Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bolehkah Wanita Mengajukan Pinangan Terlebih Dulu?

9 November 2022   09:31 Diperbarui: 9 November 2022   09:36 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bidik Layar QS.Al-Qashash ayat 27 (Dok.Pri)

Pekan lalu, kakak saya berkabar melalui panggilan video call dengan anggota keluarga, bahwa in syaa Allah beliau akan menyelenggarakan pesta pernikahan putri kedua. Saya menyambut gembira kabar tersebut. Rencana perhelatan acara akan digelar Bulan Februari tahun depan.

Rupanya keluarga beliau cukup singkat mengenal calon menantunya melalui ta'aruf. Melalui percakapan perpesanan, kakak ipar saya mendapat kabar bahwa kawan semajelis kajian mencari calon istri untuk putranya.

Kakak pun menyatakan bahwa ia memiliki seorang putri yang sudah cukup usia memasuki jenjang pernikahan. Jadilah mereka saling bertukar informasi berkenaan dengan putra dan putri masing-masing, berikut mengirim foto.

Baca juga: Yang, Bolehkah?

Keluarga calon besan datang bersama putra beliau, mengajukan niat dan tujuan melamar putrinya. Saat saling bertemu, atas izin kedua belah pihak, calon menantu ingin melihat langsung wajah putri kakak saya. Ia pun melepas masker yang dikenakan. Setelah melihat wajah keponakan saya, Laki-laki tersebut mengiyakan, dan menyatakan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Keponakan saya pun mengangguk tanda setuju.

***

Ketika seorang lelaki telah melihat seorang wanita yang menarik hatinya dan berniat untuk menikahinya, memenuhi kriteria yang diinginkan, maka lelaki tersebut melanjutkan pada jenjang yang lebih serius yaitu melakukan lamaran.

Dalam Islam, lamaran atau meminang merupakan mukadimah kedua dalam proses pernikahan. Proses ini menjadi penting bagi seorang laki-laki ketika hendak memasuki kehidupan berumah tangga, sesuai dengan tuntunan agama. Mukadimah pertama adalah proses perkenalan atau ta'aruf, yaitu mengenal calon pasangan hidup.

Pinangan atau lamaran dalam Islam dikenal dengan sebutan al-khitbah, bukan al-khutbah (berpidato atau menyampaikan tausiyah). Al-Khitbah bisa berarti seorang laki-laki yang berminat dan berniat menikah dan melakukan pinangan kepada wanita, ia mendatangi keluarga si wanita atau pada walinya. Lalu menyatakan atau mengutarakan niatnya tersebut untuk menikahi anak gadis dari keluarga tersebut.

Soal teknis meminang, biasanya mengikuti adat-istiadat atau tatacara umum yang berlaku di tempat tinggal dari masing-masing pihak, baik si laki-laki maupun si wanita. 

Ilustrasi gambar: https://www.pexels.com
Ilustrasi gambar: https://www.pexels.com

Hanya saja yang menjadi batasan dalam Islam adalah ada cara-cara yang telah diatur dalam tuntuannya ketika seorang laki-laki hendak meminang calon istrinya. Seperti adanya boleh memandang atau melihat bagian badan tertentu calon istrinya, sebagaimana Rasulullaah menyampaikan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Shahih Muslim Bab Kitab Nikah.

Menurut penjelasan KH.Ahmad Kosasih, M.Ag, Dewan Syariah Daarul Quran, melalui pembelajaran daring yang penulis ikuti, dalil meminang dalam Islam berdasarkan Firman Allah Subhanahuu Wa Ta'ala yang tertuang dalam QS.Al-Baqarah: 235.

Bidik Layar QS. Al-Baqarah ayat 235 (Dok.pri)
Bidik Layar QS. Al-Baqarah ayat 235 (Dok.pri)
Beliau memaparkan bahwa tidak ada dosa bagi kamu untuk meminang wanita melalui sindiran, berarti dibolehkan bagi laki-laki untuk meminang. 

Meng-khitbah dengan sindiran, hal ini berkaitan dengan sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan adanya seorang wanita yang telah ditinggal mati oleh suaminya dan sedang menjalani masa iddah (masa berkabung atas meninggalnya suami. Dalam Islam, wanita diberi waktu 4 bulan 10 hari sebelum kelak ia akan menikah lagi).

Selama wanita menjalani masa Iddah dan ia tidak sedang mengandung janin, kemudian ada lelaki yang berminat mempersuntingnya, boleh dilakukan melalui sindirian kepada wanita tersebut. Hal ini diperbolehkan oleh Allah SWT.

Sindiran yang dimaksud, contohnya seperti ungkapan: mudah-mudahan Allah akan menggantikannya dengan lelaki yang baik, yang berminat kepadamu. Atau, semoga Allah berikan suami terbaik untuk menggantikan pisisi almarhum. Nah, bahasa sindiran semacam itu diperbolehkan.

Apabila wanita yang tersebut telah selesai menjalani masa iddah, lalu ada laki-laki yang berminat mempersuntingnya, maka sampaikan saja niat dan keinginannya tersebut dengan ungkapan yang lebih jelas.

Umpanya dengan sengaja datang kepada orang tua atau wali dari wanita tersebut, menyampaikan tujuannya untuk menikahi.

Ketika wanita menjalani masa iddah, laki-laki boleh saja menyampaikan niat tersebut melalui sindiran yang bisa menimbulkan banyak penafsiran. Apalagi bila masa iddah sudah selesai, maka khitbah atau pinangan sesudahnya sangat diperbolehkan, sesuai dengan tuntunan agama.

Siapa yang lebih dulu meminang? Bolehkah wanita mengajukan pinangan?


Baik laki-laki maupun perempuan berhak mengajukan pinangannya. Tak harus lelaki yang lebih dulu meminang wanita. Kaum wanita juga punya hak yang sama untuk meminang laki-laki yang menurut kriterianya adalah lelaki yang sholeh dan berakhlak baik. Pinangan tersebut bisa diwakilkan melalui keluarganya.

Hal ini pernah terjadi pada zaman Nabi Syu'aib alaihissalam, yang mana ia meminang Nabi Musa untuk menjadi suami dari putrinya. Alquran menceritakan kisah tersebut dalam QS.Al-Qashshas ayat 27.

Bidik Layar QS.Al-Qashash ayat 27 (Dok.Pri)
Bidik Layar QS.Al-Qashash ayat 27 (Dok.Pri)
Latar belakang pinangan ini, berawal dari Nabi Musa alaihissalam dalam suasana pelarian dari Mesir guna mwnghindari prajurit Fir'aun. Beliau kemudian sampai di suatu tempat berkumpulnya orang-orang yang sedang mengantri mengambil air. 

Ada dua orang wanita yang turut menunggu selesainya orang-orang tersebut mengambil air. Nabi Musa menawarkan jasanya untuk mengambilkan air dari sumur, lalu memberikannya kepada dua wanita tadi.

Pulanglah dua wanita ini dan ayah mereka bertanya mengapa kembali lebih cepat dari biasanya. Lalu mereka menceritakan kepada ayahnya, yang tak lain adalah Nabi Syu'aib, bahwa ada seorang pemuda gagah dan baik hati yang telah membantu mereka mengambil air. 

Beliau meminta dua putrinya untuk memanggil si Pemuda dan mengajak ke rumah mereka.

Datanglah Nabi Musa a.s atas undangan Nabi Syu'aib ke rumah keluarga beliau dan menceritakan kejadian saat membantu kedua putrinya, juga kondisi dirinya yang sedang melarikan diri dari Mesir. 

Selanjutnya Nabi Syu'aib menyampaikan maksud undangannya bahwa beliau ingin menikahkan salah satu putrinya kepada Nabi Musa. Hal tersebut dikisahkan oleh Allah SWT dalam firmannya pada QS. Al-Qashash (28) ayat 27.

Ini artinya bahwa Nabi Syu'aib memberikan tawaran pinangan tersebut kepada Nabi Musa, bukan Nabi Musa yang meminta mengajukan lamaran tersebut. 

Sehubungan kondisi Nabi Musa saat itu sedang tidak memiliki apa-apa, juga dalam keadaan melarikan diri dari Mesir, maka mahar yang diminta oleh Nabi Syu'aib untuk putrinya adalah agar Nabi Musa mau bekerja bersamanya selama 8 tahun. 

Nabi Musa pun menyanggupi, lalu menikah dengan salah satu putri beliau dan menjalankan apa yang menjadi kewajibannya sebagai pembayaran mahar.

Berkenaan dengan mahar, memang tidak harus tunai. Boleh juga pemberian atau lembayarannya ditunda atau tidak tunai, meski di zaman sekarang sangat jarang kita temui hal yang demikian. Sebab hal ini merupakan kepantasan, bila memang bisa dibayar tunai, maka tak perlu kita menunda atau mencicil pemberian mahar tersebut.

Kisah pinangan Khadijah


Saat Muhammad  berusia 25 tahun, belum menjadi Nabi, dan berdagang dengan menjualkan barang perniagaan milik Khadijah, beliau melihat dan memperhatikan kelebihan pada diri pribadi Rasulullaah. 

Khadijah tertarik untuk menjadikan beliau sebagai suaminya. Pada saat itu Rasulullaah juga belum terpikir untuk menikah, karena usia masih muda dan sedang bergiat berniaga. Belum ada pilihan wanita dalam benaknya. Belum memikirkan tentang sosok wanita pendamping.

Namun Khadijah telah mengamati sejak lama akan kejujuran Muhammad dalam perniagaan. Pribadi yang terkenal dengan kebaikan akhlaknya. Tidak hanya jujur dalam menjalankan perdagangan keluarganya, namun juga karena kelebihan-kelebihan lainnya dari pribadi Muhammad yang membuatnya memantapkan diri untuk meminang lelaki yang dianggapnya memenuhi kriteria sebagai suaminya. 

Hal ini juga diperkuat dengan pengamatan dari Maesaroh, seorang lelaki utusan Khadijah yang mendampingi Nabi selama kegiatan perniagaan. Ia senantiasa menyampaikan kepada Khadijah tentang perilaku baik Nabi dalam keseharian.

Lalu Khadijah yang saat itu berusia 40-an tahun mengajukan pinangannya terlebih dahulu kepada keluarga Muhammad. Pada saat itu, Mihammad muda tinggal bersama Pamannya yaitu Abu Thalib, sehingga Khadijah menyampaikan niatnya itu  kepada keluarga paman beliau.

Meski pinangan dilakulan terlebih dahulu oleh pihak wanita, namun dalam hal pembayaran atau pembemberian mahar, tetaplah dilakukan oleh calon suami kepada calon istrinya.

Islam membolehkan wanita mengajukan pinangan telebih dahuli kepada pihak laki-laki. Tak harus menunggu dipinang terlebih dahulu, atau merasa malu apabila berniat dan berhasrat kepada pria sholehah yang berakhlak baik. Ia bisa mengajukan lamarannya melalui wali atau keluarganya.

Sahabat Rasul mengajukan pinangan untuk putrinya.


Hal ini pula pernah terjadi di masa Muhammad SAW telah menjadi Rasul dan Nabi. Sahabat beliau, Umar bin Khaththab memiliki seorang putri bernama Hafsah yang telah ditinggal mati oleh suaminya karena gugur di medan perang. 

Sebagai ayah, Umar berupaya mencarikan pendamping terbaik untuk putrinya. Bukan karena ia tak sanggup lagi menghidupi dan membiayai anaknya yang sudah menjanda. Melainkan berniat untuk mencarikan pengganti yang bisa mendampingi kehidupan putrinya berumah tangga.

Umar bin Khaththab mengajukan pinangan kepada Ustman bin Affan. Namun sahabatnya ini menolak, lantaran saat itu  ia tidak berminat menikah lagi. Demikian pula saat Umar mengajukan hal yang sama kepada Abu Bakar As-Shiddiq, beliau juga menolak dengan alasan yang sama.

Dua peristiwa ini terdengar hingga kepada Rasulullah SAW. Beliau mengetahui apa yang sedang diupayakan Umar bin Khaththab dan beliau tidak melarangnya. 

Artinya bahwa seorang wali perempuan boleh saja mencarikan (calon) suami untuk dinikahkan dengan putrinya.

Pada akhirnya Hafsah menikah dengan Rasulullaah SAW. Kisah tentang Hafshah binti Umar bin Khaththab bisa pembaca simak melalui artikel ini.

Semoga bermanfaat.

In syaa Allah akan saya ulas pada artikel selanjutnya, masih berkaitan denganal-khitbah ini.

Salam sehat dan selalu bahagia

***

Sumber referensi: Materi Kajian Boleh dan Tidak Boleh Dalam Meminang - 7 Langkah menuju Pernikahan bersama KH.Ahmad Kosasih melalui PayTren Academy

***
Artikel 131 - 2022


#Tulisanke431
#ArtikelSosbudSiskaArtati
#Lamaran
#Pinangan
#Menikah #NoPacaran
#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun