Semasa aktif sekolah di tingkat sekolah dasar, guru membagi kelompok belajar di lingkungan masing-masing. Sangat di maklumi, rumah siswa seperti saya yang tinggal di kampung masih terhitung dekat, meski jarak terjauh hanya sekitar dua kilometer saja.
Untuk memudahkan dan meringankan tugas sekolah berupa pekerjaan rumah (PR) atau tugas kelompok, maka Guru berinisiatif membuat kelompok belajar. Satu kelompok terdiri dari 5 atau 6 anak. Tentu, Guru memilihkan anggota satu kelompok yang rumahnya berdekatan.
Saya pun menyambut senang kegiatan belajar melalui kelompok ini, sehubungan ada satu kawan yang jago matematika. Sedangkan saya memang lemot untuk urusan berhitung. Lumayan kan bisa belajar bareng dengan kawan yang lebih menguasai ilmu ini.
Sedang kawan lain menyambut gembira ketika mengetahui satu kelompok dengan saya, karena saya kuat dalam soal hafalan, pemahaman dan pengertian pada mata pelajaran sosial, seni dan bahasa.
Jadilah anggota kelompok saling mendukung dan membantu menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah, termasuk PR di luar tulis-menulis seperti Prakarya dan Ketrampilan lainnya.
***
Beraktivitas bersama kelompok belajar berlanjut hingga sekolah di masa menengah pertama dan atas.Â
Pada tingkat sekolah menengah pertama, saya tidak memiliki kelompok belajar, sehubungan rumah saya jauh di kampung, sedangkan kawan sekolah rerata tinggal di kota. Tak satu pun teman sekampung yang satu sekolah dengan saya.
Alhasil, saya mengerjakan PR di jam istirahat atau setiba di rumah usai istirahat sejenak. Mengingat pada sore hari, saya mwnyibukkan diri sengan aktif kegiatan Pramuka ataupun berkesenian bersama teman sebaya di kampung yang difasilitasi oleh perusahaan di wilayah tempat tinggal.
Berbeda halnya ketika masa sekolah menengah atas, sebagian kawan sekampung ada yang satu sekolah meski beda kelas, pun beda penjurusan. Disinilah kami aktif membentuk kelompok belajar secara mandiri, karena rerata mata pelajaran yang kami dapatkan relatif sama, meski berbeda guru.
Ternyata, tak hanya saya yang mendapatkan manfaat dari adanya kelompok belajar dalam mengerjakan PR atau tugas kelompok dari guru.
***
Hal ini juga dirasakan oleh remaja putri saya yang kini tengah menikmati masa-masa awal kegiatan belajar mengajar ala siswa putih abu-abu.
Berusaha move on dari kaum rebahan masa pandemi melalui belajar daring dan menyesuaikan diri dengan jadwal yang cukup padat di sekolah, anak saya pun secara mandiri belajar kelompok secara online bersama teman-temannya.
Saya menyaksikan ia berdiskusi seru dengan kawan-kawan satu kelompok saat mengerjakan PR pada mata pelajaran (mapel) tertentu, yang mana putri saya menguasai materi pada bagian mapel tersebut. Ia berbagi pendapat dengan teman-temannya dan menyampaikan argumentasinya.
Prosesnya cukup seru, sesama anggota saling bergantian menyampaikan pendapat dan menyimak penjelasan kawannya.
Inilah 5 manfaat yang dirasakan dengan mengerjakan PR melalui kelompok belajar.
Pertama, belajar mengemukakan pendapat.
Dalam proses kegiatan belajar berkelompok, timbul diskusi pembahasan soal yang sedang dikerjakan. Tentu muncul berbagai pendapat dari masing-masing anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya atas jawaban soal.
Anak berlatih mengemukakan pendapatnya secara langsung dengan gaya bicara dan pemahamannya atas latihan soal tersebut. Hal ini melatih ketrampilan menyampaikan isi pikiran secara runut dan logis atas suatu persoalan.
Sehingga kelak dirinya menghadapi forum yang lebih besar dan formal seperti melakukan presentasi karya ilmiah atau mengikuti olimpiade mapel terntentu, dirinya sudah terbiasa menyampaikan pendapatnya tanpa malu dan ragu.
Kedua, belajar menerima dan menghargai pendapat orang lain
Dalam proses diskusi, anggota lain juga menyampaikan pendapat yang bisa jadi berbeda dengan kita. Saat menyimak apa yang disampaikan, kita juga menerapkan etika yang baik meski semua anggota adalah kawan sendiri.
Adab untuk mendengarkan pendapat atau tanggapan, bukan malah membantah dan ngeyel atau ngotot dengan pendapat sendiri.
Melainkan menampung pendapat yang ada dan menghargainya karena turut serta membantu proses belajar kelompok, sehingga akhirnya sepakat menentukan titik temu dari jawaban soal.
Ketiga, belajar menerima hasil diskusi dan mufakat kelompok
Bisa jadi, apa yang menjadi keputusan hasil belajar kelompok tidak sesuai dengan keinginan kita. Boleh jadi, kita pun berusaha mempertahankan pendapat yang menurut kita benar, namun bukan berarti menyepelekan atau meremehkan pendapat kawan lain.
Sehingga apapun keputusan hasil kerja belajar kelompok, bisa diterima oleh seluruh anggota, dengan argumentasi yang kuat untuk menyampaikan hasil belajar.
Toh nantinya hasil tersebut akan didiskusikan lebih seru lagi dengan guru dan kelompok lainnya di kelas. Tentu membutuhkan kebesaran hati saat hasil belajar kita ditolak, disanggah atau bahkan diterima sekalipun.
Keempat, belajar bertanggung jawab
PR sejatinya bukan untuk membebani siswa, karena tujuannya adalah melatih ketrampilan memecahkan soal dan mendapatkan jawaban yang benar.Â
Dengan adanya PR, siswa belajar bertanggung jawab dengan mengatur jadwal pribadinya diantara kegiatan wajib sebagai pelajar dan sebagai pribadi yang juga memiliki kegiatan di luar sekolah.
Bisa jadi PR yang harus dikerjakan tak hanya satu mapel. Ada beberapa mapel yang harus dituntaskan dengan batas waktu pengumpulan yang berbeda.
Disinilah anak belajar bertanggung jawab menggunakan waktu sebaik-baiknya agar bisa menyelesaikan PR dan tugas lainnya sebagai anak di rumah dan waktu bemain.
Kelima, belajar untuk lebih menguasai materi pelajaran
Saling berbagi pengetahuan dan ketrampilan memecahkan masalah atas soal-soal yang diberikan oleh guru melalui PR, memberikan bekal kepada siswa agar lebih menguasai materi pelajaran.
Diskusi yang muncul tak hanya membahas satu materi, bisa jadi berkaitan dengan bahan pelajaran sebelumnya yang pernah diajarkan di ruang kelas.
Bahkan referensi yang diperoleh sebagai sumber rujukan, bisa dijadikan pengetahuan baru untuk anggota kelompok belajar. Apalagi masing-masing anak memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap informasi dan menjelaskan ulang apa yang sudah dipelajari.
Kita sebagai orang tua pun tak perlu alergi dengan adanya PR bagi anak. Bila memang ada waktu, bisa mendampingi, dan menguasai materi mata pelajaran, kita bisa membantu mendampingi dan membimbing dalam proses mengerjakannya.
Pula bila dibutuhkan guru les di rumah untuk anak atau kelompok belajarnya, itu juga bentuk dukungan orang tua agar anak pun nyaman dan ringan mengerjakan tugas.
Begitu pula dengan putri saya. Jelang menghadapi ujian semester pertama, ada kawannya yang ikut belajar bersama dengan bimbingan guru les yang memang saya datangkan ke rumah untuk mapel tertentu.
Jadi, sebaiknya tetap berpikir positif dengan hadirnya PR, beban berat terasa ringan dengan dipikul bersama melalui diskusi kelompok belajar yang bisa dilakukan secara daring atau luring.
Semoga bermanfaat.
Salam sehat dan selalu bahagia!
***
Artikel 130 - 2022
#Tulisanke430
#ArtikelPendidikan
#TopilSiswaDibebaskanPR
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H