Bertahun aku
Memasung kepak-kepak sayap rasa
Dalam jeruji perih
Luka yang ranggas di ranting waktu
Masih tunggangi punggung embun pagi
Punggung embun pagi titiskan setetes lara
Jerat hati gulirkan elegi
Birama dedaunan snada kenang membara
Jerat rasa pilin pada hari pagi
Pagi dan dingin
Nyanyian alam dan desau angin
Mereka tlah berteman sejak kemarin
Lalu jiwa dan karsa menyatukan segala pinta dalam satu rasa ingin
Perih masih membekas di kalbu
Akan kenang-kenang manis bertepi kelabu
Melempar noda ke arah untaian lagu yang penuh syahdu
Engkau sampai hati tuk tipu
Harapan yang kusemat tumpaslah semu
Akan kututup saja cerita duka kita
Sekalipun luka perih masih basah di dada
Aku akan mencoba tuk terbiasa
Melepaskan diri dari bayang-bayang luka pelampiasan yang kau balut dengan cinta
Sudah! Biar waktu saja yang menghapus tentangmu dariku.
Jerakah aku menunggu janjimu?
Yang berbalur rindu tuk wujudkan citaku bersamamu?
Kepak sayap yang pernah patah
Kini tlah gagah siap mengangkasa
Tapi terasa ringkih tanpamu di tulang raga
Pada semilir angin dan perjalanan yang tak mudah
Meskipun berulang kali ku runtuhkan percaya yang ada.
Namun kau tetap merangkul ku dalam pelukan
Pelukmu sempat membius sukmaku.
Dan seutas percaya
adalah kata yang paling
kurengkuh dalam tuturmu.
Namun, asa ini semakin meringkih
menjauh tatkala
kau melantunkan nada sendu dipersimpangan waktu.
Netraku kembali terbentur dan menguliti luka baru.
Ah, tak sudi lagi kumenunggu di bawah naungan janji september
sedangkan dalam dentingan waktu Agustus
kau membuat asaku tergugu meratap.
Ratapan yang mematahkan sayap-sayap asa, masih membekas
Endapannya tak bisa kulepas
Mengerak, memeluk erat hingga tak berani melangkah
Karena diri ini takut patah
Nyatanya hati kecilku tidak pernah jera untuk terus memegang janjimu. Diam-diam tetap menunggu janji itu tertepati entah sampai kapan nanti.
Jera mendera
Luka kian membara
Pada hati rebahkan resah
Kemanakah aku melangkah
Langkah tlah menjauh
Ciptakan jarak denganmu yang tak kunjung   menentu
Lelah tlah  mendekap rasa
Pada penantian yang tak ada batasnya
Terpaksa kulambaikan tangan, selamat tinggal pengharapan
Harapan yang telah lama kujaga kini sirna
Mencoba menghapus bayang dan jejakmu
Penantian yang tak berbatas waktu
Membuatku jera menunggumu
Helai demi helai percaya berguguran
Dahan cinta kering terbakar amarah
Ranting rindu terpatahkan tak berharga
Jera mendera di jiwa yang hampa.
Rumah Pena Alegori, 29 Agustus 2022
***
#PuisiKolaborasi dari Komunitas Rumah Pena Alegori (para alumni kelas puisi) dengan Tema Jera. Sebuah Puisi Bersambung karya bersama  Almahdi, Rani Iriani Safari, Ikriima Gh, Fauzi Hannadfa, Sudirwan Naigeso, Siska Artati, Sidhiq Akbar Nugraha, Nur Ahyani, Popy, Reni L, Kang Thohir. Titi Ariswati, Syafrida Yunita dan Yayu Rahayu
***
Artikel 98 - 2022
#Tulisanke-398
#PuisiKolaborasi
#RumahPenaAlegori
#TemaJera
#NulisdiKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H