Semasa SMA, saya gak ikutan geng khusus yang beranggotakan beberapa orang. Karena saya mudah berteman dengan siapa saja, sehingga dengan geng manapun, asal kegiatannya positif dan klik dengan prinsip, hayuk aja lah.
Terkenanglah cerita masa itu dengan berbagai keunikan:
1. Geng Sepatu Tali Warna-Warni
Saya paling inget banget nih! Tiap hari membawa stok tali sepatu yang berbeda dan saling tukar warna dengan kawan lain. Mengenakan sepatu dengan tali kanan-kiri berbeda warna. Pilihan jatuh pada warna kinclong mirip stabilo. Kadang ada yang bergradasi, makin bagus tampilan sepatu. Geng kami suka pamer dengan jalan-jalan di lorong sekolah saat jam istirahat. Caper!Â
Ada yang mencibir, ada yang memuji. Bahkan ada yang ikutan beli tali sepatu melalui kami. Tentu tak kami lakukan di hari Senin, saatnya harus pake sepatu hitam dengan tali sewarna. Siap-siap dijaring Guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) jika berani melanggar!
2. Geng Gantungan Kunci
Tas sekolah berbunyi gemerincing, karena di sudut tali, di ujung restleting, terpasang berpuluh-puluh gantungan kunci. Saat berjalan, berlari, mengambil tas, membukanya, pastilah berbunyi 'kropyak', rame, seru! Apalagi jika punya gantungan kunci yang ada lonceng kecilnya. Entahlah, bunyi berisiknya bikin asyik. Gak tanggung-tanggung, kadang satu bulatan ujung tali tas, dibandul 10 sampai 20an gantungan kunci. Belum lagi ujung satunya. Tambah retsleting bagian depan, jika ada dua atau tiga bagian bukaan tas.
Kami pun saling bertukar cerita tentang apa dan bagaimana mendapatkan gantungan kunci tersebut. Ada yang dari oleh-oleh, hasil berburu di toko kerajinan tangan, hadiah sahabat, keluarga atau dari pacar, ahay!
Yang unik, tas cangklong sengaja diulur hingga paha atau dengkul, berjalan dengan mengantuk-antukkan tas, supaya gemerincing gantungan kunci terdengar seantero kaki melangkah.Â
Sejak kelas 1 SMA, saya ikutan dua kegiatan ini. Soal geng band, saya kedapuk jadi vokalis. Jadi kemana tim manggung, pastilah ngikut, bersama dengan guru pembimbing. Usai acara, makan bersama makin seru. Kapan lagi bisa makan satu meja dengan Pak Guru! Zaman segitu, makan semeja bisa dianggap kirang sopan, karena kan kita murid biasa, guys. Kalau ada bayaran dari manggung, lumayan dapat bagian juga, buat nambah uang saku.