Saat dicabut dari segala nikmat, Nabi Adam a.s mengakui, menyesali kesalahan, menerima serta menjalankan apa yang ditetapkan oleh Allah pada dirinya. Ia tidak menyalahkan setan yang telah menggelincirkannya. Tak mencaci maki, menggerutu, menyalahkan pihak lain atas kelalaian perbuatannya sendiri.
Betapa susah orang yang berbuat salah untuk mau mengakui kesalahan, kemudian menerima dan menjalankan ketetapan atas atas perbuatannya. Malah kadang melempar tanya, 'Kenapa ini menimpa padaku, Ya Tuhan?' atau 'Mengapa gagal melulu, Ya Allah?'
Ini karena manusia gak mau mikir, merenung.Â
Bisa jadi dipanggil sholat subuh, gak mau sholat. Dipanggil sholat zuhur, malah leyeh-leyeh. Dipanggil sholat ashar malah tiduran. Buka usaha, modalnya dari menipu orang. Jalanin usaha, tapi mengurangi takaran atau timbangan, dan lain sebagainya.
Dalam Surat Thaha ayat 115Â disampaikan bahwa:
"Dan sungguh, telah Kami pesankan kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa, dan Kami tidak dapati kemauan yang kuat padanya."
Pesan yang dimaksud Allah kepada Nabi Adam a.s sebagaimana yang termaktub dalam Surah Al-Baqarah ayat 35:
"Dan Kami berfirman: 'Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini*) nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim!'**)
Perjuangan Nabi Adam dalam menjalankan ketetapan Allah sungguh luar biasa. Doa permohonan ampun kepada Rabb-nya diabadikan dalam Surah Al Araf ayat 23:
Qaalaa rabbanaa zalamnaa anfusana wa il lam tagfir lanaa wa tar-amnaa lanakuunanna minal-khaasiriin.
Artinya: Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi."
Demikianlah, spirit dari Nabi Adam a.s yang bisa kita petik hikmahnya. Beliau tidak sekadar menerima apa adanya ketetapan Allah dan tidak berputus asa dari rahmat-Nya.Â
Dengan segala upaya dan memohon petunjuk kepada Allah, akhirnya beliau kembali bertemu dengan istrinya, Hawa, berkumpul layaknya pasangan keluarga dan memiliki anak keturunan.
Maka pada kesempatan yang baik di bulan mulia Ramadan, saat sepuluh hari terakhir penuh pengampunan, mari kita semua memohon kepada Allah agar taubat kita diterima oleh-Nya. Bermunajat dan bersungguh-sungguh meminta ridho dan rahmat-Nya, agar segala kekhilafan, kelalaian, kealpaan sebagai manusia, benar-benar diampuni dan diterima doa kita.Â
Mohon kepada Allah agar didekatkan dan dikuatkan dalam kebaikan dan ketaatan. Dijauhkan dan diberikan kesabaran dalam menghadapi godaan maksiat. Aamiin.