Bagai memutar film dokumenter, ingatan saya melayang semasa kanak bersama ayah, saat melayangkan pandangan di dalam ex-area pabrik.
Gedung bangunannya masih asli dengan sentuhan kekinian. Mengingatkan saya saat lori pengangkut tebu membongkar muatan dan mengarak tebu memasuki alat penghancurannya (di bagian pintu gedung rest area sebelah selatan) yang kemudian bakal diproses menjadi gula pasir, lalu dimasukkan ke dalam karung-karung goni secara otomatis menggunakan mesin-mesin besar.Â
Para buruh siap menggendong di punggung, mengangkat dan menata karung tersebut di atas truk (pintu gedung area selatan). Kenangan itu makin segar diingatan saya, saat kakak-kakak berbagi kenangan pula dengan ex-Pabrik Gula ini.
"Dulu kita antar makanan untuk sahur bapak lewat pintu ini, terus masuk kantor bapak ya, Sis," celetuk kakak sembari menunjuk bekas kantor bapak saat dulu berdinas, yang kini telah berubah menjadi pusat oleh-oleh retail ternama.
Rajutan kenangan itu saya ceritakan kepada Nakdis, bagaimana dulu eyang kakungnya berdinas disini di era tahin 1970an hingga tahun 1980-an. Â Dengan mata kepala sendiri, Nakdis menyaksikan bahwa masa peninggalan Belanda itu ada, tak cuma sepenggal sejarah di buku pelajaran sekolah.Â
Berkenaan dengan sejarah pabrik gula ini, pembaca dapat membacanya secara lengkap di Wikiwand berikut dengan foto-foto masa pabrik gula ini masih aktif.