Pembaca Kompasiana yang Bening Hatinya,
Alhamdulillaah, dalam keadaan sehat kita masih beraktivitas dengan nyaman. Kalaupun ada yang sedang kurang sehat kondisinya saat ini, semoga keberkahan senantiasa mengiringi. Sakitnya tidak melemahkan semangat, dan in syaa Allah menjadi penggugur dosa. Aamiin.
Tak terasa kita telah berada di penghujung bulan Ramadan. Sebentar malam kita akan memasuki hari yang keduapuluh tujuh. Dalam hitungan hari, kita akan berpisah dengan bulan mulia yang sungguh sangat didamba insan beriman. Harap dan doa agar Allah perkenankan kita berjumpa dengan Ramadan tahun depan. Aamiin.
Memasuki tahap akhir dari keberkahan dan keindahan Ramadan pada sepuluh hari terakhir, maka inilah puncak dari segala keberkahan dan kemuliaan bulan kebaikan. Sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada kaum mukminin, pula yang dikabarkan oleh Rasul kepada kita, umat beliau yang in syaa Allah setia hingga kahir zaman.
Tentu banyak yang bertanya, apa dan mengapa sepuluh hari terakhir? Apa keutamaan atau kelebihannya? Kenapa tidak di hari-hari lain?
Ustadz Fathuddin Ja'far, MA., Pembina Komunitas Tadabbur Quran menyampaikan tausiyahnya, sebagaimana dijelaskan di dalam Alquran dan Hadist, kita mengetahui bahwa waktu yang paling mahal, berharga, indah, termulia dalam kehidupan adalah sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Padahal seluruh masa pada bulan tersebut berisi sepenuh kebaikan. Namun di sepuluh hari terakhir inilah, bertambah-tambah kebajikan, berlipat ganda pahala yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman.
Ada empat hal yang terkandung pada kemuliaan sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
Pertama, kita bisa mengikuti sunnah Rasul dengan beriktikaf*) di Masjid. Tahun ini kita mungkin tidak bisa melaksanakannya karena masa pandemi. Namun kita bisa tetap melakukannya di rumah bersama keluarga terdekat. Apakah pahalanya sama?
Telah bercerita kepada kami Mathar bin Al Fadhl telah bercerita kepada kami Yazid bin Harun telah bercerita kepada kami 'Al 'Awwam telah bercerita kepada kami Ibrahim Abu Isma'il As-Saksakiy berkata; Aku mendengar Abu Burdah pernah bersama dengan Yazid bin Abi Kabsyah dalam suatu perjalanan dimana Yazid tetap berpuasa dalam safar, lalu Abu Burdah berkata; "Aku sering mendengar berkali-kali Abu Musa berkata;Â Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Jika seorang hamba sakit atau bepergian (lalu beramal) ditulis baginya (pahala) seperti ketika dia beramal sebagai muqim dan dalam keadaan sehat". (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 2774 - Kitab Jihad dan penjelajahan).
Berdasarkan hadist di atas, apabila seorang hamba yang rajin beramal sholeh, rutin, menjadikannya wirid, kebiasaan sehari-hari, lalu dia terhalang suatu penyakit atau aktivitas perjalanan, maka dia akan dituliskan pahala seperti ketika dia lakukan ibadah tersebut dalam keadaan sehat dan muqim (tempat tinggal, kawasan, daerah). In syaa Allah, iktikaf yang kita lakukan di rumah, pahalanya sama besarnya seperti jika dilakukan di masjid.
Kedua, pada sepuluh hari terakhir, pada salah satu malamnya, telah diturunkan kalam-kalam mulia yaitu Alquran, sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Qadr ayat 1: "Sesungguhnya, Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam Qadr."
Malam Qadr berarti malam kemuliaan, karena pada malam itu permulaan diturunkannya Alquran dari Lauh Mahfuz**) kepada Nabi Muhammad SAW. Malam yang menjadi penuh berkah, sehingga amalan-amalan ibadah yang dilakukan pada malam-malam di bulan Ramadan dan utamanya di sepuluh hari terakhir tersebut mendapatkan pahala berlimpah dan berlipat ganda.