Berdasarkan kejadian kurang menyenangkan saat minum obat, saya menanamkan sugesti pada diri sendiri agar selalu sehat dan sebisa mungkin jangan sakit.
Sejak kanak hingga remaja, justru saya rajin meminta ibu menyediakan jamu. Atau meminta ibu menemani saya minum jamu gendong atau di kedai khusus sekitar pasar tempat langganan berbelanja.
Seperti yang saya lansir melalui Kompas.com bahwa jamu adalah satu dari beragam minuman tradisional yang sudah akrab bagi kebanyakan masyarakat Indonesia sedari dulu hingga kini.
Selain gampang ditemukan, jamu juga dipercaya memiliki banyak manfaat kesehatan yang membuat orang gemar mengonsumsinya hingga setiap hari.
Menurut Founder Suwe Ora Jamu, Nova Dewi, jamu bisa dikonsumsi rutin setiap hari dengan takaran yang sesuai.
Entah karena kebiasaan itulah, saya jarang sakit. Hanya satu saja sakit kambuhan pada rentang remaja dan sebelum masa menapouse saat ini, yaitu nyeri haid. Itu hal yang alami dan tak bisa saya hindari setiap mengalami menstruasi.
Sebisa dan semampu saya, menjaga kesehatan agar tidak mengalami sakit parah, saya lebih menyukai konsumsi jamu sebagai vitamin.
Entahlah, saya merasa lebih nyaman dan kondisi tubuh lebih bugar dengan konsumsi jamu atau seduhan minuman herbal.
Jika membuat sendiri di rumah, saya meraciknya sesuai takaran yang dibutuhkan, karena meski terbuat dari bahan alami tentu tidak sembarang meramu dan meminumnya. Bahan dasar yang biasa saya gunakan adalah ketumbar, kayu manis, sereh, jahe, dan kunyit.Â
Suami lebih menyukai dengan menambahkan madu pada seduhan herbal saat minuman cukup hangat agar tidak merusak khasiat madu.
Anak gadis saya pun tidak suka obat. Dia hanya mau minum jika berupa sirup. Sama seperti saya, tablet harus digerus atau ditumbuk dulu menjadi bubuk halus agar bisa langsung diminum sekali telan.