Apakah kebiasaan membaca buku merupakan warisan gaya atau kultur orang tua? Mungkin saja iya, bisa juga tidak.
Seperti ananda tetangga saya, Azkia Yumna Kalisa. Akrab dipanggil Yumna, kelas 5. Gadis cilik berkacamata ini memang gemar membaca sejak kecil dan mulai mengenal abjad.
Menurut bundanya, Yumna jarang menggunakan gawai. "Masih pakai punya kami, Bun. Jarang memang main outdoor sejak pandemi kemarin. Yumna belum kenal game online. Palingan suka edit pake aplikasi canva atau menggambar di ibis paint aja. Nonton youtube dijatah setiap akhir pekan, dengan batas waktu."
Sejak kecil sebelum mampu membaca sendiri, Yumna sering dibacakan buku cerita oleh orang tuanya. Kegiatan ini rupanya amat melekat pada dirinya untuk bersemangat bisa membaca.
Melalui voice note, Yumna dengan antusias menjelaskan alasannya, mengapa ia suka membaca sejak usia dini. "Yumna suka baca buku alasannya karena isinya menarik dan seru! Terus, bisa mengisi waktu luang atau lagi bosen ngapa-ngapain. Di dalamnya juga ada pengetahuan baru yang bisa Yumna pelajari."
Sekolah tempat ia belajar juga menyediakan pojok baca. Anak sulung dari tiga bersaudara ini bersekolah di SD Islam AlQuds.Â
"Temen-temen Yumna suka banget baca buku, Bunda. Tapi agak jarang, karena waktunya sedikit kalau baca di kelas. Kan jam istirahat digunakan untuk makan atau jajan. Buku yang tersedia adalah buku bacaan Islami. Biasanya, kami baca buku di tengah-tengah ruang kelas, karena meja dan kursinya di atur posisi letter U,"Â jelasnya dengan nada riang.
Yumna mengakui bahwa ayahnya tipe orang yang suka baca buku. Sedang bundanya gak terlalu, sih. Mereka mendukung kegemaran putrinya dengan membelikan buku kesukaannya seperti komik fiksi dan novel yang berkaitan dengan sejarah atau petulangan.Â
***
Berbeda halnya dengan Kendra, siswa kelas 6 yang juga ananda tetangga saya, pun aktif belajar mengaji privat di rumah. Putra tengah dari tiga bersaudara ini memiliki kebiasaan baca buku komik.