Jelang lebaran, diantara kita ada yang menerima bingkisan lebaran dari tetangga, kerabat atau kolega yang dalam keseharian aktivitas senantiasa berinteraksi dengan kita.
Ada yang memberikannya karena ucapan terima kasih atas kerjasama baik selama menjalankan kegiatan suatu program, atau hubungan baik yang terjalin selama ini atau juga kepentingan lainnya. Itu sih terserah si pemberi ya. Segala sesuatu kan tergantung niatnya.
Saya lebih mudah menyebutnya sebagai bingkisan lebaran, meski istilah kekinian menyebutnya hampers atau parcel. Apapun penyebutannya, saya memaknai tujuannya adalah sama. Yaitu berbagi kepada siapa saja yang ingin kita beri.
Ada si pemberi, ada si penerima. Bisa jadi kita menjadi pelaku keduanya dalam soal bingkisan lebaran. Saat menerima, apakah kita akan berbalas memberinya, itupun terserah pada diri masing-masing dan kemampuan finansial dalam menyediakan dana bingkisan.
***
Sependek ingatan saya, pertama kali merasakan mendapat bingkisan lebaran adalah berupa sekardus besar berisikan sembako dari para bunda yang belajar mengaji di rumah saya beberapa tahun lalu.
Sungguh saya tak menduga mendapatkannya, karena memang tak terlintas di benak dan pikiran saya, karena bukan merupakan kebiasaan di keluarga maupun lingkungan rumah.
Memang dalam keseharian hidup bertetangga  kami biasa berbagi kue atau nasakan dengan tetangga dekat, sebagai bentuk sapaaan dan silaturahim antarwarga.Â
Kadang di momen tertentu, kami mengadakan makan bersama meski hanya beberapa orang saja usai berolahraga atau saat perayaan acara tertentu di perumahan.
Namun, pemberian bingkisan lebaran saat jelang hari raya, sungguh di luar dugaan saya. Seneng? Jujur, iya. Tapi saya sampaikan kepada para bunda agar tidak merepotkan diri kelak di waktu mendatang untuk melakukan hal yang sama.