Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Romantika Jalan Kaki Pada Masanya

12 Desember 2022   08:47 Diperbarui: 18 Desember 2022   19:17 1052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pecel Karindanagn, menu sarapan favorit kami.(Dok.Pri. Siska Artati)

Sependek ingatan saya, ada sekitar 6-7 kawan yang rumahnya sejalur dengan kami sejauh 10km dari sekolah. Ya, rumah kami bukanlah di kota, sehingga harus naik angkutan umum untuk bisa kembali ke kampung kami.

Mulai dari sekolah ke alun-alun kota, kami tempuh jalan kaki sekitar 1,5km. Lama menunggu angkot yang berkenan mengangkut kami bertujuh, tak dapat jua hingga lebih dari 30 menit. Matahari sudah semakin tumbang ke ufuk barat

Akhirnya dapat juga sih angkot, tapi bukan jurusan menuju kampung kami. "Naik saja, deh. Daripada kalian kemalaman. 

Nanti turun di Pasar Bawang Klampok, ganti angkot." Akhirnya kami menurut, meski saya pribadi hanya membawa uang pas-pasan saja untuk sekali naik kendaraan umum. Tak mengapa, kami lumayan bwrdesakan dengan penumpang lain yang sudah duluan duduk.

Lumayan, 5,5km sempat tertempuh dengan kendaraan roda empat. Kami pun turun dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sepanjang 4,5km. Badan lelah, kaki linu pegel, tapi jiwa riang sambil ngobrol lelucon dengan kawan-kawan.

Sampai di rumah tepat adzan isya sekitar pukul 19.30an WIB saat itu, masih kena omel orangtua yang khawatir dengan keadaan kami. 

Maklum, saat itu kan belum ada gawai. Pun di rumah tak punya failitas telepon. Setelah saya jelaskan pada Ibu, barulah beliau luluh dan menyiapkan makan malam yang masih tersisa untuk saya.

Ya, pada masa itu, angkot dari kota menuju kampung hanya tersedia hingga pukul 17.30an saja. Selebihnya hanya ada bis antarkota jalur pantura. Kalaupun ada becak, tergantung si Bapak Becak, apakah mau ngantar kami genjot becak sejauh 10km?

***

Saat mengikuti kegiatan Jamnas di Cibubur Jakarta semasa saya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. 

Ada agenda Mencari Jejak dengan menjawab dan mengerjakan beberapa tes di posko-posko yang ditentukan oleh Panitia. Tentu saja, dilakukan dengan berjalan kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun