Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Begini Cara Saya Menyayangi Uang Recehan

11 Januari 2022   17:08 Diperbarui: 12 Januari 2022   11:11 2122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat sebagian uang receh dihambur, dipilah dan dibungkus (dok.Pri. Siska Artati)

Senin siang usai berkegiatan di luar rumah, tetiba saya berhasrat menghambur uang recehan yang tersimpan di celengan kaleng. 

Koin recehan yang sudah menggunung dan hampir meretakkan tutup plastiknya, tersimpan di kaleng bekas tempat bola tennis. Tingginya sekitar 27 centimeter dan berdiameter 7 centimeter. Saya tak ingat, kapan persisnya kami mulai menyimpan uang receh disitu.

Biasanya, setiap ada koin di dompet, kantong baju, atau selipan beretsleting di tas, kami kumpulkan jadi satu di celengan tersebut. Digunakan saat beli atau membayar sesuatu yang kurang nominalnya beberapa rupiah.

Iseng, saya tumpahkan seperempat bagian isinya di atas lantai. Saya pilah sesuai nominal yang tertera. Koin 100 rupiah, 200 rupiah dan 500 rupiah. Pas nemu yang 1000an, saya sisihkan untuk masuk ke celengan sedekah.

Pilah punya pilih, saya terkejut sendiri. Aih, betapa kurang ilmunya saya terhadap koin ini. Baru kali ini saya memperhatikan, ternyata cetakannya berbeda di tiap nominalnya. Saya tersenyum bahagia. Sambil menyelam minum air, sambil memilah koin, ilmu pun mengalir.

***

Koin Rp.100,- Tahun Emisi 2016  (sumber gambar: https://id.m.wikipedia.org)
Koin Rp.100,- Tahun Emisi 2016  (sumber gambar: https://id.m.wikipedia.org)

Saat memilah pecahan nominal masing-masing koin, saya tersenyum gembira, bahwa hari itu saya mendapatkan ilmu. Ilmu pengetahuan tentang uang recehan terbitan Bank Indonesia. 

Pada pecahan Rp.100, ada yang bergambar burung Kakaktua Raja pada bagian depan dan lambang Garuda Pancasila pada bagian belakang. Pecahan ini merupakan keluaran tahun emisi 1999. 

Menurut Wikipedia, Kakatua raja atau dalam nama ilmiahnya Probosciger aterrimus adalah sejenis burung Kakatua berwarna hitam dan berukuran besar, dengan panjang sekitar 60 cm. Burung ini memiliki kulit pipi berwarna merah dan paruh besar berwarna kehitaman. Di kepalanya terdapat jambul besar yang dapat ditegakkan. Burung betina serupa dengan burung jantan. Daerah sebarannya ada di wilayah Papua dan Australia bagian utara.

Sedangkan pada pecahan berikutnya, seperti nampak pada gambar, adalah Pahlawan Nasional bernama Prof.Dr.Ir. Herman Johannes dan Garuda Indonesia (di bagian muka); dan tulisan Bank Indonesia beserta cetakan nominal 100 rupiah (bagian belakang), tahun emisi 2016.

Awalnya saya bertanya kepada NakDis, siapa nama yang tertera dalam koin tersebut. Saking kecilnya huruf, saya tidak bisa memmbaca dengan jelas. Justru NakDis yang membacakan dengan cermat. Saya pun penasaran mencari tahu tentang pahlawan nasional ini melalui internet.

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, terkadang salah dieja sebagai Herman Yohannes atau Herman Yohanes (28 Mei 1912 – 17 Oktober 1992) adalah cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia pernah menjabat Rektor UGM (1961-1966), Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), dan Menteri Pekerjaan Umum (1950-1951).  Riwayat hidup beliau, karir, dan sumbangsih kepada negara pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan, pembaca bisa singgah untuk membaca selengkapnya di sini.

Dan ternyata, saya baru tahu bahwa ayah dari Helmi Johannes (presenter berita televisi di Voice Of America - VOA) ini, mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dalam rangka peringatan Hari Pahlawan tahun 2009.

***

Koin Rp.100, Rp.200, dan Rp.500 (dok.pri.Siska Artati)
Koin Rp.100, Rp.200, dan Rp.500 (dok.pri.Siska Artati)

Berlanjut pada koin 200 rupiah dan 500 rupiah, masing-masing ternyata memiliki dua cetakan yang berbeda pula.

Pada koin 200 rupiah, terdapat gambar Burung Jalak Bali pada bagian depan dan lambang Garuda Pancasila di bagian belakang. Tertera tahun emisi 2003. Pada cetakan lainnya dengan nilai pecahan yang sama, terdapat gambar Pahlawan Nasional Dr.Tjipto Mangunkusumo dan Garuda Pancasila pada bagian depan; dan tulisan Bank indonesia dan nominal 200 rupiah pada bagian belakang dengan tahun emisi 2016.

Pada koin 500 rupiah, terdapat gambar Bunga Melati di bagian depan dan lambang Garuda Pancasila di bagian belakang. Tertera tahun emisi 2003.

Pada cetakan lainnya dengan pecahan nilai yang sama, terdapat gambar Pahlawan Nasional Letjen TNI TB.Simatupang dan Garuda Pancila di bagian depan; sedangkan bagian belakang bertuliskan Bank Indonesia dan nominal 500 rupiah.

Bagi saya, ini adalah berkah ilmu saat memilah dan memilih koin-koin tersebut. Saya jadi mengenal pecahan uang receh yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan lebih seksama dan memperhatikan perbedaannya. Meski nominalnya sama, namun ternyata terdapat perbedaan tampilan di bagian muka dan belakang masing-masing nominal pada pecahan yang sama.

Begitu juga dengan sejarah dan pengetahuan lainnya yang terdapat di uang logam ini. Saya berusaha mencari informasi dan membaca hal yang terkait pada koin yang dikeluarkan Bank Indonesia. Belum tentu saya mendapatkan pengetahuan baru dari mengumpulkan dan menghitung uang recehan hasil celengan, nih.

Karena selama ini, saya mah cuek aja. Yang penting uang recehan ada, pas saya butuh, tinggal pake buat bayar atau beli sesuatu. Lah, uang semilyar kalau kurang 500 perak juga belum bisa disebut semilyar dong! Jadi, saya bersyukur, keisengan hari itu untuk memilah dan memilih uang koin, ada manfaatnya.

Nah, giliran uang kertas warna biru dan merah, gak usah diperhatikan juga pada hafal, ya? Beda dengan uang logam. Eh, tapi dulu saya pernah mencicipi, lho, duit seratus rupiah dalam bentuk uang kertas berwarna merah. Zaman itu, dapat duit 100 perak senang luar biasa, bisa buat jajan seminggu lebih. (Apakah kita seangkatan?)

***

Saat sebagian uang receh dihambur, dipilah dan dibungkus (dok.Pri. Siska Artati)
Saat sebagian uang receh dihambur, dipilah dan dibungkus (dok.Pri. Siska Artati)

Nah, ini nih yang saya prihatin dan gemes banget dibuatnya. Apaan, tuh?

Uang logam yang saya kumpulkan, pilah, pilih dan susun per sepuluh keping, beberapa diantaranya kotor dan lengket gegara selotip. 

Ya, uang logam ini ada yang terbungkus selotip dalam jumlah tertentu. Karena sudah mengendap lama di celengan, malah membuat uang logam kotor dan lengket.

Kalau keadannya masih wajar, hanya ketempelan pinggiran sisa selotip, lumayan lah masih bisa dikuliti dan dilap pake tissue. Tapi kalau kotornya memenuhi permukaan koin dan juga pinggirannya yang bergerigi, saya gemes, deh!

Dengan modal cutton bud dan minyak kayu putih, saya bersihkan permukaan uang logam yang kotor karena lengketnya sisa selotip yang menempel. Berapa juta debu yang mengendap di sana selama berada di dalam celengan!

Saya kosok perlahan dengan ujung cutton bud. Minyak kayu putih cukup ampuh mengangkat lengketan bekas selotip. Saya pun menyediakan kertas kecil guna menumpuk selotip-selotip yang menjijikkan itu. Sempat bolak-balik cuci tangan agar tetap bersih, meski ada saja menemukan koin yang berbalut selotip.

Yang bikin sedih tuh, bila permukaan koin jadi menghitam, hampir tak terlihat cetakan gambar, tulisan atau angka. Namun tetap saya bersihkan, meski tak sekinclong uang logam lainnya yang terjaga bersih dari belitan selotip. Sayangnya, saya tak sempat lagi memfoto tumpukan sisa-sisa selotip dan cutton bud yang digunakan.

Sebagai bentuk sayang saya pada mereka, saya susun uang logam berdasarkan kesesuaian cetakan gambar per sepuluh koin. Lalu dibungkus menggunakan potongan kecil kertas putih. Sehingga selotip tidak langsung nemepl pada uang logam, hanya membalut sisi kertas saja.

Sehingga, kelak recehan tersebut saya tabung ke bank, tidak akan terkotori lagi oleh plastik lengket yang bisa merusak permukaan dan sisi logamnya. Minimal saya tidak turut andil alias mengurangi mengotori uang recehan negeri ini dengan selotip. 

Lha, duitnya kan bisa jalan-jalan ke seluruh Indonesia sebagai alat tukar. Sayang kan kalau kotor. Ada pahlawan nasional pula yang terpampang di sana. Tak tega melihat wajah-wajah pejuang bangsa jadi terlihat kusam disana.

Mari pembaca, kita mulai dari sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari hari ini untuk menyayangi uang receh.

Sst...hitung punya hitung, lumayan, jumlah total nominal yang terkumpul tadi, lebih dari K-Reward saya bulan ini. Eh?

Salam bahagia bersama recehan!

***

Artikel lainnya tentang uang koin, silakan oembaca mampir di:

100 Keping Koin MangPe, Salam Tempel dalam Balutan Dompet Plastik Toko Emas

***

Artikel 6 - 2022

#Tulisanke-306
#LyfeHackSiskaArtati
#Uanglogam
#recehan
#koin
#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun