Zaman dulu, orang tua dianggap sebagai posisi bos bagi seorang anak di dalam keluarga. Anak harus memenuhi dan menuruti segala apa yang disampaikan, diperintahkan dan diinginkan orang tua untuk dilaksanakan.Â
Hal ini anggapan bahwa orang tua adalah pemimpin keluarga, pemilik kekuasaan, pemberi informasi untuk anggota keluarga berdasarkan pengalaman hidup, gak ada saingannya, sehingga anak pun harus tunduk dan patuh alias manut wae dengan omongan orang tua.
Jika anak tidak menurut kata orangtua, bisa jadi timbul konflik karena perbedaan pendapat yang bisa menjurus ketidakharmonisan diantara mereka. Tentunya hal tersebut disayangkan jika sampai terjadi, mengingat timbulnya ketidaknyamana dalam berinteraksi di dalam keluarga.
Sedangkan kini, zaman telah berubah seiring masa. Informasi tidak hanya dimiliki oleh orang tua saja, namun berkembang dan bisa diperoleh dari mana saja tentang sekolah kehidupan.Â
Kita bisa mendapatkannya dari berbagai media dan jejaring sosial lainnya di luar keluarga. Selain itu, kita mengenal juga hak anak yang merupakan salah satu hak asasi manusia. Ia berhak bermain dengan suasana gembira dan menyenangkan, dilindungi dari tindakan kekerasan, juga untuk didengar suaranya atau pendapatnya.
Saya tersentuh hati dan pikiran hingga merenung dalam ketika menyimak penjelasan Dr.Seto Mulyadi, S.Psi.,M.Si., Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) - yang akrab dipanggil Kak Seto.- saat mengikuti materi bertema orangtua bahagia di pembelajaran daring bersama PayTren Academy.
Konsep orangtua sebagai sahabat anak.
Anak memiliki hak untuk didengar pendapatnya di keluarga dan masyarakat. Juga mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan, baik itu fisik maupun bahasa verbal. Manakala ia menyadari adanya hak tersebut tetapi lingkungan tidak memberikannya, bisa jadi hal ini menimbulkan perlawanan dari sang anak.Â
Terjadinya kontraproduktif antara anak dan orangtua, apabila kita menekan anak menjadi seorang yang harus nurut orangtua secara utuh.
Jangan bermimpi memiliki anak penurut, karena akan menimbulkan frustasi. Bermimpilah memiliki anak yang bisa bekerja sama dan mandiri.
Demikian Kak Seto memberikan saran kepada kita sebagai orang tua.
Untuk menjadi orangtua yang bahagia, sebaiknya menjadi pendengar yang baik dan melakukan komunikasi yang mudah dipahami oleh anak, agar mereka pun mendengar dan memahami orangtuanya. Istilah kekiniannya adalah menjadi orangtua yang demokratis. Bukan orangtua otoriter yang memaksakan kehendak.
Contoh, kita bilang ke anak, "Pokoknya kamu harus tidur siang! Gak boleh nge-games. Sudah, lepas hapenya!" Sedangkan anak masih saja asyik bermain usai belajar daring. Anak menyahut, "Bunda, aku gak tidur siang, tapi nanti malam akan tidur lebih cepat supaya besok gak bangun kesiangan."
Nah, Sebaiknya respon kita adalah, "Baik, Bunda pegang kata-katamu ya, Nak. Jangan sampai melanggar apa yang kamu janjikan sendiri." Lalu bunda dan anak saling tooos, deh.Â
Hal ini lebih baik daripada kita sebagai orangtua malah sahut-sahutan memaksakan kehendak agar anak nurut untuk segera tidur siang, namun tidak membuat suasana bahagia pada diri anak yang ingin bermain sejenak.Â
Namun, kita tetap mengawasi dan membatasi penggunaan gadegtnya, serta mengingatkan atas komitmen yang telah disepakati. Sehingga tercipta suasana persahabatan antara orangtua dan anak.
Sejak tahun 2017, Kak Seto beserta rekan-rekan di lembaga yang dipimpinnya, mencanangkan Gernas Sasana, Gerakan Nasional Saya Sahabat Anak. Siapapun kita, apapun profesinya, dimanapun berada, kita menempatkan diri menjadi sahabat anak yang ramah dan menyenangkan dunia mereka. Kita penuhi dan didik anak-anak dengan suasana keakraban dan kasih sayang.
Dengan menciptakan pendidikan yang penuh persahabatan seperti itu, diharapkan anak-anak tidak terluka jiwanya, mengurangi dan meminimalisir terjadinya perundungan sesama anak, memahamkan rasa kasih sayang dengan contoh yang kita berikan dalam berinteraksi bersama anak.
Konsep orangtua bahagia.
Menurut Kak Seto, orangtua yang bahagia adalah orangtua yang penuh rasa syukur, kegembiraan, persahabatan dan perdamaian. Tidak ada konflik yang menggangu produktivitas orangtua.Â
Karena jika terjadi benturan dalam komunikasi antara anak dan orangtua dan mengantarkan adanya konflik diantara keduanya, maka hal tersebut mengganggu aktivitas dan produktivitas. Orangtua kepikiran karena ulah anak, pecah konsentrasi ketika melakukan tugas, dan lain sebagainya.
Dengan situasi yang kondusif, orangtua tetap bisa berkarya dengan nyaman dan tenang tanpa adanya beban dari kekurangharmonisan dengan anak. Tetap bisa melakukan kegiatan positif, bahagia menjalankan rutinitasnya. Tampil senyum dan menarik, berpelukan dan menyemaatkan ciuman hangat dengan anak sebelum beraktivitas. Kedamaian inilah yang menjadi gagasan orangtua bahagia.
Apa sih pentingnya menjadi orangtua bahagia?
Pertama, untuk kesehatan. Orangtua yang penuh ambisi, kepikiran terus tentang anak, adanya konflik yang berkepanjangan, tentu menjadi beban bagi dirinya. Degup jantung yang berlebih, tidur tidak nyenyak, hal ini bisa mengantar gangguan kesehatan. Untukmitu, perlu menghadirkan rasa bahagia dalam dirinya bersama anak.
Kedua, untuk kelancaran produktivitas. Orangtua perlu kenyamanan, ketenangan dan kedamaian. Dengan berkegiatan dalam suasa menyenangkan, orangtua pun bisa beraktivitas tanpa menggangu ketenangan keluarga.
Lalu, bagaimana cara menjadi orangtua bahagia?
Selalu berpikir positif. Â Takperlu berprasangka atau curiga pada anak maupun anggota keluarga lain. Hilangkan dendam dan kebencian pada anak. Hilangkan iri dan cemburu dengan keadaan anak yang mungkin tak sama dengan kondisi saat kita masih kanak-kanak.
Apabila kita sebagai orangtua yang bekerja di luar rumah, berpikiran bahwa sepulang nanti di rumah anak-anak akan berebut perhatian, teriak sana-sini untuk ngobrol saat kita masih lelah, tetaplah tersenyum dan bersyukur bahwa keberadaan kita sangat dibutuhkan oleh mereka.
Anak-anak bukanlah robot yang bisa diprogram sesuka hati, sesuai kemauan dan keinginan kita. Mereka punya rasa sedih dan kecewa terhadap sesuatu, juga ceria dan bahagia pada sesuatu. Anak akan merasa diperhatikan jika kita kita memberikan perhatian atas keberadaannya.Â
Anak merasa didukung ketika curahan hatinya didengar oleh orangtua, meski kita memberikan saran dan masukan untuknya. Membangun komunikasi yang penuh kedamaian dan persahabatan adalah hal yang diharapkan anak.
Dengan adanya solusi dalam berkomuninaksi itulah, anak merasa mendapatkan apreasiasi dari orangtua. Mereka menurut dan patuh karena rasa perdamaian dan persahabatan, sehingga bisa menjalin kerjasama yang baik dengan orang tua. Hal ini memberikan kontribusi kebahagiaan bagi keduanya.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi pengingat diri saya pribadi yang terus belajar menjadi orang tua yang bahagia dan menjadi sahabat bagi anak.
Salam sehat selalu!
***
#Tulisanke-233
Sumber: Pembelajaran daring melalui PayTren Academy bersama Kak Seto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H