat madu untuk wajah ternyata ada benarnya juga, lho Pembaca. Untuk elbih lengkapnya, silakan bisa simak di laman honestdoc.id ya.
***
Aktivitas ibu yang paling melekat dalam ingatan saya adalah hobinya memasak dan berkebun. Keluarga kami sudah sangat terbiasa menikmati makanan dan masakan hasil olahan Ibu. Bahkan resep-resep beliau siturinkan kepada kakak-kakak saya, karena mereka pun terbiasa membantu Ibu di dapur. Apalagi jika jelang lebaran atau kumpul keluarga besar, sudah pasti ada masak besar di rumah kami.
Sejak ayah saya tiada, ibu makin rutin menerima pesanan kue atau makanan berat untuk keperluan acara di Pabrik Gula yang memang tekah dilakukannya sejak lama. Alhamdulillaah Ibu mendapat kepercayaan untuk memasak menu untuk para tamu jika ada acara penyambutan.
Ada pula ibu-ibu lain yang secara pribadi meminta ibu ubtuk membuat kue kering untuk di kudapan di rumah mereka. Lebih-lebih jelang hari raya, saya harus siap-siap pegel tangan lan sikil. Membantu ibu mengadon resep, memoles kuning telur di tiap kastangel dan nastar, menggulunglemper dengan daun pisang. Pula mencuci alat-alat masak dan perlengkapan lainnya. Plus, mengantarkan pesanan tersebut dengan jalan kaki atau bersepeda. Komplit!
"Jangan dirasakan capeknya. Itu sudah resiko kerja dan usaha. Dapat duit juga buat siapa kalau bukan untuk kamu dan mbak-mbakmu sekolah," hibur Ibu menyemangatiku kalau sudah merengek kecapekan.
Namun, lihatlah! Wajah Ibu tetap mengumbar ceria, hepi saja melakukannya, karena ada tersemat doa untuk keberlangsungan hidup kami dalam mencari nafkah yang takhanya mengandalkan pensiunan Bapak.
***
Begitu pula dengan berkebun. MasyaAllah, deh! Ibu rajin banget merawat tanaman buah atau tanaman hias lainnya.Â
Saat kami maaih tinggal di rumah sendiri di kampung, halaman rumah penih dengan tanaman dan pohon buah. Ada mangga, jambu air, jambu bangkok, belimbing wuluh, jeruk nipis, dan pohon pisang. Hampir semuanya Ibu yang mengurusnya.Â
Mulai dari menggemburkan tanah, pupuk alami, menyiangi rumput. Saya kebagIn menyiram bunga dan seluruh tanaman di sore hari. Atau terkadang menyapu halaman membersihkan dedaunan yang rontok.
Hasil panen buah, selain dinikmati untuk ekluarga sendiri, Ibu berbagi dengan tetangga sekitar.
Oiya, saya teringat!
Ibu juga sesekali menjahit membuat baju untuk saya, yerutama untuk baju lebaran. Itu di masa saya sampai jelang remaja.
Hobi lainnya adalah membuat kerajinan tangan dari kruistik. Beberapa karya ibu ada dipajang di rumah kakak, ada juga yang di pajang di rumah sahabat Ibu karena mereka memesan pembuatannya pada beliau.
Setelah makin sepuh, kegiatan Ibu adalah menemani cucu-cucu di rumah kakak. Hadir di kajian rutin, tilawah, dan tetap.menjalankan amanah wajib dan sunnahnya sebagai seorang Muslimah. Terkadang beliau membantu kakak saya ketika membuat kue kering namun hanya beberapa resep saja.
Berkisah begini, rindu saya kepada ibu makin menjadi! Al-Fatihah kagem Ibu dan Bapak.
Salam hormat saya kepada para ibunda dimanapun berada, sehat selalu dan senantiasa bahagia!
Love you, Ibu!
Love you, Bunda!
***
Artikel 141 - 2022
#Tulisanke441
#DiarySiskaArtati
#HariIbu
#HadiahBuatHariIbu
#MiladIbu
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H