Pembaca Kompasiana yang budiman,
Bulan Januari 2022 lalu, saya menayangkan tentang etika jamuan makan yang biasa diterapkan dalam sebuah undangan, baik nasional maupun internasional. Etika tersebut biasa berlaku umum sebagai bentuk adab yang biasanya berlaku di tempat tertentu.
Bisa jadi, beda negara, beda etikanya. Beda suku dan wilayah, beda pula adab yang dijunjung saat mengikuti jamuan makan. Ya, keunikan dalam menikmati sajian makanan tiap daerah memiliki kekhasan masing-masing. Meski secara umum, etika atau adab ini memiliki kesamaan dalam menghormati hidangan, si tuan rumah yang mengundang dan juga para tetamu saat acara jamuan berlangsung.
Begitu pula dalam pandangan Islam, yang mengatur segala sendi kehidupan ummatnya. Dalam hal makan dan minum, Allah SWT mengatur sedemikian rupa tentang etika dan adabnya, yang kadang masih terabaikan oleh kaum muslim.
Rasulullaah SAW sebagai suri teladan ummat, mengajarkan bagaimana adab makan dan minum agar keberkahan dalam proses sebelum, selama dan sesudah menikmati hidangan merasuk dalam sendi pribadi muslim dan berpengaruh baik dalam kehidupan keluarga.
***
Islam telah memberikan pedoman bagi umat manusia dalam berbagai sendi kehidupannya. Termasuk dalam masalah makanan, Islam memberikan syarat bahwa makanan dalam Islam haruslah memenuhi dua syarat yaitu halal dan thayyib.Â
Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran, Surah Al-Baqarah ayat 168, yang artinya:
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.
Halal berarti terbebas dari segala bentuk dzat yang telah diharamkan dalam Islam, yaitu: bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah.
Pula yang Allah firmankan pada QS. Al-Maidah ayat 3 yang artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala.
Makanan yang diperbolehkan dalam Islam untuk dikonsumsi juga harus bersifat thayyib, yaitu baik untuk tubuh dan kesehatan manusia.