Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Chiky, Momo, dan Belang: Kucing Kesayangan yang Selalu Terkenang

11 November 2021   18:57 Diperbarui: 13 November 2021   15:45 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: https://www.idntimes.com

Sejak saya masih balita, keluarga kami memelihara seekor kucing tanpa di sengaja. Awalnya, ia adalah kucing tetangga yang gemar tidur di keranjang pakaian bersih. Saat itu kami tinggal di rumah dinas pabrik gula.

Bangunan tua peninggalan Belanda memang unik. Jika suasana panas, temboknya dingin. Jika suasana dingin, temboknya hangat. Nah, keranjang pakaian kami berada di sudut ruang khusus untuk setrika, baju-baju bersih berserta gantungan pakaian. Keranjang yang berhimpit di tembok, membuat Chiky - demikian kami memanggilnya- sering wara-wiri dan betah berlama-lama di sana.

Akhirnya, kami sediakan tempat khusus untuknya, berupa keranjang dari anyaman bambu dengan lembaran handuk bekas, untuk tempatnya berleha-leha saat bertandang ke rumah kami.

Tetangga merelakan kucingnya menjadi 'milik kami'. Saking seringnya Chiky berada di rumah kami ketimbang di rumah tuan sebenarnya. Bulunya yang lebat, berwarna coklat, memang menarik. Kakak perempuan tertua, sangat sayang padanya. 

Waktu berlalu hingga akhirnya saya kelas 4 sekolah dasar. Kami memiliki kenangan bersama Chiky saat berfoto dengannya di atas Vespa. Kakak saya nyletuk, "Katanya, kucing kalau di foto, bakal hilang, lho. Gak kembali lagi."

***

Kucing kesayangan (ilustrasi gambar: https://apahabar.com)
Kucing kesayangan (ilustrasi gambar: https://apahabar.com)

Mitos atau fakta, nyatanya Chiky tetap berada di rumah dinas yang kami tempati. Hingga suatu saat, tiba masa kami harus pindah ke rumah kami pribadi, sehubungan ayah saya meninggal di masa kedinasannya. Tentu saja kami tak lagi menempati rumah dinas.

Kami mengajak Chiky turut serta pindah ke rumah baru, namun rupanya ia menolak. Kucing coklat yang gemuk dan lincah itu, tetap berdiam di rumah dinas, meski kosong tak berpenghuni. 

Kadang, ketika kami kangen dan melewati rumah dinas tersebut, sesekali tampak dia merebahkan diri di teras belakang atau depan.

Jika saya panggil, dengan lincah ia menghampiri, mengeong dan bergulat di kaki saya. Mengikuti saya berjalan pulang ke rumah, namun di tengah jalan, ia berbalik ke rumah dinas.

Setelah hampir 6 bulan lamanya kosong, rumah dinas tersebut mendapat penghuni baru. Keluarga tersebut memiliki anak seusia saya dan bersekolah di tempat yang sama. 

Saya bertanya padanya soal Chiky, teman saya tak tahu menahu soal kucing itu. Ah, rupanya kucing kesayangan kami telah pergi entah kemana.

***

Ilustrasi gambar: https://www.idntimes.com
Ilustrasi gambar: https://www.idntimes.com

Beberapa bulan menempati rumah baru, secara tak sengaja, saya menemukan seekor kucing tidur mendengkur di belakang kulkas, di ruang cekungan sebelah mesin. 

Rupanya ia mencari kehangatan di sana. Berbulu lebat berwarna hitam seluruh badannya, kecuali pada bagian keempat kaki dan dahinya yang berwarna putih. 

Ya, seakan dia menggunakan kaos kaki dan bak artis India yang ada tanda di kening antara kedua matanya. Warna yang unik dan menggemaskan!

Kami memanggilnya Momo dan menjadi pusat perhatian keluarga. Lagi-lagi, ternyata ia kucing milik tetangga yang nylonong leyeh-leyeh, ndempis di belakang kulkas dan tembok, tempatnya bersantai.

Saking seringnya makan, tidur dan bermain di rumah, lagi-lagi tetangga merelakan kami memeliharanya. Anehnya, tetangga yang kemudian memelihara kucing baru, eh, kucingnya juga ikutan bersantai di rumah kami. 

Entahlah, apa yang membuat mereka betah berdiam di sini. Mungkin karena pelayanan, atau sering di ajak ngobrol juga kali, ya?

***

Ilustrasi Gambar: https://m.brilio.net
Ilustrasi Gambar: https://m.brilio.net

Momo pun betah punya temen baru, kami memanggilnya Belang. Berbulu lebat dengan warna belang hitam putih, menjadi teman setia Momo. Mendengkur bersama, krungkelan saling menghangatkan di belakang kulkas.

Hingga suatu masa, saya memasuki usia remaja, kakak perempuan tertua menikah. Beliau yang sangat penyayang dengan Momo dan Belang yang telah beranak-pinak, terpaksa meninggalkan mereka untuk merantau. Kakak menitipkan Momo dan Belang kepada saya dan Ibu.

Suatu ketika, sambil meramu menu makan untuk Momo dan Belang, ibu mengajak ngobrol mereka berdua. "Laaaang, Mbak Nik sudah gak ada lho ya, dah gak ngurusuin kamu lagi. Ibu gak mau repot ngurusin kamu mandiin, nyediakan susu, beli ikan buat kamu. Nek meh lungo, yo kono lungo wae. Dolan sak karepmu yo ra popo."

Ajaib! 

Seolah mengerti bahasa Ibu, beberapa hari kemudian, Momo dan Belang benar-benar gak pulang ke rumah! 

Kami mencarinya sampai ke pasar terdekat dan terjauh dari rumah. Gak nemu! Saya dan ibu sedih bukan kepalang. Jadi merasa bersalah, karena obrolan begitu, eh, Belang dan Momo baper.

Ibu bahkan sempat berkirim surat kepada kakak perempuan saya itu, menyampaikan penyesalan atas obrolan dengan kucing-kucing kesayangan.

Lebih ajaib lagi!

Tiga bulan berselang dari kejadian itu, tiba-tiba Belang dan Momo muncul dari arah lapangan depan rumah, menyusuri jalanan kecil menuju teras, mengeong manja dan bergelut di kaki saya yang berteriak kegirangan menyambutnya.

"Buuuuu! Belang mulih, Bu!" 

Ibu yang mendengar teriakan saya, berucap Allahu Akbar, keluar dari dapur menuju teras. Kami berlinang airmata sukacita menyambut Belang bersama tiga anaknya yang krucil-krucil mengeong lucu dan manja. Sayang, tak ada Momo bersama mereka.

Saya dan ibu meminta maaf ke Belang, sambil ngelus- ngelus, nyiapin makannya dan menata kardus dan handuk bekas untuk tepatnya beristirahat dengan ketiga anaknya.

***

Sayang seribu sayang, kembalinya Belang hanya berlangsung sepekan. Kami menunggu ia bermain bersama anak-anaknya, ternyata mereka tak kunjung pulang.

Kami kehilangan. Sungguh kehilangan. Mendoakan keberadaanya semoga baik-baik saja.

Setiap bertemu dengan kucing yang sewarna dengan Belang, saya jadi teringat padanya. Kadang saya memanggilnya, namun ia tak mendekat. Ah, kucing lain rupanya, bukan Belang yang dulu kami timang-timang.

Sejak saat itu hingga kini, saya tak lagi memelihara kucing. Tak ingin kesedihan datang berulang. 

Justru sekarang, setelah saya ikut merantau, menikah dan mendiami rumah sendiri, kucing tetangga rajin datang ke halaman depan dan belakang rumah saya. Bukan karena betah dapat makan, tapi karena betah dengan rumput dan tanah segar yang menjadi sasaran pup mereka!

Alamak! 

***

#tulisanke-274
#TopikPilihanKehilanganHewan
#ArtikelSiskaArtati
#Kucing
#NulisdiKompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun